Bercocok Tanam di Balik Ancaman Banjir Jakarta Ala Warga Kampung Rawa Bebek
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menyusuri sepanjang jalan Kanal Banjir Timur (KBT) terasa ada yang berbeda. Bantaran yang biasanya ditumbuhi rumput tinggi, kini malah terhampar sayuran hijau.
Pemandangan asri tersebut dapat kita jumpai di sepanjang bantaran KBT Kampung Rawa Bebek, Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Sayuran hijau seperti bayam, kangkung, dan sawi ini tertanam rapi dan tumbuh subur di sepanjang bantaran KBT, yang mengalir menuju Marunda, Jakarta Utara, untuk mengurangi banjir di Jakarta.
IDN Times pun penasaran tangan-tangan siapakah yang berhasil 'menyulap' rerumputan menjadi sayur mayur nan hijau itu. Beruntung, Selasa, 30 Januari lalu kami bertemu Ahmad Dumiati yang pagi itu sedang menyemai bibit bayam usai penen beberapa hari sebelumnya.
1. Memanfaatkan lahan kosong yang ditumbuhi rumput
"Awalnya inisiatif sendiri garap lahan ini terus dipaculin ditanemin bayem, kangkung, sawi dan singkong karena saya ngelihat dulu cuma ditumbuhin rumput tinggi jadi saya tanemin aja," ujar Dumiati di lahan garapannya itu.
2. Alih profesi dari tukang ojek pangkalan
"Dulu saya ngojek di pangkalan deket sini, semenjak ada KBT ini saya jadi berkebun saja, karena lumayan hasilnya. Sekalian saya buka warung kelontong di rumah dan jual hasil sayurannya di sana," ujar dia.
3. Hasil panen memuaskan
Dalam sebulan, Dumiati mampu mendapatkan uang Rp1 hingga Rp1,5 juta dari hasil menjual sayuran dari berkebun di KBT yang luasnya hanya 150 meter persegi ini.
"Ya kalau panen itu bisa dua minggu sekali, kalau panen masing-masing (bayem, kangkung, sawi). Kalau subur bisa 500 iket, kita jual Rp1.000-an satu iketnya. Per bulan penghasilan Rp1 juta, paling banyak Rp1,5 juta," ucap dia.
Baca juga: Kawasan Pengadegan Direndam Banjir Lima Tahunan
Editor’s picks
4. Berkebun untuk menyalurkan hobi
Lain halnya dengan Yadi, yang belum genap satu tahun berkebun di ladang KBT ini. Pria 72 tahun itu hanya mengisi waktu luang untuk sekedar menyalurkan hobi bercocok tanam.
"Saya baru delapan bulan garap kebun ini, cuma untuk ngisi waktu luang saya aja, karena suka nanem-nanem sekalian olahraga kalau pagi kan," ujar Yadi, tertawa.
5. Berkebun gratis lahan dan bibit
Yadi tidak membayar uang sepeser pun pada pemerintah meski lahan garapannya milik Pemprov DKI Jakarta.
"Saya gak bayar berkebun di sini, asal kuat dan mau nanemin juga diizinin. Syaratnya pokoknya dari kelurahan gak boleh ditanemin tumbuhan yang lebih dari 50 cm," kata dia saat ditemui pada kesempatan yang sama.
6. Suka dan duka berkebun di KBT
Meski gratis, tentu ada suka dan duka yang dialami Yadi selama berkebun di bantaran KBT. Apalagi kalau bukan ancaman banjir yang setiap saat bisa datang menyapu tanaman. Tapi banjir sudah menjadi teman sehari-hari Yadi dan juga warga Rawa Bebek lainnya yang bercocok tanam di KBT.
"Ya dukanya itu kalau misalnya air di sini meluap terus kena, taneman kita jadi habis kebawa arus. Sukanya ya kalau panen seneng bisa nambah penghasilan," ucap dia.
7. Pemerintah mendukung warga berkebun di KBT
Yadi merasa beruntung dan berterimakasih kepada Pemprov DKI karena sudah memberikan kesempatan pada dirinya dan warga Rawa Bebek. Apalagi, belum lama ini Yadi mendapatkan sumbangan bibit, pupuk, dan alat bercocok tanam dari pemerintah.
"Saya senang dan berterima kasih karena KBT ini sering dikeruk, sehingga kalau hujan airnya tidak sampai ke kebun kita lagi, dan kita juga baru dapet bibit, pupuk, sama alat berkebun kayak arit, pacul, golok untuk kita kerja," Yadi mengakhiri perbincangannya.
Baca juga: Duh! 6 Ribu Warga Jakarta Jadi Korban Banjir