Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?

Firli Bahuri diminta mundur sebagai Ketua KPK

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak. Hulunya, ketika ia mengumumkan ada 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka peralihan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Firli saat itu tak mengungkap siapa saja pegawai KPK yang masuk dalam 75 nama tersebut. Namun, diduga Penyidik Senior Novel Baswedan hingga Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo masuk ke dalam daftar nama tersebut.

1. Tes Wawasan Kebangsaan dinilai jadi sarana singkirkan pegawai KPK

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (IDN Times/Aryodamar)

Yudi menilai TWK menjadi sarana menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas dan profesional. Menurutnya, tes yang menjadi bagian dari peralihan status pegawai KPK menjadi ASN hanya akan melemahkan.

"TWK tidak bisa dilepaskan dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK. Hal tersebut mengingat tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional, serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK," kata Yudi dalam keterangannya yang dikutip IDN Times, Kamis (6/5/2021).

"Bahwa TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis," tambahnya.

Yudi juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 terkait pengujian UU KPK hasil revisi. Pada halaman 340 dalam putusan disebutkan bahwa peralihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk menjadi ASN dengan alasan apa pun.

Menurutnya, pimpinan KPK sebagai harus menjalankan putusan MK secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru untuk peralihan yang menyebabkan kerugian hak pegawai KPK.

"Pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks institusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya. Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak," kata Yudi.

Baca Juga: Kerap Buat Kontroversi, Ketua KPK Firli Bahuri Dinilai Harus Mundur

2. Sejumlah pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan menuai kontroversi

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Twitter/AdheiMassardi

Polemik belum reda, beberapa hari setelahnya, sejumlah pihak mengutarakan adanya pertanyaan kontroversial saat tes wawasan kebangsaan. Salah satu yang mengutarakannya adalah staf Humas KPK, Tata Khoiriyah.

Kepada IDN Times, Tata mengikuti TWK pada 9 Maret 2021 di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Saat tes, ia diminta meninggalkan semua barang, termasuk jam tangan dan hanya diizinkan membawa alat tulis kartu peserta tes.

Ada berbagai tes yang diikuti olehnya. Pertama adalah tiga modul seputar pertanyaan setuju atau tidak, hingga pertanyaan dengan jawaban skala 1-5.

"Kurang lebih itu yang saya ingat. Jumlah soal mungkin mencapai 200-an," jelasnya.

Kemudian, ia menjelaskan beberapa pertanyaan yang diajukan saat tes, seperti:

  1. Semua orang Tiongkok sama saja. Setuju atau tidak?
  2. Agama adalah hasil pemikiran manusia. Setuju atau tidak?
  3. Kulit berwarna tak pantas jadi atasan kulit putih. Setuju atau tidak?
  4. UU ITE dapat mengancam kebebasan berpendapat. Setuju atau tidak?

Pertanyaan kontroversial TWK tak berhenti sampai di situ. Tata mengungkapkan pada 17 Maret, ia mendapat e-mail untuk mengikuti tes wawancara oleh BKN pada 25 Maret 2021 pukul 13.00 WIB selama satu jam. Ada sejumlah hal yang ditanya seperti:

  1. Apakah mengucapkan hari raya agama lain? Kalau diminta datang ke acara agama lain bagaimana?
  2. Kalau ada eks tahanan politik duduk di jabatan strategis bagaimana?
  3. Apa sudah menikah? 
  4. Pacaran berapa kali? Kalau pacaran ngapain saja?

Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengkritik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam TWK. Melalui akun Twitternya, Febri mengungkapkan ada empat pertanyaan yang dinilai kurang pantas seperti kenapa belum menikah, bersedia jadi istri kedua atau tidak, masih berhasrat atau tidak, hingga aktivitas saat pacaran seperti apa.

"Kalau benar pertanyaan itu diajukan pewawancara pada pegawai KPK saat tes wawasan kebangsaan, sungguh saya kehabisan kata-kata dan bingung apa sebenarnya yang dituju dan apa makna wawasan kebangsaan. Semoga ada penjelasan yang lengkap dari KPK, BKN atau Kemenpan tentang hal ini," ujarnya.

Pelaksana Tugas Juru (Plt) Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membantah pihaknya terlibat dalam penyelenggaraan TWK. Ia menegaskan TWK diselenggarakan oleh BKN.

"Seperti dijelaskan sebelumnya, assesment tes wawasan kebangsaan ini diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN)," ujar Ali dalam keterangannya.

Ali menjelaskan, BKN melibatkan sejumlah instansi lain dalam melaksanakan tes wawasan kebangsaan. Instansi tersebut adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BAIS-TNI), Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat (Pusintel TNI AD), Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat (DISPSIAD), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). 

"Semua alat tes berupa soal dan materi wawancara disusun oleh BKN bersama lembaga-lembaga tersebut. Sebelum melaksanakan wawancara telah dilakukan penyamaan persepsi dengan pewawancara dari beberapa lembaga tersebut," jelasnya.

3. Sebanyak 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan dinonaktifkan

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Beberapa hari setelah mengumumkan ada 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan, Firli menandatangi Surat Keputusan No 652 tahun 2021. Terdapat empat butir perintah yang terdapat dalam SK tersebut.

Salah satunya adalah meminta 75 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan untuk menyerahkan tugasnya kepasa atasan langsung alias dinonaktifkan. Berikut isi SK yang ditandatangani Firli:

  1. Menetapkan nama-nama pegawai tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.
  2. Memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu, agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
  3. Menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
  4. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Baca Juga: Novel Baswedan Laporkan Anggota Dewas KPK Terkait Pernyataan TWK

4. Penonaktifan 75 pegawai KPK dinilai bakal menghambat penangan kasus korupsi

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Ilustrasi KPK (IDN Times/Mardya Shakti)

Keluarnya SK ini menuai kritikan sejumlah pihak. Indonesia Corruption Watch (ICW) curiga alasan di balik penonaktifan 75 pegawai KPK untuk menghentikan perkara besar. Sebab, di antara pegawai itu terdapat penyelidik dan penyidik yang sedang menangani perkara besar.

Kasus besar KPK yang dimaksud mulai dari korupsi bansos COVID-19, suap benih lobster, Nurhadi, skandal pajak, dan e-KTP. ICW pun meminta Firli segera menganulir keputusannya.

Kurnia menyakini penonaktifan 75 pegawai KPK itu akan membuat penanganan perkara besar akan berjalan lambat, bahkan dihentikan.

"Jika tidak, maka dapat dipastikan Ketua KPK sejak awal memang ingin menghambat penanganan perkara besar yang telah diusut oleh para penyelidik maupun penyidik lembaga antirasuah," jelasnya.

Tak hanya ICW, sebanyak 74 profesor dari berbagai universitas yang mengatasnamakan Guru Besar Antikorupsi turut angkat bicara mengenai polemik penonaktifan 75 pegawai KPK. Menurut mereka, langkah tersebut merupakan salah satu bentuk pelemahan KPK sehingga perlu dibatalkan.

"KPK merupakan salah satu mandat reformasi yang menginginkan Indonesia bebas dari belenggu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk itu, segala bentuk pelemahan terhadap KPK, salah satunya adalah pemberhentian 75 pegawai yang disebutkan di atas tidak dapat dibenarkan dan mesti ditolak," ujar para Guru Besar Antikorupsi dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Senin (17/5/2021).

Para guru besar menilai bahwa TWK tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Selain itu, aturan tersebut juga tak terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2020 sebagai syarat alih status pegawai KPK.

"Bahkan, Mahkamah Konstitusi menegaskan dalam putusan uji materi UU KPK bahwa proses alih status kepegawaian gak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK," ujar para Guru Besar.

"Namun, aturan itu ternyata telah diabaikan begitu saja oleh pimpinan KPK dengan memasukkan secara paksa konsep TWK ke dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021" tambahnya.

5. Penanganan kasus dugaan korupsi Bupati Nganjuk diserahkan ke Polri, disebut imbas 75 pegawai KPK dinonaktifkan

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Novi Rahman Hidayat. (facebook.com/Mas Novi Bupati)

Di tengah polemik, KPK tetap melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Ironinya, OTT itu dipimpin oleh pegawai yang dianggap tak punya wawasan kebangsaan karena tak lolos TWK. 

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Giri Suprapdiono, mengatakan OTT Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat dipimpin penyelidik KPK Harun Al Rasyid pada 9 Mei 2021. Namun, karena saat itu Harun telah dinonaktifkan, kasus tersebut diserahkan pimpinan KPK diserahkan kepada Bareskrim Polri.

"Bayangkan, sudah ada SK disuruh melepaskan tugas dan tanggung jawab, dia (Harun) melakukan OTT karena belum tahu, SK ini baru kita terima 11 Mei 2021," kata Giri dalam diskusi yang disiarkan YouTube Mardani Ali Sera.

Namun, Ali Fikri membantah hal tersebut. Pihaknya menilai hal tersebut adalah opini keliru yang sengaja dibangun.

"Kami menyayangkan ada pihak-pihak yang sengaja membangun opini keliru bahwa kasus Nganjuk dilanjutkan Bareskrim karena adanya polemik tes wawasan kebangsaan ini," jelas Ali dalam keterangan yang dikutip pada Minggu (23/5/2021).

Ali mengklaim penanganan kasus korupsi oleh KPK tak terganggu, meski ada 75 pegawai yang dinonaktifkan. KPK menurutnya tetap berkomitmen melakukan kerja yang terbaik dalam upaya pemberantasan korupsi. 

"KPK berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang sengaja mengaitkan penanganan perkara dengan polemik tes wawasan kebangsaan," jelasnya.

6. Jokowi minta nasib Novel Baswedan cs dipikirkan dan gak dipecat

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/2/2020) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Presiden Joko "Jokowi" Widodo akhirnya angkat bicara mengenai polemik penonaktifan 75 pegawai KPK tersebut. Jokowi meminta pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk kembali merancang tindak lanjut terkait nasib 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Jokowi tidak ingin tes tersebut justru memberhentikan 75 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan sebagai penyidik senior.

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," tegas Jokowi.

Jokowi menyampaikan, KPK harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang terbaik dan berkomitmen tinggi terhadap upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, dia meminta agar pengalihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.

"Kalau dianggap ada kekurangan saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki, melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu dilakukan segera langkah-langkah perbaikan di level individual maupun organsisasi," tutur Jokowi.

Secara terpisah, Firli mengamini permintaan Jokowi itu. Ia mengaku bakal segera berkoordinasi dengan pihak terkait dan menegaskan tak ada yang dipecat karena tak lolos TWK.

Baca Juga: Staf KPK yang Pernah Periksa Kode Etik Firli Bahuri Tak Lulus Jadi ASN

7. Seharusnya Firli anulir penonaktifan pegawai KPK yang tak lolos TWK

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Firli Bahuri. (IDN Times/Aryodamar)

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai Firli sudah salah langkah sejak awal. Sebab, seharusnya 75 pegawai KPK itu sudah diaktifkan kembali.

"Harus diaktifkan langsung sejak pak Jokowi ngomong itu. Karena dasarnya pak Jokowi (bicara itu) putusan Mahkamah Konstitusi, pertimbangannya kan gak boleh merugikan. Artinya itu hanya diubah yang pegawai yang tidak pernah melanggar hukum gak punya cacat segala macam itu sah pegawai KPK dan tiggal dijadikan ASN dengan masa kerja ASN sejak mereka masuk, bukan ASN sejak ditetapkan 2021," kata Boyamin.

Menurut Boyamin, penonaktifan pegawai KPK karena tak lolos TWK sama saja dengan mengizinkan untuk korupsi. Sebab, mereka digaji tapi tak bekerja.

"Kan ini sama saja makan gaji buta malah korupsi. Yang melakukan korupsi siapa? Yang menonaktifkan," ujar Boyamin kepada IDN Times.

8. Pimpinan KPK harus minta maaf pada 75 pegawai yang dinonaktifkan

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?(Pimpinan KPK bertemu dengan pimpinan MPR) ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Menurut Boyamin, pimpinan KPK tak bisa hanya memulihkan status pegawai yang dinonaktifkan saja. Sebab, ia yakin 75 pegawai yang dinonaktifkan itu terluka karena sebelumnya merasa dianaktirikan oleh pimpinan. 

"Meskipun saya yakin mereka profesional, mereka akan menunjukkan kinerja yang lebih hebat, karena mereka profesional dan punya integritas. Tapi memulihkan luka kan butuh waktu sebulan sampai enam bulan," ujarnya.

Untuk mengobati luka tersebut, kata Boyamin, pimpinan KPK harus menginisiasi permintaan maaf secepatnya kepada Novel dan 74 pegawai yang dinonaktifkan. Permintaan maaf itu harus segera disampaikan sebelum semakin menimbulkan kecurigaan.

"Harus ada titik kompromi kalau saya menyarankan. jadi, gak ada menang kalah, mereka bertemu, pimpinan yang insiatif, bicara dari hati ke hati, tertutup, dan kemudian karena ini masih Lebaran ya saling memaafkan, itu harus secepatnya," jelasnya.

9. Firli dinilai harus mundur sebagai Ketua KPK

Kontroversi Tes Wawasan Kebangsaan, Benarkah Upaya Pelemahan KPK?Ketua KPK Firli Bahuri (IDN Times/Aryodamar)

Kontroversi Firli Bahuri semenjak jadi pimpinan KPK bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, ia sempat menuai kontroversi dengan naik helikopter dari Palembang menuju kota kelahirannya di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Perjalanannya itu kemudian menjadi sorotan karena menggunakan helikopter Eurocopte tipe EC 130 T2. 

Karena itu, Boyamin menyarankan agar Firli mundur dari posisinya sebagai Ketua KPK.

"Demi kebaikan KPK dan pemberantasan korupsi, maka pak Firli (harus) mundur dari ketua KPK," ujar Boyamin kepada IDN Times, Minggu (23/5/2021).

"Ketuanya diganti empat pimpinan lain yang ditunjuk DPR," tambahnya.

Baca Juga: Meski Banyak Masalah, Firli Bahuri Sebut KPK Tak Dilemahkan Siapapun

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya