Kisah Tri Joko Saptono, Rela Mengabdi Agar Budaya Jawa Tetap Lestari

Setiap peserta mendapat pendidikan karakter Jawa

Sleman, IDN Times - Nama Tri Joko Saptono sudah tidak asing bagi masyarakat Desa Tamanan, Kelurahan Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bukan tanpa sebab, berkat perjuangan pria yang akrab disapa Joko ini, kebudayaan Jawa di lingkungan sekitarnya tetap lestari hingga kini.

Rasa cintanya kepada kebudayaan Jawa lah yang mendorong Joko membuka sanggar pembinaan budi pekerti dan pelestarian budaya yang diberi nama “Memetri Wiji”. Pesertanya adalah anak-anak sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama.

Baca Juga: Bagian dari Sumbawa, 4 Alasan Moyo Diyakini Akan Jadi Ibu Kota Budaya

1. Sanggar Memetri Wiji didirikan karena banyak anak-anak yang sudah melupakan kebudayaan jawa

Kisah Tri Joko Saptono, Rela Mengabdi Agar Budaya Jawa Tetap LestariIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

IDN Times beberapa waktu lalu bersama Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPPA) berkesempatan mengunjungi sanggar tersebut. Saat itu, Joko sedang mengajarkan anak-anak asuhnya membaca dan menulis bahasa Jawa.

“Orangtua banyak mengeluh anak-anak bermain bebas sekali dan susah dikendalikan, apalagi ada handphone,” kata Joko kepada IDN Times di Sleman, DIY, Kamis (19/9).

2. Joko mendirikan Sanggar Memetri Wiji bersama keluarga besarnya

Kisah Tri Joko Saptono, Rela Mengabdi Agar Budaya Jawa Tetap LestariIDN Times/ Fitang Budhi Adhitia

Atas kegelisahan itu, Joko bersama keluarga besarnya berdiskusi untuk memberikan pendidikan karakter Jawa, kepada anak-anak di lingkungannya. Gayung bersambut, upayanya bersama keluarga disambut baik masyarakat setempat, hingga akhirnya sanggarnya berdiri pada 2012.

Joko tak memiliki keahlian khusus untuk memberikan pengajaran di bidang tersebut. Namun bermodalkan semangat dan dialog sehari-hari dengan bahasa Jawa, ia bersama keluarga memberanikan diri mengajar warga.

“Kami sekeluarga dialog setiap hari dengan bahasa Jawa. Modal dari itu mencoba mendirikan ini. Setelah keluarga setuju, saya diskusi ke masyarakat dan mencari dukungan,” tutur dia.

3. Materi yang diajarkan di Sanggar Memetri Wiji seputar kebudayaan Jawa

Kisah Tri Joko Saptono, Rela Mengabdi Agar Budaya Jawa Tetap LestariIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Materi yang diberikan Joko bersama keluarga antara lain pemahaman budaya seperti bernyanyi, menulis, dan berbahasa Jawa, yang saat ini sudah banyak dilupakan anak-anak di lingkungannya.

Meskipun kebudayaan Jawa masuk dalam materi pembelajaran di sekolah, namun pembekalan karakter dan moral paling diutamakan di sanggar ini.

“Sanggar ini di luar jam sekolah, tidak boleh mengganggu jam belajar anak,” tutur Joko.

4. Sanggar Memetri Wiji didirikan sebagai ungkapan rasa syukur kepada orangtua

Kisah Tri Joko Saptono, Rela Mengabdi Agar Budaya Jawa Tetap LestariIDN Times/ Fitang Budhi Adhitia

Para peserta di Sanggar Memetri Wiji tidak dipungut biaya sepeser pun. Mereka yang ingin belajar umumnya anak petani. Joko mengaku tidak ingin menyusahkan orang lain, ia juga senang jika usahanya ini disambut baik oleh masyarakat.

“Ini ungkapan rasa syukur dan terima kasih saya kepada orangtua saya, agar bisa bermanfaat bagi masyarakat. Kami puas, kami seneng kalau masyarakat seneng. Saya puas dan seneng karena masyarakat menanggapi dengan baik,” tutur Joko, sembari meneteskan air matanya.

Baca Juga: Kemenpar Terus Kembangkan Danau Toba Lewat Storytelling Wisata Budaya

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya