OTT KPK Rahmat Effendi, 'Tradisi' Korupsi di Kota Bekasi Berlanjut

Korupsi Rahmat Effendi berdampak pada masyarakat Kota Bekasi

Jakarta, IDN Times - Publik dikejutkan dengan kabar penangkapan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi pada Rabu, 5 Januari 2022. Kabar itu menjadi nyata setelah pria yang akrab disapa Bang Pepen itu tiba di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 22.50 WIB.

Pepen turun dari mobil seorang diri dengan penjagaan polisi dan tim KPK. Politikus Partai Golkar itu datang memakai rompi biru berjalan pelan dan tertunduk lesu masuk ke Gedung Merah Putih KPK. Tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya hingga masuk ke dalam.

Keesokan harinya, rompi biru yang dikenakan Pepen telah berganti jadi rompi oranye bertuliskan 'Tersangka KPK'. Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers pasca-OTT menyebutkan adanya uang senilai Rp5 miliar dari Rp5,7 miliar yang disita KPK saat penangkapan. Sebanyak Rp3 miliar dalam bentuk uang tunai dan Rp2 miliar berada dalam sebuah rekening bank.

1. Rahmat Effendi disangkakan korupsi pengadaan barang dan jasa, kasus korupsi terbanyak kedua di Indonesia

OTT KPK Rahmat Effendi, 'Tradisi' Korupsi di Kota Bekasi BerlanjutTumpukan uang bukti dugaan korupsi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi senilai Rp3 miliar (dok. Humas KPK)

Rahmat Effendi disangkakan melakukan dugaan korupsi lelang jabatan serta pengadaan barang dan jasa (PBJ). Tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa memang menjadi salah satu jenis rasuah yang kerap terjadi di Indonesia.

Berdasarkan data statistik yang dirilis KPK, terdapat 266 perkara korupsi pengadaan barang dan jasa sejak KPK berdiri pada 2004 hingga akhir 2021. Angka tersebut hanya kalah dari jenis perkara korupsi penyuapan yang berjumlah 775 kasus.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman mengatakan bahwa salah satu pemicu banyaknya korupsi PBJ adalah masih banyaknya celah yang memungkinkan terjadinya korupsi. Celah itu bisa muncul mulai dari PBJ itu direncanakan hingga dilaksanakan.

"Problemnya adalah pengawasannya sangat lemah. Selama ini pengawasan itu mandul dan gak berjalan efektif. Seperti tadi saya bilang, dalam PBJ pengawasan itu menjadi area yang rawan korupsi. Banyak kasus di daerah bahkan DPRD malah minta jatah atas paket-paket PBJ," ujarnya kepada IDN Times.

Baca Juga: Wali Kota Rahmat Effendi Diduga Terima Potongan Dana ASN Bekasi

2. Korupsi pengadaan barang dan jasa kerap dilakukan kepala daerah karena modal politik besar

OTT KPK Rahmat Effendi, 'Tradisi' Korupsi di Kota Bekasi BerlanjutTumpukan uang bukti dugaan korupsi Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi senilai Rp3 miliar (dok. Humas KPK)

Zaenur Rohman berpendapat bahwa korupsi pengadaan barang dan jasa itu kerap dilakukan penyelenggara negara termasuk kepala daerah karena mereka ingin mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. Sebab, untuk menempati posisi tertentu ada modal uang besar yang harus dikeluarkan seperti untuk membayar mahar, kampanye, hingga membeli suara pemilih.

"Maka, yang harus diperbaiki adalah sistem politiknya, mendemokratisasi internal partai politik, nominasi calon itu gak berdasarkan uang tapi kaderisasi, ada pemilu internal di Parpol untuk penominasian, gak mudah ambil orang eksternal hanya karena punya modal dan sebagainya," jelasnya.

Tak hanya itu, perbaikan sistem juga bisa dilakukan dengan mengubah UU tentang partai dan pemilu, memperbaiki sistem pendanaan partai, kaderisasi, dan internal partai, hingga penegakan kode etik.

3. Anggaran penanganan banjir diduga dikorupsi, berdampak pada warga di bekasi

OTT KPK Rahmat Effendi, 'Tradisi' Korupsi di Kota Bekasi BerlanjutKawasan Perumahan Duta Kranji, Bekasi Barat, Jawa Barat. (IDN Times/Aryodamar)

Dalam konstruksi perkara, Firli menjelaskan bahwa kasus Rahmat Effendi terkait nilai anggaran belanja modal ganti rugi tanah senilai Rp286,5 miliar dalam penetapan APBD Perubahan 2021. Ganti rugi yang dimaksud antara lain untuk pembebasan lahan sekolah di Rawa Lumbu (Rp21, 8 miliar), pembebasan lahan polder di Kranji (Rp21,8 miliar), dan kelanjutan proyek gedung teknis (Rp15 miliar).

KPK melalui Plt Juru Bicara bidang Penindakan, Ali Fikri, mengatakan pihaknya masih terus mendalami dugaan adanya intervensi Rahmat Effendi dalam pemilihan lokasi dan ganti rugi tanah untuk pembangunan polder air. Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi dan pihak swasta Lai Bui Min alias Anen yang berstatus sebagai tersangka pun diperiksa mengenai hal ini.

IDN Times pun mencoba menelusuri kawasan Kranji untuk mencari lahan yang rencananya akan diganti rugi untuk pembangunan polder air. Anto (bukan nama sebenarnya) yang ditemui di kawasan Perumahan Duta Kranji, Bekasi Barat, membenarkan bahwa di perumahan tersebut ada rencana pembuatan polder. Namun, hal itu urung terlaksana hingga saat ini.

"Oh iya di sini memang sering banjir. Itu katanya di dekat kali Kranji yang di bawah rel mau dibangun penampungan air gitu supaya gak banjir, tapi lagi kasus," ujarnya.

Setelah ditelusuri, IDN Times menemukan lokasi yang dimaksud Anto. Di lokasi tersebut ada terowongan yang berada di bawah rel kereta, tempat orang maupun kendaraan berlalu-lalang. Baik di tepi kiri maupun kanan ada pedagang kaki lima yang menjual aneka barang.

"Di sini memang rawan banjir. Kalau hujan lama sekitar lima jam gitu, pasti kita sudah angkutin dagangan ke atas, pasti banjir," ujar seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.

Di balik lapak PKL tersebut, ada lahan sawah membentang luas. Sebagian lahan di sawah itu rencananya akan dibangun polder air.

Plt Wali Kota Bekasi, Tri Ardhianto, mengatakan bahwa Pemkot Bekasi akan mendiskusikan kelanjutan pembuatan polder baik di Rawalumbu maupun di Kranji. Sebab, pembebasan lahan ini terseret dugaan kasus korupsi koleganya.

"(masalah) lahannya nanti diselesaikan dulu. Tapi konsep dasarnya ini kan merupakan bagian terintegrasi gak dari penanganan daerah aliran sungai yang ada. Kita kan punya daerah aliran sungai itu kan banyak yang bermasalah. Ini yang kita lihat nanti, sepanjang dinyatakan boleh dan anggaran pembangunannya ada, ya kita memberikan jawaban kepada masyarakat," jelas Tri kepada wartawan pada Senin, 10 Januari 2022 lalu.

Baca Juga: KPK Tak Ingin Keluarga Campuri Politik di Kasus Korupsi Rahmat Effendi

4. Rahmat Effendi bukan kepala daerah pertama di Bekasi yang terjerat kasus korupsi

OTT KPK Rahmat Effendi, 'Tradisi' Korupsi di Kota Bekasi BerlanjutWali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan 8 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada Kamis (6/1/2022). (IDN Times/Aryodamar)

Meski jadi kepala daerah pertama yang kena OTT pada 2022, Rahmat bukanlah yang pertama di Bekasi yang terjerat korupsi. Wali kota sebelumnya, Mochtar Mohammad lebih dulu ditangkap dan dipenjara dalam kasus korupsi.

Diketahui, Rahmat Effendi menjabat sebagai Wali Kota Bekasi sejak 3 Mei 2012 menggantikan Mochtar Mohamad yang tersandung masalah korupsi. Ia lalu terpilih kembali dalam pilkada dan menjadi wali kota periode 2013–2018 dan periode 2018–2022.

Dirangkum dari berbagai sumber, Mochtar Mohammad terjerat sejumlah kasus korupsi yakni suap Piala Adipura 2010, penyalahgunaan APBD Kota Bekasi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga anggaran konsumsi yang merugikan negara hingga Rp5,5 miliar.

Eks kader PDI Perjuangan itu sempat divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Padahal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya 12 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Meski demikian, Mahkamah Agung memvonisnya selama enam tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan korupsi. Mochtar sudah bebas dari LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sejak 2015.

KPK mengaku prihatin karena korupsi di Bekasi tak terjadi kali ini saja. Firli menilai penindakan yang dilakukan KPK belum cukup karena harus dibarengi dengan pencegahan dan pendidikan antikorupsi.

"Boleh saja kita hari ini melakukan penangkapan, tapi besok kita turunkan deputi pencegahan untuk perbaikan sistem agar tak terjadi lagi kasus korupsi," jelas Firli saat konferensi pers penetapan Rahmat Effendi menjadi tersangka.

"Ini jadi tantangan kita bersama untuk diselesaikan agar tidak terulang, tidak terjadi kasus korupsi," imbuhnya.

Baca Juga: Dituding Membunuh Karakter Rahmat Effendi, KPK: OTT Tidak Pandang Bulu

5. KPK tetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Rahmat Effendi

OTT KPK Rahmat Effendi, 'Tradisi' Korupsi di Kota Bekasi BerlanjutWali Kota Bekasi Rahmat Effendi dan 8 orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada Kamis (6/1/2022). (IDN Times/Aryodamar)

Diketahui, Rahmat Effendi terjaring OTT KPK di rumahnya pada Rabu, 5 Januari 2022. Selain korupsi pengadaan barang dan jasa, wali kota dua periode ini juga disangkakan korupsi lelang jabatan di wilayahnya.

Firli Bahuri menyebut ada uang Rp5,7 miliar terkait OTT Rahmat Effendi. Sebanyak Rp3 miliar dalam bentuk uang tunai, sementara Rp2 miliar ada di sebuah rekening bank. Adapun sisanya diduga telah dinikmati Rahmat.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka yang terdiri dari pemberi dan penerima suap. Berikut adalah daftarnya:

Sebagai pemberi:

Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo);
Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta;
Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa);
Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.

Sebagai penerima:

Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi;
M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi;
Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari;
Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna;
Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.

Para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau 11 atau Pasal 12 m dan Pasal 12 B UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, para pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya