Belum Punya Kekuatan Hukum Tetap, UU KPK Belum Bisa Jadi Objek Gugatan

UU KPK belum ditandatangani presiden

Jakarta, IDN Times - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mengatakan, perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Sebab, kata Enny, undang-undang tersebut belum ditandatangani presiden dan belum mendapat nomor. Artinya, revisi UU KPK saat ini tidak bisa jadi objek gugatan di MK.

"Dia (revisi Undang-Undang KPK) belum punya kekuatan mengikat. Ya, kekuatan mengikat setelah dia diundangkan," kata Enny di ruang sidang MK, Jakarta, Senin (30/9).

Selain itu, Enny juga melihat di dalam petitum (tuntutan) tersebut, para pemohon tidak menuliskan apa kerugian dari pengesahan UU KPK hingga harus mengajukan gugatan ke MK.

“Tapi yang pokok juga adalah apa kerugian para pemohon? Hak konstitusional apa yang merugikan akibat berlakunya norma dari ketentuan yang sudah mengikat itu? Itu harus diuraikan,” tanya Enny di persidangan perdana gugatan UU KPK itu.

Lebih jauh, Enny mengatakan, isi petitum antara pemohon yang satu dengan lainnya adalah sama. Maka itu, dia menghimbau tidak perlu lagi ditambahkan pemohon dalam persidangan selanjutnya.

“Kalau ternyata uraian pemohon satu dan pemohon sekian sama, tak usah diulangi berkali-kali,” ujar dia.

Karena itu, hakim MK meminta pemohon memperbaiki dokumen gugatannya, dengan terlebih dahulu mengisi nomor undang-undang yang hendak diuji. Tenggat waktu yang diberikan untuk menyampaikan perbaikan gugatan, hingga 14 Oktober 2019.

Sementara, kuasa pemohon Zico Leonard Djagardo mengatakan pihaknya terburu-buru mengajukan gugatan. Zico bersama teman-temannya khawatir jika gugatan diajukan setelah revisi UU KPK mendapat nomor, maka putusan MK akan keluar pasca-pelantikan komisioner KPK periode 2019-2023.

"Saya memasukkan terburu-buru hanya karena kami khawatir sidang tidak diputus sebelum Desember, karena Desember kan dilantik jadi kami segera mengajukan," ujar Zicko.

Untuk diketahui sebelumnya, sebanyak 18 mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia ramai-ramai mendatangi MK untuk menggugat UU KPK, Rabu (18/9).

Para penggugat tersebut antara lain, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) M Raditio Jati Utomo, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Putrida Sihombing, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan Jovin Kurniawan, dan politikus Timothy Ivan Triyono.

Dalam gugatan tersebut, mereka mengkritisi soal kejanggalan saat proses pengambilan suara ketika UU KPK disahkan DPR pada Selasa (17/9) lalu. Padahal, dalam rapat paripurna tersebut hanya dihadiri 80 anggota DPR, berdasarkan absensi manual yang disertakan dengan tanda tangan tersebut.

Namun, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menjadi pimpinan sidang saat itu menyatakan ada 289 yang tercatat hadir dari 560 anggota dewan.

Sedangkan dalam gugatan materiil, mereka mempertanyakan syarat pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 UU KPK. Sejumlah syarat di antaranya tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik, dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi bagian KPK.

Baca Juga: Sidang Perdana Uji Materi UU KPK, MK Minta Petitum Pemohon Diperbaiki

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya