Edhy Prabowo Berharap Divonis Bebas dalam Kasus Korupsi Benur

"Saya harap majelis hakim bisa membebaskan saya," kata Edhy

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berharap dapat divonis bebas dari dakwaannya. Saat ini ia tengah menjadi pesakitan dalam kasus dugaan korupsi ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

"Saya berharap dari hasil kesaksian 70 lebih yang dihadirkan di sini saya berharap majelis hakim tuntutan maupun putusan bisa membebaskan saya," kata Edhy di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Rabu (16/6/2021).

1. Edhy Prabowo janji tak lari dari tanggung jawab

Edhy Prabowo Berharap Divonis Bebas dalam Kasus Korupsi BenurMantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (IDN Times/Aryodamar)

Mantan politikus Partai Gerindra itu telah mendekam di dalam tahanan sekitar 6,5 bulan. Ia mengaku tak akan kabur dan menjalani itu semua sebagai bentuk tanggung jawab moral. 

"Saya jalani sebagai tanggung jawab moral saya terhadap sebagai seorang menteri, sebagai seorang pemimpin di tempat ini," ujarnya.

2. Edhy Prabowo sebut sejumlah tugas berat selama jadi menteri

Edhy Prabowo Berharap Divonis Bebas dalam Kasus Korupsi BenurMantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Edhy merasa telah banyak berjasa untuk negara saat menjabat menjadi menteri. Menurutnya, tugas-tugas penting selama ia menjabat sebagai menteri harus dipertimbangkan majelis hakim dalam membuat putusan 

"(Tugas pertama) membangun komunikasi dengan nelayan, pembudidaya ikan, petambak, dan seluruh stakeholder perikanan. Kedua adalah membangun sektor perikanan budi daya," ujar Edhy. 

"Anda lihat selama satu tahun pertama komunikasi kami dengan stakeholder bisa dicek langsung ke mereka," tambahnya Edhy.

3. Edhy Prabowo didakwa terima suap Rp24,6 miliar

Edhy Prabowo Berharap Divonis Bebas dalam Kasus Korupsi BenurMantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo bersiap menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (14/12/2020) (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp24,6 miliar dan 77 ribu dolar Amerika Serikat. Uang tersebut didapatkannya melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, Suharjito, dan Siswadhi Pranoto Loe. 

Ainul adalah Staf Istri Edhy, Iis Rosita Dewi. Lalu, Andreau merupakan Staf Khusus Edhy, dan Amiril merupakan Sekretaris Pribadi mantan politikus Partai Gerindra itu. Suharjito adalah Direktur Utama PT DPPP dan Siswadhi Pranoto Loe adalah Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) yang didakwa memberi suap. 

Dalam dakwaannya, Jaksa mengatakan pemberian suap itu agar perusahaan milik Suharjito dimuluskan untuk melakukan izin pengelolaan dan budi daya lobster dan ekspor benur dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor: 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia.  

"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar Jaksa. 

Setelah Edhy menerima uang dari para pengekspor benur tersebut, selanjutnya uang digunakan untuk membeli tanah, membayar sewa apartemen, membeli mobil, jam tangan, sepeda, merenovasi rumah, pembayaran bisnis buah-buahan, pembelian barang di Amerika Serikat serta memberikan uang ke berbagai pihak seperti sekretaris pribadi, staf ahli, penyanyi dangdut, pesilat, dan pihak lainnya. 

Ia didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. 

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ia pun terancam penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya