Yenny Wahid dan Tokoh Papua Barat Terlibat Debat Panas Isu Papua

Benny Wenda sebut pemerintah RI bunuh 500 ribu warga Papua

Jakarta, IDN Times - Mantan Direktur Eksekutif Wahid Institut Zannuba Ariffah Chafsoh atau lebih dikenal Yenny Wahid, terlibat debat panas dengan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sekaligus pemimpin politik kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda.

Debat tersebut terjadi ketika keduanya melakukan telekonferensi dalam sebuah program acara The Stream, yang ditayangkan Al Jazeera TV yang diunggah di YouTube baru-baru ini.

Dalam acara yang dipandu Femi Oke itu, Femi bertanya kepada Benny terkait pandangannya tentang pemerintah RI terhadap warga Papua. Dengan tegas, Benny mengatakan warga Papua adalah penduduk ilegal, oleh sebab itu diskriminasi selalu dilakukan pemerintah terhadap mereka.

Baca Juga: Kisah Heroik Petugas Bea Cukai Selamatkan Senjata saat Kerusuhan Papua

1. Benny Wenda sebut Papua bukan bagian dari Indonesia

Yenny Wahid dan Tokoh Papua Barat Terlibat Debat Panas Isu PapuaFacebook/@bennywenda

Benny juga mengungkapkan Papua bukan lah bagian dari Indonesia dan telah dijanjikan kemerdekaannya oleh Belanda sejak 1961. Hal tersebut lah yang melatarbelakangi keinginannya berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kami telah terpisah, kami berbeda, secara geografis, budaya, bahasa, kami tak pernah menjadi bagian Indonesia. Itulah kenapa mereka memanggil kami 'monyet'," kata Benny menjawab asal-muasal terjadinya kerusuhan di Papua yang berawal dari kasus rasialisme.

2. Yenny Wahid yakin masyarakat Indonesia bisa hidup berdampingan dan memiliki toleransi

Yenny Wahid dan Tokoh Papua Barat Terlibat Debat Panas Isu PapuaIDN Times/Ardiansyah Fajar

Tidak sepakat dengan apa yang disampaikan Benny, Yenny Wahid menjelaskan, Indonesia memang merupakan negara yang kaya akan keberagaman suku dan budaya, namun hal tersebut tidak menjadi halangan untuk tetap hidup bersatu dan saling bertoleransi.

"Yang kita butuhkan adalah proses politik. Ambil contoh Amerika Serikat, ada banyak orang dari banyak etnis dan latar belakang, namun mereka mampu hidup koeksis secara damai," ujar putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

3. Benny dan Yenny debat soal Perjanjian New York

Yenny Wahid dan Tokoh Papua Barat Terlibat Debat Panas Isu PapuaTwitter.com/@BennyWenda

Tak cukup sampai di situ, Yenny juga menanggapi apa yang disampaikan Benny terkait Perjanjian New York pada 1962. Dia menjelaskan perjanjian tersebut adalah perjanjian yang diprakarsai Amerika Serikat, untuk pemindahan kekuasaan atas Papua Barat dari Belanda ke Indonesia.

Sebelumnya, Benny mengatakan, setelah Perjanjian New York ditandatangani, diskriminasi dan rasialisme kepada warga Papua oleh pemerintah RI sangat kentara. Dia mengklaim, sudah ada 500 ribu warga Papua terbunuh di tangan pemerintah.

"Apa yang disinggung Benny sebelumnya bahwa Perjanjian New York yang terjadi pada 1962, pada dasarnya menyerahkan Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia. Hal itu diakui 93 negara," tegas Yenny.

Menanggapi penjelasan Yenny, Benny buru-buru membantah ihwal isi perjanjian New York tersebut. "Papua Barat tidak pernah menjadi bagian dari Indonesia. PBB hanya mencatatnya. Negara-negara Afrika-Karibia menolak klaim Indonesia," sangkal Benny.

4. Benny Wenda tetap ingin Papua memisahkan dari NKRI

Yenny Wahid dan Tokoh Papua Barat Terlibat Debat Panas Isu PapuaTwitter.com/BennyWenda

Perdebatan semakin memanas, Yenny Wahid dan Benny Wenda terus melancarkan argumennya masing-masing. Femi Oke mencoba menenangkan dan beralih ke pertanyaan lain, namun masih dalam konteks yang sama.

Femi lantas bertanya kepada Yenny terkait referendum yang terus digaungkan beberapa pihak di Papua, khususnya Benny Wenda sendiri. Lagi-lagi Yenny tak sepakat bila Papua berpisah dari NKRI. Menurut dia, dialog masih bisa dilakukan terkait kasus rasialisme.

“Saya dan Benny, bahwa kami berdua ingin kondisi yang lebih baik untuk orang Papua, kami sama-sama ingin kesejahteraan untuk orang Papua, kami sama-sama ingin demokrasi untuk Papua. Caranya adalah mendengarkan satu sama lain," ujar mantan jurnalis peraih anugerah Walkley Award dalam peliputan Timor Timur pasca-referendum itu. 

Sementara, insiden rasialisme di Surabaya yang menyulut api kerusuhan di Papua, membuat Benny geram. Ia menilai salah satu cara terbaik menghadapi konflik ini adalah dengan cara referendum.

"Masalahnya kalian menduduki negara kami secara ilegal dan mulai membunuh kami. Itulah sebabnya pemerintahan Anda memanggil kami monyet," balas Benny.

Baca Juga: Catatan Penting Menkeu Sri Mulyani ke Papua Usai Dikoyak Kerusuhan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya