Eks Penyidik KPK Akui Berencana Buat Safe House Buat Transaksi Suap
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin, mengakui membuat safe house sebagai tempat bertemu dengan advokat Maskur Husain yang saat ini juga menjadi terdakwa kasus suap pengurusan perkara. Di dalam rumah tersebut, juga dilakukan transaksi suap dan tempat nongkrong.
"Pada saat itu, karena saya dan Maskur bersepakat menyewa tempat nongkrong. Sebab, pak Maskur di Bintaro, saya di Depok," kata Robin di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (22/11/2021).
1. Rencana buat safe house batal
Jaksa KPK kemudian menanyakan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menyebut Robin meminta Rizky Cinde mencari tempat di Jakarta Barat untuk pertemuan dengan Maskur dan Agus Susanto terkait penyerahan uang. Hal itu dibenarkan oleh Robin, lalu jaksa menanyakan uang apa yang dimaksud di dalam BAP itu.
"Uang yang datang berurusan ke Maskur terkait perkara. Safe house itu baru rencana karena tidak terjadi," kata Robin.
Baca Juga: KPK: Indonesia Masih Terpuruk karena Korupsi
2. AKP Robin disebut juga pakai rekening lain untuk suap
Editor’s picks
Selain mencari safe house, Robin juga mengakui dakwaan yang menyebutkannya menggunakan rekening lain untuk transaksi korupsi. Rekening tersebut merupakan milik Riefka Amalia selaku adik dari teman wanita Robin yakni Rizky Cinde.
Kartu ATM tersebut dipegang Robin dan Riefka sehingga bisa diakses lewat layanan mobile banking.
3. Robin disebut menerima suap Rp11 M dan 36 ribu dolar AS
Dalam kasus ini, Robin didakwa menerima suap Rp11.025.077.000 dan 36 ribu dolar Amerika Serikat untuk membantu penanganan perkara di KPK. Suap itu diterima terkait perkara yang tengah ditangani KPK.
Uang itu disebut berasal dari lima orang, yakni mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin dan kader Partai Golkar Aliza Gunado senilai Rp1.695.000.000 dan 36 ribu dolar AS, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna senilai Rp507.390.000, Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi senilai Rp525.000.000, dan dari Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari senilai Rp5.197.800.000.
Atas perbuatannya, Stepanus Robin diancam pidana dalam Pasal Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: KPK Temukan Bukti Dugaan Korupsi di Rumah Sekda Hulu Sungai Utara