Pelarangan FPI Tak Perlu Keluar bila Penegakkan Hukum di RI Konsisten
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengatakan bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 pejabat Kementerian/Lembaga, terkait pelarangan aktivitas Front Pembela Islam (FPI) tidak perlu dikeluarkan pemerintah. Dengan catatan, penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten.
"Masalahnya selama ini memang hukum tidak ditegakkan secara konsisten saja, jadi bahan bermain politik. Sehingga akhirnya SKB seperti dirasa perlu dikeluarkan," kata Bivitri kepada IDN Times, Rabu (30/12/2020).
1. Aparat penegak hukum bisa menindak FPI tanpa SKB
Bivitri mengakui bahwa FPI kerap melanggar ketertiban umum dan keamanan. Menurutnya, aparat bisa melakukan penindakkan meski tanpa adanya SKB tersebut.
"Aparat penegak hukum tetap bisa menindak mereka kalau mau. Perangkat hukumnya sudah banyak yang bisa digunakan, seperti KUHP," ucap dia.
Baca Juga: Mengapa SKB 6 Menteri Tidak Menyebut FPI Dibubarkan?
2. Apakah pemerintah mau terus-terusan keluarkan SKB?
Editor’s picks
Penegakkan yang konsisten, lanjut Bivitri, akan memberi efek jera kepada pelanggar hukum. Bila pemerintah merasa cukup dengan mengeluarkan SKB, hal tersebut justru tidak menyelesaikan masalah.
"Kalau dalam hal berorganisasi, seperti halnya dengan pemikiran, tidak bisa diatur oleh hukum, hukum hanya bisa mengatur perilaku. Kalau seperti ini, ya besok FPI tinggal ganti nama saja ya sudah tidak melanggar. Lalu, apa mau keluarkan SKB-SKB lainnya? Sampai kapan?" tuturnya.
3. Akarnya ada di konstruksi hukum UU Ormas
Secara tekstual, Bivitri menilai bahwa SKB enam menteri tersebut bukan menjadi suatu peristiwa pembubaran organisasi seperti yang secara prinsip dilarang oleh pasal kebebasan berserikat di konstitusi, seperti halnya pembubaran HTI. Namun secara substansi, akan terjadi pelarangan-pelarangan di lapangan oleh pihak kepolisian, pemda, dan lain-lain.
Menurut Bivitri, SKB tersebut bisa dianggap sebagai pernyataan melarang FPI dalam arti berkegiatan dan menggunakan namanya secara resmi. "Orang-orang bisa berdebat di sini karena memang pembuat SKB ini secara cerdik tidak menggunakan kata membubarkan, sehingga sulit untuk digugat secara legal formal, tetapi bila dilihat tujuannya untuk melarang, SKB ini efektif," imbuh dia.
Dalam konteks tersebut, Bivitri menilai yang perlu disalahkan adalah konstruksi hukum UU Ormas yang memungkinkan adanya pembatasan berorganisasi. "UU ini membuka peluang pelarangan dan pembubaran dengan adanya SKT dan mekanisme pembubaran tanpa pengadilan. Peluang ini yang sedang digunakan oleh SKB ini. Idealnya, kembali ke prinsip, pembubaran bisa dilakukan melalui pengadilan, bukan oleh pemerintah," ujarnya.
Baca Juga: Dilarang Beraktivitas Lagi, Ini Sepak Terjang FPI Sejak Berdiri