Mengenal SMPN 33, Sekolah Ramah Anak Pertama di Kota Semarang

Agen Perubahan jadi ikon di SMPN 33 Semarang

Semarang, IDN Times - Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 33 Semarang menjadi sekolah pertama di kota tersebut yang menyandang predikat sebagai Sekolah Ramah Anak (SRA).

Predikat SRA diberikan karena SMPN 33 dinilai telah memenuhi berbagai macam aspek standarisasi ramah anak oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

IDN Times berkesempatan untuk mengunjungi SMPN 33 Semarang melalui acara Media Trip yang diselenggarakan oleh KPPPA. Nah apa aja fasilitas dan kegiatan yang ada di sekolah ini hingga bisa menyandang predikat sebagai sekolah ramah anak ya?

1. SMPN 33 Semarang punya ikon bernama agen perubahan

Mengenal SMPN 33, Sekolah Ramah Anak Pertama di Kota SemarangIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Hal yang paling menarik dari SMPN 33 Semarang adalah memiliki agen perubahan di mana siswa-siswi di sana berperan aktif menjaga dan melindungi rekannya dari bahaya bullying atau perundungan yang kerap terjadi di banyak sekolah.

Kepala Sekolah SMPN 33 Semarang Didik Teguh Prihanto mengatakan agen perubahan adalah ikon SMPN 33 Semarang yang telah didukung oleh United Nations Children's Fund (UNICEF) untuk mencegah perundungan. Agen Perubahan dipilih oleh seluruh murid dan menghasilkan komitmen untuk mencegah perundungan dan menerapkan disiplin positif.

Para guru juga mendorong murid agar selalu mengomunikasikan permasalahan yang terjadi kepada guru.

“Citra sekolahku rumah keduaku merupakan ruh bagi SMPN 33 Semarang agar bisa menjadi wadah bagi murid, guru, pegawai sekolah, orang tua murid dan komunitas lainnya terkait sekolah untuk saling berinteraksi,” kata Didik di SMPN 33 Semarang, Jawa Tengah, Selasa (17/9).

Baca Juga: Antisipasi Kabut Asap, Warga Sekolah di Balikpapan Gunakan Masker

2. Tugas agen perubahan mengubah sikap siswa-siswi yang semula buruk menjadi baik

Mengenal SMPN 33, Sekolah Ramah Anak Pertama di Kota SemarangIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Tugas agen perubahan, jelas Didik, mengubah siswa-siswi yang memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk di sekolah menjadi lebih baik lagi dengan pendekatan yang komunikatif serta kekeluargaan.

“Kita membiasakan senyum, sapa, salim setiap ketemu guru-guru di sekolah oleh murid. Selain itu ada variasi pembelajaran, jadi tidak harus belajar di kelas, kadang di musala agar ada suasana yang berbeda. Penanaman nasionalisme, kami setting upacara itu tidak kalah dengan di Istana Negara,” jelasnya.

3. Wali Kota Semarang apresiasi setiap kegiatan baik yang dibuat oleh SMPN 33

Mengenal SMPN 33, Sekolah Ramah Anak Pertama di Kota SemarangIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, yang ikut dalam kunjungan Media Trip ini mengatakan, SMPN 33 harus bisa menjadi contoh bagi sekolah lain untuk mendapat predikat SRA sehingga Semarang bisa menjadi Kota Layak Anak (KLA) pertama di Indonesia.

"Sekolah ini dulunya termasuk sekolah terpencil, namun mengalami perkembangan yang cepat. Oleh karenanya, kami juga memilih kepala sekolah yang memiliki visi dan misi yang maju dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak," ujar Hendi.

4. SRA dapat terwujud jika seluruh pihak mau memperhatikan kebutuhan anak

Mengenal SMPN 33, Sekolah Ramah Anak Pertama di Kota SemarangIDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Sementara itu, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan, Kreativitas, dan Budaya KPPPA Elvi Hendrani mengatakan untuk menuju SRA semua orang dewasa harus menjadi orang tua dan sahabat anak dan bergerak dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

“Mendidik dengan kasih sayang dan mendekatkan dirinya dengan anak-anak, atau contoh lain adalah penjaga perpustakaan yang harus menyediakan dan menyeleksi buku yang tidak mengandung informasi yang tidak layak bagi anak seperti pornografi, SARA, kekerasan, radikalisme, atau penjaga kantin yang dengan sadar hanya menyediakan makanan sehat untuk anak-anak dan warga sekolah lainnya,” katanya.

Elvi melanjutkan, melindungi anak harus dilakukan 24 jam. Adanya SRA menunjukkan komitmen Kota Semarang sebagai kategori Nindya KLA dalam melindungi sepertiga hidup anak dalam aktivitasnya sehari-hari.

“Karena 8 jam seharinya bahkan bisa lebih lama, anak berada di sekolah, sehingga sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak. Selama ini anak tidak pernah ditanya apakah mereka merasa nyaman atau tidak di sekolah, dan di SRA justru keamanan dan kenyamanan anak menjadi tujuan,” katanya.

Baca Juga: 7 Film Bertema Anak Kuliahan yang Kisahnya Seru

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya