KPK Masih Cari Kerugian Negara dari Kasus Pembelian LNG Pertamina
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mencari kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pembelian gas alam cari atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, membantah adanya kendala sehingga para tersangka belum ditahan.
"Bukan kendala tapi perlu waktu untuk firm menemukaan kerugian negara," ujar Karyoto seperti dikutip dari YouTube KPK, Jumat (2/12/2022).
Baca Juga: Naik Mulai 1 Desember 2022, Cek Daftar Harga BBM Nonsubsidi Pertamina!
1. KPK masih akan bahas penahanan tersangka korupsi LNG Pertamina
Terkait penahanan para tersangka, KPK masih akan melakukan pembahasan. Pembahasan akan memutus cukup atau tidaknya penyidikan untuk menahan para tersangka.
"Kami akan bertemu dalam waktu dekat kira-kira cukup enggak untuk lakukan upaya paksa, kalau jadi kita akan lakukan upaya paksa," kata Karyoto.
Baca Juga: KPK Didesak Segera Tahan Tersangka Korupsi LNG Pertamina, Kenapa?
2. Empat orang sudah dicegah ke luar negeri, termasuk eks Dirut Pertamina Karen Agustiawn
Editor’s picks
Seperti diketahui, KPK telah mencegah empat orang ke luar negeri dalam kasus ini. Salah satunya adalah mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa pencegahan ini dilakukan demi kepentingan penyidikan dugaan korupsi. Pencegahan ini berlaku hingga 8 Desember 2022.
Baca Juga: Dugaan Korupsi LNG di Pertamina, 4 Orang Dicegah ke Luar Negeri
3. Kasus ini diduga merugikan negara Rp2 triliun
KPK sejauh ini telah menemukan sejumlah bukti terkait berupa dokumen. Hingga saat ini pengumpulan bukti dan keterangan masih dilakukan KPK
"Pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik terus dilakukan dengan mengagendakan pemanggilan saksi-saksi untuk membuat terang dugaan korupsi dimaksud," ujarnya Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali Fikri.
Kasus ini awalnya diusut Kejaksaan Agung. Namun, KPK melakukan koordinasi untuk mengambil alih yang diduga merugikan negara Rp 2 triliun ini.