4 Usulan Kubu Jokowi dan Prabowo Terkait Polemik E-KTP bagi WNA
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Polemik terkait KTP elektronik (e-KTP) bagi Warga Negara Asing (WNA) sempat meresahkan masyarakat akhir-akhir ini. Kubu Jokowi-Ma'ruf Amin dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN), dan kubu Prabowo-Sandiaga yakni Badan Pemenangan Nasional (BPN) pun angkat bicara.
Dalam sebuah diskusi, anggota TKN Jokowi-Ma'ruf, Firman Subagyo, dan juga Juru Bicara BPN, Ahmad Fathul Bari, menyarankan sejumlah hal untuk menangani masalah ini. Setidaknya ada 4 usulan dari kedua kubu untuk solusi masalah e-KTP bagi WNA, apa saja?
Baca Juga: Kemendagri: WNA yang Miliki Izin Tinggal Tetap Wajib Punya e-KTP
1. E-KTP WNA perlu diberikan warna berbeda
Firman yang juga anggota Komisi II DPR menyarankan, harus ada aturan yang dijadikan dasar hukum tentang perbedaan warna e-KTP.
“Kalau Mendagri mengubah warna tanpa dasar hukum bisa dijadikan permasalahan lagi. E-KTP bagi WNA dibedakan dengan warna. Misal warga negara Indonesia warna biru, kalau asing warna lain,” usul Firman di Jakarta, Sabtu (2/3).
Menanggapi perubahan warna, Sekretaris Ditjen Kemendagri Dukcapil I Gede Suratha mengatakan, hal itu bisa saja dilakukan, namun harus ada payung hukum seperti undang-undang atau Keputusan Presiden maupun Peraturan Presiden.
“Tidak semudah itu kebijakan berubah karena dampak harus dipikirkan,” ucapnya.
2.E-KTP untuk WNA dihentikan sementara
Kedua, Firman mengusulkan, e-KTP bagi WNA harus dihentikan sementara waktu. “Lalu ke depan ada evaluasi apakah e-KTP masih diberlakukan atau tidak. Agar tIdak jadi beban,” ucapnya.
Firman menjelaskan, pemerintah tidak perlu repot-repot membuat e-KTP bagi WNA yang hanya tinggal atau bekerja selama 3 atau 6 bulan saja. Menurutnya, WNA yang demikian hanya perlu diberikan identitas sementara oleh Imigrasi.
Editor’s picks
“Tapi bagi yang mereka minimal 25 tahun tinggal, Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) itu bisa berproses, maka ini bisa masuk kategori e-KTP. Karena orang masuk kerja terus bergantian,” jelasnya.
Namun, menurut Gede, penghentian sementara e-KTP untuk WNA tidak bisa dilakukan. Sebab, tersandung undang-undang.
"Nanti mudah-mudahan sebelum Pemilu ada keputusan. Seandainya belum, kita cetak tanggal 18 sehingga suhu (politik) turun,” ucapnya.
3. Perlu sosialisasi dan pengungkapan data WNA
Terkait hiruk pikuk ini, Frman menyarankan agar pengawasan WNA ditingkatkan. Caranya adalah Imigrasi memberikan data berapa WNA yang datang ke Indonesia.
“Jadi Imigrasi dilibatkan secara langsung menjelaskan dan memberikan data ke KPU bahwa Imigrasi punya data, dari pendatang wisata, pekerja, investor, yang kawin dengan orang Indonesia. Imigrasi harus dlilbatkan untuk sampaikan ke publik dan verifikasi ke KPU,” paparnya.
Hal senada juga dikatakan Fathul, agar Kemendagri membuka data WNA. Dengan begitu, ia berharap dapat bekerja sama dalam hal ini.
“Jangan terlalu khawatir. Kita harus kerja sama agar data-data itu bisa dirapikan bersama,” imbuhnya.
4. Pengawasan oleh Bawaslu menjadi sangat penting
Bawaslu juga punya kewenangan mengawasi. Karena e-KTP tetap diberlakukan dan di TPS tidak ada sistem KTP asing atau palsu.
“Bawaslu punya saksi independen, ditingkatkan kualitas dan perlu bimbingan teknis, ini KTP yang boleh atau tidak,” kata Fathul.
Baca Juga: 4 Penjelasan Lengkap Kenapa WNA Bisa Punya e-KTP di Indonesia