Direktur Amnesty: Tanda Kebangkitan PKI Bukan Munculnya Oligarki!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan, tanda-tanda kebangkitan ideologi komunis yang menjadi dasar pemikiran Partai Komunis Indonesia (PKI), bukan diindikasikan dari munculnya kaum oligarki yang marak terjadi saat ini.
Menurut Usman, pemikiran tersebut salah besar. Sebab, oligarki merupakan musuh besar bagi komunis dan tidak sesuai dengan ajaran berpikir mereka.
1. Kebangkitan PKI bukan ditandai dengan lahirnya oligarki
Hal itu disampaikan Usman dalam diskusi daring bertajuk "Penggalian Fosil Komunisme Untuk Kepentingan Politik?"
“Kalau kita mau bicara mana kebangkitan PKI, tanda-tanda kebangkitan PKI (dengan) adanya oligarki. Karena menurut saya ini keliru fatal, karena kajian ilmiah dari Ben Anderson dan kawan-kawan, jelas bahwa musuh PKI itu oligarki,” kata Usman, Selasa (29/9/2020).
Baca Juga: UU Minerba Layani Oligarki, Rakyat Jadi Pengungsi di Tanah Sendiri
2. Oligarki adalah orang-orang yang menguasai kekayaan alam secara berlebihan
Editor’s picks
Usman menjelaskan, oligarki yang dimaksutnya adalah orang-orang yang menguasai kekayaan alam secara berlebihan dan kekayaan materil luar biasa.
Sementara itu, jumlah mereka yang tergolong sedikit namun merugikan rakyat Indonesia secara keseluruhan, termasuk masyarakat adat.
“Manifes yang paling sederhana adalah Undang-undang Mineral dan Batubara, yang hanya menguntungkan segelintir orang kaya dari Undang-undang itu, atau Undang-undang lain yang berkait penguasaan sumber minyak dan emas,” ujarnya.
3. Sukarno bersama TNI AD sempat merencanakan nasionalisasi sumber daya alam Indonesia
Dia menuturkan, dulu Presiden Sukarno dan TNI Angkatan Darat pernah merencanakan untuk menasionalisasikan seluruh sumber daya alam yang dimiliki negara untuk kepentingan rakyat. Namun, di tengah jalan terjadi perpecahan di satuan TNI AD yang disebabkan oleh PKI.
“Karena saat itu ada dua kekuatan politik yang sangat besar dan Sukarno mencoba menyeimbangkan itu. Tapi saya kira berakhir dengan kegagalan dan berakhir situasi kompleks beragam antar daerah ke daerah. Sumatra Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, ada soal kebun tebu, kebun karet,” tuturnya.
“Jadi dinamika ini tak bisa 'digebyah uyah', disamaratakan semata pertentangan ideologis antara mereka yang komunis dan bukan komunis,” katanya menambahkan.
Baca Juga: Polri Tidak Izinkan Nonton Bareng Film G30S/PKI