Mengapa SKB 6 Menteri Tidak Menyebut FPI Dibubarkan?

Tapi FPI bubar secara de jure

Jakarta, IDN Times - Pemerintah resmi melarang aktivitas Front Pembela Islam (FPI). Larangan tersebut disampaikan langsung Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Larangan itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 pejabat kementerian/lembaga.

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai keputusan menilai keputusan tersebut bisa dibenarkan secara hukum positif. "Dari segi bentuk kebijakan, keputusan bersama memang dalam praktik digunakan, sesuai dengan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Bivitri kepada IDN Times, Rabu (30/12/2020).

Menurut Bivitri, SKB tersebut sengaja tidak menyebut FPI dibubarkan. SKB ini hanya sebagai pernyataan melarang FPI dalam arti berkegiatan dan menggunakan namanya secara resmi.

"Orang-orang bisa berdebat di sini karena memang pembuat SKB ini secara cerdik tidak menggunakan kata membubarkan, sehingga sulit untuk digugat secara legal formal, tetapi bila dilihat tujuannya untuk melarang, SKB ini efektif," imbuh dia.

Baca Juga: [BREAKING] Polisi Amankan 7 Orang Saat Cabut Atribut FPI di Petamburan

1. SKB FPI berbeda dengan pembubaran HTI

Mengapa SKB 6 Menteri Tidak Menyebut FPI Dibubarkan?IDN Times/Galih Persiana

Secara tekstual, Bivitri menilai bahwa SKB enam menteri tersebut bukan menjadi suatu peristiwa pembubaran organisasi seperti yang secara prinsip dilarang oleh pasal kebebasan berserikat di konstitusi, seperti halnya pembubaran HTI.

Bivitri menjelaskan, dasar hukum dari SKB tersebut adalah UU 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017. UU ini dulu dikenal dengan "Perppu HTI" karena dipakai untuk membubarkan HTI. Perppu itu lantas disahkan menjadi UU 16/2017.

Meski payung hukumnya sama, Bivitri menilai SKB FPI ini sangat berbeda dengan kasus HTI. "Karena SKB ini tidak membubarkan FPI. SKB ini bahkan mengakui Putusan MK 82/PUU-XI/2013 (23 Desember 2014) yang sudah menyatakan bahwa Surat Keterangan Terdaftar (SKT) bagi Ormas itu tidak wajib," jelas dia.

2. SKB enam menteri menyatakan bahwa FPI sudah bubar secara de jure

Mengapa SKB 6 Menteri Tidak Menyebut FPI Dibubarkan?IDN Times/Galih Persiana

Secara objektif, lanjut Bivitri, SKB tersebut menyatakan bahwa FPI sudah "bubar secara de jure", lantaran sejak 21 Juni 2019 tidak memperpanjang SKT. Hal itu masuk ke diktum kedua SKB yakni, "Front Pembela Islam sebagai Organisasi Kemasyarakatan yang secara de jure telah bubar. Pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum."

Dalam SKB tersebut, FPI juga dikatakan bukan organisasi "terlarang" yang tidak ada dasar hukumnya. Bivitri juga mengatakan SKB itu juga tidak juga menyebut "dibubarkan" karena mudah diprotes tidak sesuai kebebasan berserikat. SKB juga tidak menyatakan bahwa FPI tidak legal. Sebab, putusan MK mengatakan SKT bukan syarat legalitas.

3. Konstruksi hukum UU Ormas perlu disalahkan

Mengapa SKB 6 Menteri Tidak Menyebut FPI Dibubarkan?IDN Times/Margith Juita Damanik

Secara substansi, akan terjadi pelarangan-pelarangan di lapangan oleh pihak kepolisian, pemda, dan lain-lain. "Nah di sini ini masuklah peran polisi, BNPT, dan lain-lain, para kementerian/Lembaga yang menjadi penanda tangan SKB ini untuk melakukan penindakan," tambahnya.

Dalam konteks tersebut, Bivitri menilai yang perlu disalahkan adalah konstruksi hukum UU Ormas yang memungkinkan adanya pembatasan berorganisasi.

"UU ini membuka peluang pelarangan dan pembubaran dengan adanya SKT dan mekanisme pembubaran tanpa pengadilan. Peluang ini yang sedang digunakan oleh SKB ini. Idealnya, kembali ke prinsip, pembubaran bisa dilakukan melalui pengadilan, bukan oleh pemerintah," ujarnya.

Baca Juga: Dilarang Beraktivitas Lagi, Ini Sepak Terjang FPI Sejak Berdiri

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya