Pemerintah dan DPR Disebut Berperan 'Menghabisi' KPK dengan Revisi UU

Suramnya KPK era Firli Bahuri dinilai semakin lengkap

Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kabar ada sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes kebangsaan Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah dirancang sejak awal. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, hal ini merupakan episode terakhir untuk menghabisi dan membunuh lembaga antirasuah.

"Betapa tidak, sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu telah terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru, ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan," ujar Kurnia dalam keterangannya yang dikutip Rabu (5/5/2021).

Baca Juga: Puluhan Pegawai KPK Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan untuk Jadi ASN

1. Kondisi carut-marut KPK tak bisa dilepaskan dari peran Jokowi dan DPR

Pemerintah dan DPR Disebut Berperan 'Menghabisi' KPK dengan Revisi UUPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Menurut Kurnia, episode akhir 'pembunuhan' lembaga antirasuah itu terjadi berkat kebijakan buruk komisioner KPK yang mengesahkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021, yang memasukkan asesmen tes wawasan kebangsaan. Selain itu, Presiden dan DPR dinilai juga bertanggung jawab atas hal ini.

"Kondisi carut-marut ini juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari peran Presiden Joko Widodo dan segenap anggota DPR RI. Sebab, dua cabang kekuasaan itu yang pada akhirnya sepakat merevisi UU KPK dan memasukkan aturan kontroversi berupa alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara," kata dia.

2. Kekhawatiran masyarakat dengan kebijakan Jokowi dan DPR terbukti

Pemerintah dan DPR Disebut Berperan 'Menghabisi' KPK dengan Revisi UUPresiden Joko Widodo bersiap memimpin rapat kabinet terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/2/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Kurnia menilai hal ini juga membuktikan kekhawatiran rakyat atas kebijakan Jokowi dan DPR yang memilih merevisi UU KPK, serta mengangkat komisioner penuh kontroversi. Presiden dan DPR dianggap telah 'melemahkan' KPK.

"Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar dia.

3. Suramnya KPK era Firli Bahuri dinilai semakin lengkap

Pemerintah dan DPR Disebut Berperan 'Menghabisi' KPK dengan Revisi UUFirli Bahuri. (IDN Times/Aryodamar)

Selain itu, kabar banyaknya pegawai KPK tak lolos tes menjadi ASN, menurut Kurnia, semakin melengkapi wajah suram KPK era Firli Bahuri. Dia menganggap lembaga antirasuah kepemimpinan Firli memiliki banyak masalah.

"Mulai dari ketidakmauan memboyong Harun Masiku ke proses hukum, menghilangkan nama-nama politisi dalam dakwaan korupsi bansos, melindungi saksi perkara suap benih lobster, membocorkan informasi penggeledahan, sampai pada akhirnya melucuti satu per satu penggawa KPK," kata dia.

4. Pemerintahan Jokowi mengklaim revisi UU KPK untuk menguatkan lembaga antirasuah

Pemerintah dan DPR Disebut Berperan 'Menghabisi' KPK dengan Revisi UUMantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Sementara, Wiranto mewakili pemerintahan Jokowi saat masih menjabat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan mengatakan, pengesahan revisi UU KPK bukan bertujuan untuk melemahkan KPK, melainkan menguatkan lembaga antirasuah tersebut.

"Pemerintah tidak serta merta menerima revisi UU KPK, tetapi betul-betul telah melakukan pengkajian yang mendalam mengenai keberlanjutan sistem ketatanegaraan yang sehat," jelas Wiranto dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa, 24 September 2019.

Wiranto mengungkapkan Presiden Jokowi tidak mungkin melemahkan KPK, justru langkah yang dilakukan saat ini untuk penguatan KPK di belakang hari nanti.

"Beliau sangat bersemangat dan ingin korupsi diberantas karena beliau sangat geram dana APBN yang dikorupsi sangat besar bisa sampai ratusan triliun, gak mungkin presiden melemahkan lembaga yang memberantas korupsi, ini saya pastikan," kata dia.

Wiranto mencontohkan soal keberadaan dewan pengawas, kewenangan KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), menurutnya semua lembaga perlu pengawasan agar tidak dianggap sewenang-wenang dan otoriter.

Baca Juga: Dikabarkan Tak Lolos Jadi ASN KPK, Novel: Upaya Singkirkan Orang Baik

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya