GBHN Dihidupkan, Bivitri: Jangan-Jangan Presiden Dipilih MPR Lagi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkritisi upaya menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
1. Dapat merusak demokrasi yang telah berjalan baik
Menurutnya, menghidupkan kembali GBHN dapat merusak nilai-nilai demokrasi yang telah berjalan dengan baik setelah runtuhnya era orde baru dengan adanya Pemilu Presiden.
“Kalau kita punya GBHN dan MPR jadi lembaga tertinggi, jangan jangan nanti balik lagi, presiden dipilih lagi oleh MPR,” kata Bivitri di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8).
Baca Juga: Soal GBHN, Mendagri Jamin Pilpres Tetap Melalui Rakyat bukan MPR
2. Amandemen harus berdasarkan tuntutan rakyat
Kendati demikian, ia tidak memungkiri bahwa UUD juga dapat diamandemen jika sudah tidak lagi relevan dengan perubahan zaman. Amandemen, kata Bivitri, ada dua tolak ukurnya.
“Satu, beneran tuntutan rakyat apa segelintir orang dari hasil kongres atau hasil kajian ahli. Soalnya kalau dulu tahun 99-2002 itu memang hasil tuntutan rakyat, dulu besar sekali demonstrasinya. Selain menjatuhkan Soeharto, dari 6 tuntutan mahasiswa itu salah satunya amandemen,” tuturnya.
Editor’s picks
3. Amandemen harus punya implikasi hukum yang jelas
Kedua, tegas Bivitri, amandemen harus memiliki implikasi hukum yang jelas dan tidak mengawang terutama terkait pemilihan presiden.
“Kalau cuma dokumen (GBHN) itu nggak ada implikasi, presidennya nggak bisa diapa-apain karena irrelevan GBHN nya, dan gak ada implikasi praktis karena presidennya gak bisa dikontrol,” tegasnya.
“Misalnya, presiden melenceng dari GBHN, trus mau diapain? dia berkuasa terus sampai berikutnya. Kita mesti punya sikap, jangan diikuti saja apa yang dihasilkan oleh elit politik,” sambungnya.
4. PDIP yang memulai dihidupkannya kembali GBHN
Diketahui, usulan menghidupkan kembali GBHN adalah hasil dari Kongres V PDIP di Bali pada 8-11 Agustus 2019. Dari hasil keputusan tersebut, partai berlambang kepala banteng moncong putih itu ingin menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tinggi negara, yang menetapkan GBHN.
"Demi menjamin kesinambungan pembangunan nasional, perlu dilakukan amandemen terbatas UUD NKRI 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara, dengan kewenangan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan," demikian bunyi salah satu hasil Kongres V PDIP.
Baca Juga: Hasil Pileg DKI Jakarta: PDIP Raih Posisi Teratas, PSI Rebut 8 Kursi