Muka Tanah Bandung Alami Penurunan, Pemkot Masih Acuh

Jangan menunggu korban, baru antisipasi dilakukan

Bandung, IDN Times – Dari tahun ke tahun, permukaan tanah di kota-kota besar Indonesia tak terkecuali Kota Bandung mengalami penurunan. Seharusnya pemerintah setempat segera mengantisipasi hal tersebut, seperti halnya Pemerintah DKI Jakarta dan Semarang.

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM, Andiani, mengatakan jika ia punya pengalaman dalam memberi rekomendasi lingkungan untuk Pemkot Bandung.

“Pada 1996-1997, kami memberikan rekomendasi bertema geologi, tapi bukan soal penurunan tanah. Waktu itu Pemkot Bandung belum memikirkan itu,” kata Andiani, kepada IDN Times setelah menghadiri acara Mengenal Lebih Jauh Landsubsidence Bandung yang digelar di Museum Geologi, Kota Bandung, Jumat (13/12).

1. Badan Geologi sudah melakukan penelitian

Muka Tanah Bandung Alami Penurunan, Pemkot Masih AcuhKepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Badan Geologi Kementerian ESDM (IDN Times/Galih Persiana)

Sejauh ini, Andiani mengatakan bahwa Badan Geologi telah melakukan sejumlah penelitian di wilayah Cekungan Bandung yang meliputi pemetaan geologi, geologi kuarter, geologi teknik, hidrogeologi (air tanah), geologi lingkungan, tektonik, dan gempa.

Salah satunya dilakukan pada 1993, ketika Badan Geologi sempat menerbitkan Atlas Geologi Tata Lingkungan Cekungan Bandung. Atlas itu berfungsi agar pemerintah setempat menyesuaikan pembangunan dengan penataan Kota Kembang.

“Hasil dari berbagai penelitian itu menjelaskan bahwa terdapat beberapa titik di dataran Bandung yang merupakan daerah endapan danau purba,” kata Andiani. Jika ditarik melalui pendekatan etimologi, masyarakat sekitar kerap menamai daerah-daerah itu dengan awalan ranca, yang berarti rawa dalam bahasa Sunda. Misalnya, Rancaekek.

2. Didominasi oleh lempung hitam

Muka Tanah Bandung Alami Penurunan, Pemkot Masih Acuhinstagram.com/ronnielaw

Tapi bukan hanya Rancaekek. Sebenarnya, kawasan danau purba ini meluas mulai dari barat Cicalengka, utara Majalaya, Ciparay, hingga Dayeuh Kolot, yang mana daerah endapannya didominasi oleh lempung hitam. Sayangnya, lempung hitam bersifat lunak dan secara alami tidak tahan terhadap beban yang besar.

Meski demikian, lempung hitam bukan satu-satunya penyebab dari terjadinya penurunan tanah itu. Ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan tanah, di antaranya beban dan debit air tanah.

Badan Geologi mencatat adanya kawasan yang mempunyai endapan lempung hitam paling tebal, antara lain kawasan di antara Dayeuh Kolot-Ciparay, dan antara Rancaekek-Solokanjeruk-Cicalengka. “Sayangnya, dalam kawasan ini juga berdiri pemukiman padat penduduk dan kawasan industri yang berpotensi menimbulkan beban yang dapat menekan lapisan lempung hitam,” ujarnya.

3. Tidak ada dalam RPJMD

Muka Tanah Bandung Alami Penurunan, Pemkot Masih AcuhImam A. Sadisun, akademisi ITB yang mewakili Masyarakat Geologi Teknik Indonesia (IDN Times/Galih Persiana)

Di sisi lain, menurut Imam A. Sadisun, akademisi ITB yang mewakili Masyarakat Geologi Teknik Indonesia, berpendapat bahwa Kota Bandung dan Pemprov Jawa Barat belum memasukkan pendekatan geologi terkait penurunan muka tanah pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Hal itu bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang dan DKI Jakarta, yang mulai waspada terhadap ancaman penurunan muka tanah.

Untuk membangun sebuah sistem monitoring, kata Imam, pemerintah memerlukan duit sekitar Rp5-10 miliar. “Itu pun dengan sistem sederhana. Kalau dengan sistem kontrol jarak jauh, biayanya bisa mencapai Rp20 miliar per titik monitor,” katanya, di tempat dan waktu yang sama.

Jika berkaca pada Ibu Kota Jakarta, artinya Pemkot Bandung memerlukan duit sekitar Rp100 miliar untuk membangun sistem monitoring geologi. Pemerintah DKI Jakarta telah memasang sistem monitoring geologi itu di lima titik yang tersebar di titik tengah dan penjuru arah angin.

4. Jangan menunggu korban

Muka Tanah Bandung Alami Penurunan, Pemkot Masih AcuhMengenal Lebih Jauh Landsubsidence Bandung yang digelar di Museum Geologi, Kota Bandung, Jumat (13/12). (IDN Times/Galih Persiana)

Bisa jadi, abainya pemerintah terkait pentingnya isu penurunan muka tanah disebabkan karena belum muncul korban akibat peristiwa alam tersebut. Beda halnya dengan yang terjadi di Semarang, di mana beberapa titik telah terendam air karena ketinggian permukaan tanah mulai menurun.

Namun, di mata Rachmat Fajar Lubis, perwakilan Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia, menunggu timbulnya korban bukan pilihan yang bijak dalam urusan antisipasi terhadap bencana alam. Penurunan muka air memang tidak akan langsung memakan korban, namun bisa berdampak seperti halnya bencana alam gempa bumi.  

“Gempa saja, contohnya. Korban berjatuhan bukan karena gempanya, kan, tapi karena tertimbun bangunan. Hal yang sama bisa terjadi pada penurunan muka tanah, bila pemerintah daerah terus membiarkannya,” tutur dia.

Baca artikel menarik lainnya dengan mengunduh IDN Times App, di sini.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya