[WANSUS] Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Ungkap Motif Gugat Masa Jabatan

Ghufron yang mengajukan judicial review ke MK

Jakarta, IDN Times -  Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lima tahun.

Masa jabatan pimpinan KPK semula hanya empat tahun setiap periodenya. Namun, hal itu berubah usai Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengajukan judicial review atau uji materi ke MK.

Kepada IDN Times, Nurul Ghufron berbicara banyak tentang latar belakangnya mengajukan judicial review pada Pasal 34 dan 23 E Undang-Undang KPK Tahun 2019, hingga rencananya usai gugatan dikabulkan.

Baca Juga: Jokowi Buka Suara soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Apa alasan Anda menggugat ambang batas usia minimum pimpinan KPK?

Secara materiil karena saya merasa perubahan UU 30 Tahun 2002, khususnya Pasal 29 E yang mengatur semula persyaratan (usia minimal) 40 (tahun) jadi 50 (tahun) itu merugikan kepentingan saya. Karena saya jadi pimpinan KPK usia 45, tapi ketika turun nanti di Desember 2023 itu usianya masih 49, belum memenuhi syarat mengikuti seleksi pimpinan KPK periode berikutnya.

Padahal, UU KPK memberikan hak untuk ikut seleksi dua kali. Untuk yang kedua saya minimal terlambat. Semestinya bisa langsung, kemudian harus menunggu empat tahun lagi.

Logika hukumnya adalah bahwa orang yang sudah memiliki kecakapan atau dinyatakan sudah dewasa berdasarkan (aturan) yang lalu, maka mestinya untuk masa-masa selanjutnya itu harus juga diakui telah memiliki kecakapan atau dianggap dewasa.

Gak boleh dong misalnya orang saat ini sudah dianggap dewasa, memiliki kecakapan, kok malah periode berikutnya atau waktu selanjutnya kok malah gak memenuhi syarat. Ini di luar logika umum.

Lalu, kenapa Anda juga menggugat masa jabatan pimpinan KPK?

Saya memandang bahwa citra hukum pembatasan kekuasaan lembaga negara itu kan dibatasi dua hal, yaitu bidangnya (eksekutif, yufikatif, legislatif). Selain dibatasi bidang, lembaga negara ini juga dibatasi dengan masa atau perioderisasi.

Itu kemudian para pembentuk UUD 1945 pada saat membentuk pembatasan masa itu sudah berdebat panjang, sehingga kemudian pilihan dari 4 tahun 5 tahun sudah diputuskan jadi 5 tahunan. Itu terimplementasi, baik presiden, DPR, dan lain-lain, termasuk 12 lemabaga nonkementerian lainnya.

Maka kami memandang bahwa kode atau desain pembatasan pemerintahan itu 5 tahun. Model ini dari konstitusi untuk memberikan kepastian atau grand design pembatasan masa. Itu kalau gak sama akan mencederai citra hukum pembentuk UUD 1945 yang telah medesain masa pemerintahan 5 tahun.

Kalau 4 tahun pandangan saya itu inkonstitusonal berdasarkan Pasal 7 UUD, yaitu membatasi masa pemerintahan 5 tahunan. Inkonstitusional berdasarkan ketidaksetaraan 12 lembaga negara nonkementerian lainnya.

KPK itu sama-sama lembaga negara independen. Tentu fungsinya berbeda, tapi dari sisi masa pemerintahan kan harus memiliki keseragaman, model yang sama yaitu 5 tahunan.

Karena KPK tidak equal, maka saya menyetarakan. Kalaupun yang lain bilang memperpanjang silakan, faktanya memang jadi 5 tahun. Tapi bahasa saya menyetarakan agar setara dengan 12 lemabaga nonkementerian lainnya.

Dasarnya lagi, faktanya RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) itu juga lima tahunan, sehingga untuk memotret apa rencananya, progres pelaksanaan, dan evaluasi kinerjanya semua lima tahunan. Kalau kemudian pemberantasan korupsinya empat tahunan tentu ada selisihnya, tidak linier.

Atas dasar itu kemudian saya pribadi mengajukan permohonan JR (judicial review) terhadap Pasal 29 E dan 34 UU KPK.

Anda tadi menyebut belum cukup umur untuk mencalonkan pimpinan KPK periode kedua karena aturan baru, apakah artinya Anda berniat maju kembali untuk periode kedua?

Sekarang saya tidak berpikir mencalonkan atau tidak mencalonkan. Tapi ini berkaitan dengan norma. Norma itu adalah haknya. Hak itu adalah hak yang memungkinkan saya mencalonkan diri.

Apakah saya kemudian saya mencalonkan diri atau tidak, nanti saat pada saya selesai masa jabatan kepemimpinan periode pertama saya dulu.

Sudah inkrah, kapan putusan MK ini berlaku?

Sebenarnya saya menggugat undang-undang itu bukan bicara kepemimpinan masanya Pak Ghufron atau siapapun, yang saya gugat adalah norma.

Setelah diputuskan MK, kapan berlakunya? Lihat di Pasal 47 UU MK, yaitu sejak dibacakan. Sejak dibacakan undang-undang itu sudah berubah sesuai dengan amar putusan MK.

Amar putusan MK dibacakan 25 Mei, maka sejak saat itu norma Pasal 29 E dan Pasal 34 itu adalah sebagaimana putusan MK.

Tidak bicara masanya Pak Ghufron atau siapapun, tapi yang penting semenjak dibacakan, sejak saat itu berlaku. Keberlakuan norma yang di-review itu berlaku sejak diputuskan dan dibacakan oleh MK. Sejak saat itu kalau ada penerimaan, maka sejak saat itu berubah.

Anda sebelum di KPK punya latar belakang di dunia pendidikan, lalu mengapa mau menjadi pimpinan KPK?

Hukum itu tidak bisa hanya diajarkan. Hukum itu orientasi kenapa ada hukum supaya ada pembatasan untuk keteraturan untuk keadilan.

Maka saya merasa apa yang saya apresiasikan kepada dunia hukum melalui proses belajar mengajar, itu juga kemudian perlu diimplementasikan dalam praktik dunia hukum. Kemudian saya merasa perlu untuk masuk ke KPK ini.

Anda tidak mungkin selamanya menjadi pimpinan KPK. Setelah pensiun, apa yang Anda lakukan?

Mengalir saja, saya tidak pernah memproyeksikan atau mentargetkan sesuatunya. Kalau kemarin dari dunia kampus pendidikan, sekarang tersesat di jalur yang benar, jadi praktisi, jadi pimpinan KPK. Bahwa kemudian setelahnya jadi apa, kita lihat saja nanti. Saya berharap tetap bermanfaat.

Baca Juga: Ikuti Putusan MK, Pemerintah Tak Bentuk Pansel Cari Pimpinan KPK Baru

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya