Azis Syamsuddin-Fahri Hamzah Diduga Titip Perusahaan di Proyek Benur

Nama Azis dan Fahri disebut di sidang korupsi Edhy Prabowo

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mengecek dugaan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang diduga ikut menitip perusahaannya dalam proyek benur atau benih bening lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada saat Edhy Prabowo masih menjabat sebagai menteri.

"Analisa diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan apakah keterangan saksi tersebut ada saling keterkaitan dengan alat bukti lain, sehingga membentuk fakta hukum untuk dikembangkan lebih lanjut," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/6/2021).

1. Fakta yang terungkap dalam persidangan akan dianalisa oleh jaksa KPK

Azis Syamsuddin-Fahri Hamzah Diduga Titip Perusahaan di Proyek BenurPlt Jubir Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri (Dok. Humas KPK)

Ali menjelaskan bahwa fakta yang terungkap di dalam persidangan itu sudah tercatat dan terekam. Selanjutnya hal itu akan dianalisa tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam surat tuntutannya.

"Prinsipnya, tentu sejauh jika ada kecukupan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup, kami pastikan perkara ini akan dikembangkan dengan menetapkan pihak lain sebagai tersangka," tegas Ali.

Baca Juga: KPK Cek Peran Azis Syamsuddin Jadi Mak Comblang Penyidik dan Syahrial 

2. Nama Fahri Hamzah dan Azis Syamsuddin disebut dalam sidang kasus benur

Azis Syamsuddin-Fahri Hamzah Diduga Titip Perusahaan di Proyek BenurANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Nama Azis dan Fahri muncul dalam sidang kasus dugaan korupsi izin ekspor benur yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Keduanya diduga menitipkan perusahaan yang berminat ikut budidaya lobster.

Hal itu terungkap saat JPU KPK menampilkan percakapan elektronik antara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan staf khususnya, Safri. Pada percakapan itu, Edhy menggunakan nama kontak BEP.

3. Edhy Prabowo didakwa terima suap Rp24,6 miliar dan 77 ribu dolar AS

Azis Syamsuddin-Fahri Hamzah Diduga Titip Perusahaan di Proyek BenurMantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp24,6 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat. Uang tersebut didapatkannya melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, Suharjito, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Ainul adalah Staf Istri Edhy, Iis Rosita Dewi. Lalu, Andreau merupakan Staf Khusus Edhy, dan Amiril merupakan Sekretaris Pribadi mantan politikus Partai Gerindra itu. Suharjito adalah Direktur Utama PT DPPP dan Siswadhi Pranoto Loe adalah Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) yang didakwa memberi suap.

Dalam dakwaannya, Jaksa mengatakan pemberian suap itu agar perusahaan milik Suharjito dimuluskan untuk melakukan izin pengelolaan dan budi daya lobster dan ekspor benur dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia. 

"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar Jaksa.

Setelah Edhy menerima uang dari para pengekspor benur tersebut, selanjutnya uang digunakan untuk membeli tanah, membayar sewa apartemen, membeli mobil, jam tangan, sepeda, merenovasi rumah, pembayaran bisnis buah-buahan, pembelian barang di Amerika Serikat serta memberikan uang ke berbagai pihak seperti sekretaris pribadi, staf ahli, penyanyi dangdut, pesilat, dan pihak lainnya.

Ia didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ia pun terancam penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Baca Juga: Daftar Belanja dan Aliran Dana Dugaan Suap Ekspor Benur Edhy Prabowo

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya