Gugatan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jilid II Ditolak MA

Kenaikan iuran tetap berlaku

Jakarta, IDN Times - Gugatan uji materi kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) ditolak Mahkamah Agung (MA). Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020.

"Tolak permohonan HUM (Hak Uji Materiil)," demikian bunyi putusan seperti dikutip dari laman Mahkamah Agung, Selasa (11/8/2020).

Hakim yang memutus perkara bernomor 39P/HUM/2020 tersebut adalah Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyuandi, serta Supandi.

1. Kenaikan BPJS Kesehatan tetap berlaku

Gugatan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jilid II Ditolak MAIlustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Dengan ditolaknya gugatan tersebut, maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan tetap berlaku. Kenaikan tarif tersebut sudah dimulai pada 1 Juli 2020.

Berdasarkan pasal 34 ayat 3, iuran Kelas I sebesar Rp150 ribu per orang tiap bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.

Lalu dalam ayat 2 disebutkan, iuran Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II sebesar Rp100 ribu per orang tiap bulan, dan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta.

Sedangkan iuran Kelas III Tahun 2020 masih tetap sebesar Rp25.500, tetapi tahun 2021 dan tahun berikutnya bakal berubah menjadi Rp35 ribu.

2. Jokowi sempat menaikkan iuran kemudian dibatalkan Mahkamah Agung

Gugatan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jilid II Ditolak MADok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan

Sebelumnya Presiden Jokowi sempat menandatangani Perpres nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Iuran kala itu sebesar Rp42 ribu per orang tiap bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III, Rp110 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II, dan Rp160 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Namun Mahkamah Agung (MA) membatalkan Perpres itu dan mengembalikan tarif ke Perpres nomor 82 tahun 2018, di mana iuran kelas I sebesar Rp80 ribu, kelas II Rp51ribu dan kelas III Rp25.500.

BPJS kesehatan kemudian mengumumkan pada 1 April akan menurunkan iuran dan kembali mengacu pada Perpres nomor 82. Sementara pada Januari sampai Maret 2020, tetap mengacu pada Perpres 75 tahun 2019.

3. Akar permasalahan BPJS Kesehatan adalah tata kelola keuangan yang buruk

Gugatan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Jilid II Ditolak MAKebijakan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Menurut kuasa hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa, menaikkan iuran BPJS Kesehatan tidak akan menyelesaikan permasalahan. Sebab akar utama permasalahannya adalah manajemen dan tata kelola BPJS Kesehatan yang diabaikan. Poin itu, kata Rusdianto, sudah disampaikan oleh hakim agung dalam putusan gugatan Perpres nomor 75 tahun 2019. 

"Padahal BPJS sudah berulang kali disuntikkan dana, tapi tetap defisit. Untuk itu perbaiki dulu internal manajemen mereka, kualitas layanan, barulah kita berbicara angka iuran. Karena meski iuran naik tiap tahun, kami pastikan akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola menajemen," kata Rusdianto melalui keterangan tertulis. 

Adanya defisit keuangan di dalam tubuh BPJS Kesehatan juga diamini oleh staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo. Dalam cuitannya pada pekan lalu di media sosial, Yustinus menyebut defisit keuangan BPJS Kesehatan mencapai Rp27,4 triliun. Hal itu disebabkan adanya ketidakpatuhan pembayaran iuran dari peserta kelas I dan II. 

Baca Juga: 1 Karyawan BPJS Palembang Positif COVID-19, Layanan Setop 3 Hari

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya