RCTI Minta YouTube dan Netflix Diawasi, Begini Reaksi KPI

UU Penyiaran harus direvisi agar semua konten bisa diawasi

Jakarta, IDN Times - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengakui ada ketidakadilan terhadap pengawasan siaran konvensional dan lembaga siaran berbasis daring atau media digital seperti YouTube dan Netflix.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2020 tentang Penyiaran menyebutkan bahwa KPI tidak berhak mengawasi konten siaran daring. Karena pengertian penyiaran yaitu diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat.

1. KPI mendorong konten siaran di media digital ikut diatur seperti siaran konvensional

RCTI Minta YouTube dan Netflix Diawasi, Begini Reaksi KPIGoogle

Namun, di sisi lain ada kesamaan sifat yang dimiliki oleh media digital, yaitu penyebarluasan dengan menggunakan media internet. Atas dasar itu lah KPI mendorong konten siaran di media digital itu diatur seperti siaran konvensional agar tidak merugikan negara.

“Pada kasus ini memang ada hal yang tidak fair, penyiaran konvensional diatur secara ketat mulai dari pendaftaran. Sementara digital media dan OTT tidak melalui itu semua. Mereka berbisnis dalam wilayah Indonesia, memanfaatkan masyarakat Indonesia bahkan memungut biaya, tapi belum memberi pemasukan bagi negara,” kata Mulyo saat dihubungi IDN Times, Selasa (2/6).

2. KPI minta UU penyiaran direvisi agar konten media digital bisa ikut diawasi

RCTI Minta YouTube dan Netflix Diawasi, Begini Reaksi KPITwitter/@KPI_Pusat

Mulyo menjelaskan, KPI juga memiliki tugas dan kewajibannya untuk ikut membantu proses pengaturan infrastruktur penyiaran dan membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait.

Oleh sebab itu pihaknya berharap agar ada aturan yang lebih jelas tentang keberadaan digital media dan OTT tersebut. Ia tidak ingin lembaga penyiaran konvensional yang menjadi anak kandung penyiaran justru tersisih oleh pendatang baru.

“Jalan terbaik adalah merevisi UU Penyiaran dan memasukkan konten-konten tersebut dalam bagian penyiaran. Karena tren penyiaran sekarang dan ke depan tidak selalu harus bersifat disebarkan secara serempak dan bersamaan dan diterima dengan alat penerima seperti televisi dan radio saja, tetapi juga melalui handphone dan mungkin sarana penerima lainnya,” jelasnya.

3. RCTI ajukan juducial review untuk meminta konten media digital ikut diawasi KPI karena telah merugikan

RCTI Minta YouTube dan Netflix Diawasi, Begini Reaksi KPIDirektur Utama MNC dan SCTV Mengumunkan Kaloborasi (IDN Times/Auriga Agustina)

Sebelumnya, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Visi Citra Mitra Mulia (Inews TV) mengajukan permohonan uji materi (judicial review) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam gugatannya, mereka meminta semua layanan dan tayangan video berbasis spektrum frekuensi radio tanpa terkecuali tunduk kepada UU Penyiaran. Dalam hal ini termasuk siaran menggunakan internet seperti YouTube, HOOQ, IfIix, Netflix, Viu.

Dikutip dari laman resmi MK, permohonan tersebut diajukan pada Rabu 27 Mei 2020 lalu. Adapun pasal yang dikehendaki oleh mereka yakni berkaitan dengan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran yang telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pemohon, karena tidak adanya kepastian hukum apakah penyiaran yang menggunakan internet masuk ke dalam definisi penyiaran sebagaimana diatur dalam pasal tersebut.

“Bahwa oleh karena tidak terikatnya penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet pada UU Penyiaran, padahal UU a quo merupakan rule of the game penyelenggaraan penyiaran di indonesia tentu telah berimplikasi pada adanya berbagai macam pembedaan perlakuan (unequal treatment),” dikutip dari permohonan tersebut.

Baca Juga: RCTI Gugat UU Penyiaran ke MK, Minta Netflix dan YouTube Patuhi Aturan

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya