Ade Yasin dan Fenomena Korupsi Dinasti yang Kembali Terjadi

Ada sejumlah kasus korupsi yang menerpa satu keluarga

Jakarta, IDN Times - Sejumlah kasus korupsi yang menerpa keluarga kerap terjadi di Indonesia. Kasus rasuah dalam dinasti, paling baru dialami oleh Bupati Bogor nonaktif, Ade Yasin.

"Benar, tadi malam sampai (27/4/2022) pagi, KPK melakukan kegiatan tangkap tangan di wilayah Jawa Barat," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri.

Kabar tersebut membuat Gedung KPK Merah Putih, Jakarta Selatan 'diserbu' puluhan wartawan dari berbagai daerah. Mereka menunuggu kabar terbaru dari penangkapan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

1. Kronologi penangkapan Ade Yasin

Ade Yasin dan Fenomena Korupsi Dinasti yang Kembali TerjadiKonferensi pers OTT KPK terhadap Bupati Bogor, Ade Yasin (IDN Times/Aryodamar)

Usai ditangkap, KPK langsung membawa dan memeriksa Ade Yasin. Setelah 16 jam, sekitar pukul 02.00 WIB, Ade keluar dari ruang pemeriksaan KPK. Mengenakan rompi oranye tahanan KPK, Ade melangkah pelan sambil memegang secarik kertas untuk menutupi borgol yang mengikat tangannya.

"Berdasarkan keterangan dan bukti yang ada, kami menemukan tersangka sebagai pemberi (suap), AY (Bupati Bogor)," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers pada Kamis (28/4/2022).

Ada tiga orang selain Ade yang ditetapkan sebagai tersangka suap yakni MA (Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor), IA (Kasubdit Kas Daerah BPKAD Kabupaten Bogor), dan RT (Pejabat Pembuat Komitmen Dinas PUPR Kabupaten Bogor).

Selain itu, ada empat tersangka lain yang diduga menerima suap berlatarbelakang pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat. Mereka adalah ATM, AM, HNRK, dan DGTR.

"Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp1,024 Miliar yang terdiri dari uang tunai sebesar Rp570 juta dan yang ada pada rekening bank sekitar Rp454 juta," ujar Firli.

Firli mengungkapkan, Ade Yasin diduga menyuap senilai total Rp1,9 miliar kepada pegawai BPK Jawa Barat agar Kabupaten Bogor meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK untuk tahun anggaran 2021.

Kasus ini berawal ketika tersangka IA menyampaikan kepada Ade bahwa laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor buruk. Apabila diaudit, Kabupaten Bogor akan mendapat opini disclaimer.

"Selanjutnya, AY merespons dengan mengatakan 'diusahakan agar WTP'," ujar Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis (28/4/2022).

Firli mengatakan, sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan A dan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Maulana Adam diduga memberikan uang sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada Anthon Merdiansyah (ATM) selaku pegawai BPK Jawa Barat. Pemberian berlangsung di kawasan Bandung, Jawa Barat.

"ATM kemudian mengkondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan IA yang nantinya objek audit hanya untuk SKPD (satuan kerja perangkat daerah) tertentu," jelas Firli.

Audit dilakukan pada Februari-April 2022 dengan hasil rekomendasi di antaranya, tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan, dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.

Adapun temuan fakta tim audit ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda–Pakansari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai kontrak.

"Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada tim pemeriksa. Di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar Rp1,9 miliar," jelas Firli.

Baca Juga: Ade dan Rachmat Yasin Diduga Sekongkol Atur Hasil Audit BPK

Baca Juga: Tiru Abangnya Rahmat Yasin, Ade Yasin Jadi Tersangka Suap BPK Jabar

2. Ade Yasin sempat bantah terlibat korupsi

Ade Yasin dan Fenomena Korupsi Dinasti yang Kembali TerjadiBupati Bogor, Ade Yasin, usai tertangkap dalam OTT KPK (IDN Times/Aryo Damar)

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Ade Yasin dan tujuh orang lainnya langsung digiring ke rumah tahanan berbeda. Firli mengatakan, Ade akan mendekam di Rutan Polda Metro Jaya.

Dengan begitu, Ade harus mengubur niatnya berlebaran bersama keluarga di rumah. Sebab, ia ditahan lima hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah.

Sebelum masuk mobil tahanan, Ade sempat membantah bahwa dirinya terlibat korupsi. Ia merasa dipaksa untuk mempertanggungjawabkan inisiatif anak buahnya.

"Jadi Ini namanya IMB, inisiatif membawa bencana," ujar Ade.

KPK juga tidak diam dengan bantahan Ade Yasin. Ali Fikri menegaskan bahwa pihaknya telah memiliki bukti yang cukup ketika melakukan tangkap tangan dan menetapkan Ade sebagai tersangka.

Meski begitu, KPK tak mempermasalahkan Ade Yasin yang membantah terlibat suap. Sebab, hal itu adalah hak Ade sebagai tersangka dan kerap kali terjadi kepada para tersangka korupsi lainnya.

"Kami berharap kepada para tersangka dan pihak-pihak yang  nantinya dipanggil  KPK agar kooperatif menerangkan apa adanya di hadapan tim penyidik," jelas Ali.

3. Ada sejumlah kasus korupsi yang menerpa satu keluarga

Ade Yasin dan Fenomena Korupsi Dinasti yang Kembali TerjadiMantan Bupati Bogor periode 2008-2014 Rachmat Yasin (tengah) berjalan meninggalkan ruangan pemeriksaan usai ditetapkan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/8/2020). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp.

Ditangkapnya Ade Yasin mengulangi jejak sang kakak, Rachmat Yasin. Rachmat juga kena OTT KPK ketika menjabat sebagai Bupati Bogor.

Rachmat tertangkap tangan pada 7 Mei 2014 terkait pengurusan lahan di Puncak, Sentul. Selain Rachmat, KPK turut menangkap mantan petinggi Sentul City, Swe Tang, dan beberapa pihak lain.

Kasus korupsi berbeda yang dialami dalam satu keluarga tidak hanya dialami Rachmat dan Ade Yasin. Ada beberapa contoh kasus lain, yakni:

  1. Mantan Gubernur Banten, Ratu Atut dan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan
  2. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng dan Choel Mallarangeng
  3. Pengusaha, Anggoro dan Anggodo Widjojo, Billy dan Eddy Sindoro
  4. Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin dan Iskandar Perangin Angin

Baca Juga: Lagi, KPK Temukan Bukti Dugaan Suap Bupati Bogor Ade Yasin

Baca Juga: Bupati Bogor Ade Yasin Diduga Minta Anak Buah Manipulasi Data Keuangan

4. Korupsi yang berulang dinilai akibat hukuman koruptor tak bikin kapok

Ade Yasin dan Fenomena Korupsi Dinasti yang Kembali Terjadiilustrasi koruptor (IDN Times/Aryodamar)

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menilai, banyaknya kasus korupsi berulang dalam satu keluarga terjadi karena kurangnya efek jera bagi para koruptor. Ia menjelaskan, penjeraan itu berlaku bagi pelaku dan  masyarakat secara luas.

"Apakah hukuman pada koruptor memberikan efek jera? Jelas belum. Apa buktinya? Karena terus terjadi korupsi. Artinya, efek jera itu belum tercapai dalam penegakan hukum antikorupsi di Indonesia," ujar Zaenur kepada IDN Times.

Zaenur menilai, penjeraan terhadap koruptor belum berhasil karena penegakkan hukum terhadap kasus korupsi di Indonesia masih berorientasi pada penegakkan badan. Menurutnya, penegakkan korupsi di Indonesia sudah harus berorientasi pada pengembalian aset hasil kejahatan.

"Dalam kata lain, bahasa yang populer bahwa hukum pidana di Indonesia belum memiskinkan para pelaku tindak pidana korupsi (tipikor)," ujarnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Mei 2022 menyampaikan, setidaknya ada kerugian negara Rp62,9 triliun dari kasus korupsi yang terjadi sepanjang 2021. ICW menilai, KPK hanya berhasil memulihkan satu persen dari total kerugian negara.

KPK membantah data tersebut. Ali Fikri memaparkan, setidaknya pemulihan aset akibat korupsi yang telah dilakukan pada 2021 telah mencapai Rp416,9 miliar atau naik 41 persen dari tahun sebelumnya.

"Lalu, pada tahun 2022 berjalan, data per 31 Maret, mencapai Rp183 miliar," jelas Ali.

Baca Juga: Ketua KPK: Sungguh Prihatin, Bupati Bogor Kena OTT KPK Saat Ramadan

Baca Juga: Ketua KPK Bicara Jasa Megawati dalam Pemberantasan Korupsi di RI

5. Penegak hukum dinilai sudah harus fokus pada pemulihan aset dan pencucian uang hasil korupsi

Ade Yasin dan Fenomena Korupsi Dinasti yang Kembali TerjadiIlustrasi korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Zaenur menyarankan agar lembaga penegak hukum tidak hanya fokus pada korupsi saja, tetapi juga pengembangan aspek lain, seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pemulihan aset dan penggantian uang hasil korupsi. TPPU dinilai sama pentingnya agar keluarga koruptor tidak bisa menikmati hasil korupsi dan menambah efek jera pelaku.

"Dengan TPPU, bisa didalami hasil aset kejahatan itu didapat dari mana dan mengalir ke mana," ujar Zaenur.

Ali Fikri menjelaskan, KPK juga sudah menerapkan pasal TPPU ketika sebuah kasus korupsi terjadi. Senada dengan Zaenur, ia menilai penerapan pasal TPPU penting untuk mengoptimalkan hasil korupsi.

"KPK mencatat telah menangani sejumlah 44 perkara (TPPU)," ujar Ali.

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya