RUU Ketahanan Keluarga, Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 Bulan

Cuti yang diatur saat ini adalah 3 bulan

Jakarta, IDN Times - Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga telah rilis. Meski masih berupa draf, namun isi dari RUU tersebut menuai banyak polemik. 

Salah satu yang mendapat sorotan yakni aturan mengenai cuti melahirkan. Tidak hanya untuk istri, tapi juga untuk suami. Ketentuan soal cuti ini diatur dalam Pasal 29 (1). Seperti apa bunyinya?

Baca Juga: Draf RUU Ketahanan Keluarga, Atur Kewajiban Suami Istri

1. Istri yang bekerja di lembaga pemerintah berhak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 bulan

RUU Ketahanan Keluarga, Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 BulanDok. IDN Times/Istimewa

Dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan, seorang istri yang menjadi pegawai lembaga pemerintahan yang melahirkan dan menyusui, mendapat hak cuti selama 6 bulan. Berikut bunyi ketentuan tersebut:

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib memfasilitasi istri yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan:

a. Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya; 

b. Kesempatan untuk menyusui, menyiapkan, dan menyimpan air susu ibu perah (ASIP) selama waktu kerja;  

c. Fasilitas khusus untuk menyusui di tempat kerja dan di sarana umum; dan 

d. Fasilitas rumah pengasuhan anak yang aman dan nyaman di gedung tempat bekerja.

2. Suami juga berhak mendapat cuti saat istri melahirkan atau anak sakit

RUU Ketahanan Keluarga, Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 Bulaninstagram.com/syahnazs

Tidak hanya istri yang melahirkan dan menyusui, suami juga mendapat cuti. Hal ini juga diatur dalam Pasal 29 ayat (2), berikut bunyinya:

"(2) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib memfasilitasi suami yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan hak cuti saat istrinya melahirkan, istri atau anaknya sakit atau meninggal."

3. Karyawan swasta juga mendapat hak cuti yang sama seperti pegawai pemerintah

RUU Ketahanan Keluarga, Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 BulanIlustrasi bekerja (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Tidak hanya untuk pegawai pemerintah, karyawan swasta juga mendapat hak cuti yang sama.

Ketentuan itu diatur dalam Pasal 134, bahwa pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) huruf h berperan dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga melalui Kebijakan Ramah Keluarga di lingkungan usahanya antara lain:

a. Pengaturan aktivitas jam bekerja yang ramah keluarga;
b. Dapat memberikan hak cuti melahirkan selama 6 (enam) bulan kepada pekerjanya, tanpa kehilangan haknya atas posisi pekerjaannya;
c. Penyediaan fasilitas fisik dan nonfisik di lingkungan usahanya untuk mendukung pekerja perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai ibu;
d. Penyelenggaraan aktivitas bersama berupa pertemuan keluarga di lingkungan usahanya;
e. Berpartisipasi dalam penyelenggaraan Ketahanan Keluarga melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan;
f. Memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk mengikuti bimbingan pra perkawinan, pemeriksaan kesehatan pra perkawinan, mendampingi istri melahirkan, dan/atau menjaga Anak yang sakit.

4. Ketentuan cuti saat ini hanya tiga bulan

RUU Ketahanan Keluarga, Ibu Melahirkan Dapat Cuti 6 BulanIlustrasi Kalender (IDN Times/Sunariyah)

Saat ini, aturan cuti yang berlaku adalah tiga bulan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS Pasal 325 ayat (3), Pasal 326 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 340. Isi PP itu, cuti melahirkan hanya tiga bulan saja. Berikut rinciannya:

a. Lamanya cuti melahirkan adalah 3 (tiga) bulan;

b. Untuk dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 

c. PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan;

d. Hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan;

e. Ketentuan mengenai cuti sakit, cuti melahirkan, dan cuti karena alasan penting berlaku secara mutatis mutandis terhadap CPNS.

Baca Juga: Salah Satu Isi Draf RUU Ketahanan Keluarga akan Atur Jual-Beli Sperma

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya