Pengamat: Kepala Daerah Manfaatkan Bansos, Ibarat Naik Bus Tidak Bayar

Bansos rawan dimanfaatkan untuk kampanye jelang pilkada

Jakarta, IDN Times - Penyaluran bantuan sosial (bansos) secara besar-besaran dari pemerintah di masa pandemik COVID-19 ini, rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Kasus terbaru adalah penempelan stiker Bupati Klaten, Jawa Tengah, Sri Mulyani di kemasan hand sanitizer bantuan dari Kementerian Sosial. Walau tidak ada aturan yang dilanggar karena belum masuk masa kampanye, tetapi persoalan ini terus mengundang polemik.

Baca Juga: Arahan Jokowi, Nama Penerima Bansos Akan Dipampang di Kantor Lurah

1. Penyalahgunaan bansos tidak bisa dianggap enteng

Pengamat: Kepala Daerah Manfaatkan Bansos, Ibarat Naik Bus Tidak BayarIlustrasi penyaluran bansos di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi melihat kasus penyalahgunaan bansos untuk kepentingan politik tidak bisa dianggap enteng.

“Ada trust yang diberikan pemerintah yang disalahgunakan dan pembohongan publik terhadap warga penerima. Bayangkan untuk hand sanitizer saja bisa dimanipulasi, bagaimana dengan hal yang lain?” Kata Ari saat dihubungi IDN Times, Jumat (8/5).

2. Bawaslu diminta untuk mencatat pelanggaran tersebut

Pengamat: Kepala Daerah Manfaatkan Bansos, Ibarat Naik Bus Tidak BayarKetua Bawaslu RI Abhan. IDN Times/Asrhawi Muin

Meskipun masa kampanye belum dimulai, Ari berharap agar Bawaslu bisa mencatat pelanggaran tersebut, untuk menjadi perhatian khusus bagi para kontestan lain, termasuk petahana.

“Karena dengan belum berakhirnya masa pandemik COVID-19, penyaluran bansos di tahap selanjutnya masih rawan dengan manipulasi politik," ujarnya.

3. Ibarat naik bus umum, petahana ogah bayar uang karcis

Pengamat: Kepala Daerah Manfaatkan Bansos, Ibarat Naik Bus Tidak BayarPenyaluran bansos (Dok. Kemenko PMK)

Mantan Tenaga Ahli Desk Pilkada Kemendagri ini menuturkan, dari pengalamannya terjun ke daerah-daerah selama Pilkada serentak 2017 - 2018, ia melihat para petahana yang maju lagi di kontestasi pilkada berusaha memanfaatkan segala momentum bantuan dari pemerintah pusat atau daerah untuk warga, dengan mengatasnamakan pribadi.

“Kasus Klaten harusnya menjadi warning bagi penyelenggara dan pengawas pilkada untuk menutup celah-celah pelanggaran kampanye. Sangat tidak etis secara politik dan maladministrasi jika ada kepala daerah yang menunggangi bansos untuk kepentingan dan ambisi politik pribadinya,” tutur dia.

“Ibaratnya, ikut naik bus umum tetapi ogah bayar karcis. Harusnya penumpang seperti ini tidak cukup diminta putar balik, tetapi harus diturunkan dari bus dan diberi sanksi tegas," dia menambahkan.

4. KPU harus mengeluarkan aturan ketat terkait pelaksanaan kampanye

Pengamat: Kepala Daerah Manfaatkan Bansos, Ibarat Naik Bus Tidak Bayar(Ilustrasi) ANTARA FOTO/Reno Esnir

Pembimbing disertasi di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran itu menambahkan, jika pilkada direncanakan digelar pada 9 Desember 2020 maka panitia pengawas, LSM, media dan netizen harus pro aktif ikut mengawasi penyaluran bansos agar tepat sasaran.

“KPU harus ikut mengunci dalam Peraturan KPU untuk tata cara pelaksanaan kampanye, agar modus penyaluran bansos tidak disusupi dengan modus politik dari petahana," ujarnya.

Baca Juga: Tok! Jokowi Resmi Tunda Pilkada Serentak hingga Desember 2020

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya