Insiden Matikan Mikrofon, Pengamat: Kepemimpinan Puan Belum Matang

Pemimpin yang matang harus terbuka pada suara anggotanya

Jakarta, IDN Times - Insiden mematikan mikrofon pada saat sidang pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, yang dilakukan Ketua DPR RI Puan Maharani pada Senin (5/10/2020) lalu menjadi sorotan publik.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, insiden tersebut menunjukkan kepemimpinan Puan kurang matang dalam memimpin sebuah organisasi besar kerakyatan.

Baca Juga: Puan Diduga Matikan Mikrofon Saat Demokrat Bicara, Ini Penjelasan DPR

1. Pemimpin yang matang harus terbuka pada suara anggotanya

Insiden Matikan Mikrofon, Pengamat: Kepemimpinan Puan Belum MatangIDN Times/Marisa Safitri

Lucius pun sangat menyesalkan adanya peristiwa itu. Sebagai seorang pemimpin,  Puan seharusnya bisa mendengarkan aspirasi yang disuarakan anggota di bawahnya.

“Insiden mematikan mik pada saat paripurna yang jelas menunjukkan kualitas kepemimpinan Puan yang belum matang. Pemimpin yang matang itu mestinya harus terbuka pada suara anggota, dan bahkan harus siap berargumentasi dengan anggota,” kata Lucius saat dihubungi IDN Times, Jumat (9/10/2020).

2. Pimpinan dan anggota DPR sederajat, insiden mematikan mik adalah tindakan sewenang-wenang

Insiden Matikan Mikrofon, Pengamat: Kepemimpinan Puan Belum MatangSuasana pembukaan Sidang Paripurna DPR RI masa persidangan IV, Senin (15/6) (Tangkapan layar TVR Parlemen)

Menurut Lucius, pimpinan DPR bukanlah seperti jenderal TNI yang memberikan arahan kepada anak buahnya secara tegak lurus dan satu komando. Sebab, kepemimpinan DPR itu fungsional.

“Dengan menjadi ketua, seorang anggota DPR tak lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan anggota DPR lain dalam konteks sebagai wakil rakyat. Karena itu tak bisa sewenang-wenang mematikan mik ketika ada anggota yang mau bicara,” kata dia.

3. Puan harusnya mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan

Insiden Matikan Mikrofon, Pengamat: Kepemimpinan Puan Belum MatangKetua DPR RI Puan Maharani membuka Sidang Paripurna masa persidangan IV (Tangkapan layar TVR Parlemen)

Musyawarah dan mufakat dalam sebuah sidang DPR, kata Lucius, sangat memungkinkan adanya tukar menukar gagasan atau argumentasi sesuai dengan nilai Pancasila.

Lebih jauh, ia mengatakan, insiden mematikan mikrofon juga menunjukkan pengesahan UU Cipta Kerja adalah agenda pesanan dari pihak lain yang tak mau diganggu oleh protes, kritik, dan masukan yang bisa mengganggu kepentingan para pemesan untuk segera mengesahkan undang-undang tersebut.

“Mematikan mik hanya karena oposisi berbicara adalah tindakan yang melawan prinsip pembuatan pemufakatan sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila,” ujar Lucius.

4. Puan mematikan mikrofon atas permintaan wakilnya

Insiden Matikan Mikrofon, Pengamat: Kepemimpinan Puan Belum MatangKetua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin saat rapat paripurna. (Tangkapan Layar Media Sosial)

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengaku dirinya lah yang meminta Ketua DPR Puan Maharani mematikan mikrofon anggota Fraksi Demokrat saat Rapat Paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, Senin (6/10/2020).

“Permintaan saya supaya gak ganggu,” kata Azis di Kompleks Parlemen DPR, Selasa (6/10/2020).

Azis menjelaskan pimpinan sidang memiliki kewenangan menghentikan jalannya sidang jika dianggap melenceng dari tata tertib dalam peraturan DPR yang disahkan dalam rapat paripurna tanggal 2 April 2020.

“Mikrofon di DPR itu secara tata tertib diatur setiap lima menit orang bicara mati. Ada di dalam tata tertib, nah saya berbisik kepada bu ketua (Puan) supaya tidak double (suaranya),” ujar Azis.

Sementara, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menjelaskan alasan Ketua DPR Puan Maharani menonaktifkan mikrofon saat anggota Fraksi Demokrat menyampaikan interupsi.

“Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian. Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi, pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” kata Indra melalui keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).

Aziz sempat beradu pendapat dengan anggota Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman. Adu mulut tersebut bermula ketika Benny merasa tidak diberikan hak berbicara. Sementara Aziz menilai Fraksi Demokrat sudah diberikan kesempatan berbicara.

Aziz menyebutkan Fraksi Demokrat tiga kali diberikan kesempatan berbicara, yakni kepada Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan yang membacakan pandangan akhir tentang Omnibus Law RUU Cipta Kerja, serta Irwan Fecho dan Didi Irawadi Syamsuddin yang mengajukan interupsi sebelum RUU tersebut disahkan.

“Jadi mohon maaf, kita harus sama-sama memahami bahwa yang ingin berbicara bukan hanya Partai Demokrat, karena fraksi lain juga ingin menyampaikan pendapatnya. Saya pikir sudah jadi kewajiban pimpinan sidang untuk menertibkan jalannya rapat agar semua fraksi dapat hak menyampaikan aspirasi,” ujar dia.

 

Mau Baca Draf Terbaru RUU Omnibus Law? Klik di sini salinannya

Baca Juga: Azis Syamsudin Akui Suruh Puan Maharani Matikan Mikrofon Demokrat

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya