7 Catatan Sejarah Terbentuknya Hari Buruh Internasional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Hari Buruh Internasional diperingati setiap 1 Mei. Tahu gak kamu kalau Hari Buruh tidak serta merta diresmikan atau disetujui oleh pemerintah dunia maupun di Indonesia.
Banyak aksi dan perjuangan yang melatarbelakangi hingga 1 Mei diciptakan sebagai May Day, berikut lima penjelasan yang dikutip dari berbagai sumber.
1. Sejarah kelam buruh, bekerja 20 jam hingga diproses hukum
Aksi pertama buruh mungkin dimulai pada 1806. Saat itu terjadi pemogokan pekerja di AS yang pertama kalinya. Pemogokan dilakukan pekerja perusahaan pembuat sepatu Cordwainers. Nahas, nasib para pekerja yang melakukan aksi diproses ke pengadilan.
Dalam proses hukum itu diketahui nasib miris para pekerja, yang diharuskan bekerja 19-20 jam setiap harinya. Maka kelas pekerja Amerika Serikat pada masa itu kemudian memiliki agenda perjuangan bersama, yaitu menuntut pengurangan jam kerja.
2. Munculnya serikat pekerja untuk pertama kali
Pekerja asal New Jersey Peter McGuire punya peran penting dalam pembentukan serikat pekerja. Pada 1872, ia bersama 100 ribu pekerja lainnya, termasuk para pengangguran melakukan aksi mogok kerja untuk menuntut pengurangan jam kerja. Ia mendesak pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur bagi pekerja.
Pada 1881, McGuire pindah ke Missouri dan mulai mengorganisir tukang kayu. Hasilnya, di Chicago berdiri persatuan tukang kayu dengan McGuire sebagai sekretaris umumnya. Inilah cikal bakal adanya serikat pekerja.
Baca juga: Ini Titik-titik Konsentrasi Aksi Peringatan Hari Buruh Internasional
3. Apa tuntutan pada Hari Buruh pertama di dunia?
Itulah 24 jam kehidupan ideal dalam sehari yang diinginkan kelas pekerja Amerika Serikat. Tuntutan pengurangan jam kerja itu pada akhirnya menjadi perjuangan kelas pekerja dunia.
4. Alasan penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional
Pada 1 Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja sedunia, setelah dilangsungkan kongres internasional pertama di Jenewa, Swiss, 1886, dan dihadiri organisasi pekerja dari berbagai negara. Tuntutan mereka masih sama: Pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari.
Pada 1 Mei dipilih karena mereka terinspirasi kesuksesan aksi buruh di Kanada pada 1872. Buruh di negara itu menuntut delapan jam kerja seperti buruh di AS, dan mereka berhasil. Delapan jam kerja di Kanada resmi diberlakukan mulai 1 Mei 1886.
Namun, ada kisah kelam yang membedakan Kanada dengan AS. Buruh AS ditembaki polisi pada aksi 1-4 Mei 1886, bersamaan dengan mulai berlakunya delapan jam kerja di Kanada. Sekitar 400 ribu buruh di AS menggelar demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja. Penembakan itu terjadi pada hari terakhir yang menewaskan ratusan orang. Pemimpin buruh itu juga ditangkap dan dihukum mati.
Peristiwa ini dikenal dengan tragedi Haymarket karena terjadi di bundaran Lapangan Haymarket. Sebagai penghormatan pada aksi itu, Kongres Sosialis Dunia yang digelar di Paris pada Juli 1889 menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia atau May Day. Hal ini memperkuat keputusan Kongres Buruh Internasional yang berlangsung di Jenewa pada 1886.
Editor’s picks
5. Hari Buruh Internasional di Indonesia dikaitkan dengan komunisme
Tak hanya itu, Soeharto juga mengganti sejumlah nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora, menjadi Departemen Tenaga Kerja untuk menghilangkan perayaan Hari Buruh Internasional.
Soeharto lalu menunjuk Awaloedin Djamin menjadi Menteri Tenaga Kerja pertama era Orde Baru. Pemilihan Awaloedin dikarenakan latar belakangnya sebagai perwira polisi.
Meski demikian, karena serikat buruh saat itu masih kuat, peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 1966 masih diadakan oleh Awaloedin, setelah mendengar pertimbangan Soeharto. Acaranya pun cukup meriah dengan adanya pawai kendaraan melewati Istana.
Seusai peringatan 1 Mei itu, Awaloedin melemparkan gagasan bahwa tanggal itu tidak cocok untuk peringatan buruh nasional. Selain itu, peringatan Hari Buruh selama ini telah dimanfaatkan oleh SOBSI/PKI.
6. Aksi mogok kerja besar-besaran di Indonesia
Pada 1 Mei 2000 menjadi titik sejarah aksi buruh di Indonesia. Ketika itu, buruh menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan Hari Buruh Internasional dan hari libur nasional. Aksi itu disertai mogok kerja besar-besaran di sejumlah wilayah hingga membuat gerah pengusaha.
Aksi mogok berlangsung hingga satu minggu. Sejumlah pegawai terancam diputus kontrak oleh perusahaan lantaran ikut aksi ini. Salah satu contoh yakni PT Sony Indonesia mengancam akan memutuskan untuk pindah dari Indonesia jika buruh tidak segera 'ditenangkan'.
Selanjutnya, tidak ada perubahan berarti soal tuntutan penetapan 1 Mei dijadikan Hari Buruh Internasional pada masa pemerintahan Gus Dur atau pun Megawati.
7. SBY menetapkan Hari Buruh Internasional 1 Mei
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sempat bersikeras tidak mau mengabulkan tuntuan buruh. Dia mengaku tidak sepakat dengan rencana buruh untuk melakukan aksi mogok nasional, karena hanya akan merugikan perusahanan dan pekerja.
Kontroversi SBY kian berlanjut, karena ia sering melakukan kunjungan ke luar kota atau luar negeri saat Jakarta dikepung demo besar-besaran pada 1 Mei. Menkokesra Aburizal Bakrie juga sempat menyatakan pemerintah tak akan menetapkan Hari Buruh sebagai hari libur nasional.
Pada masa pemerintahan SBY juga tuntutan yang diminta buruh bukan hanya hari libur, tetapi juga soal revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan, serta jaminan sosial yang kemudian membuahkan BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenegakerjaan.
Namun pada 2013, SBY resmi menandatangani Peraturan Presiden yang menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional bersamaan dengan perayaan Hari Buruh Internasional yang doperingati seluruh penduduk dunia.
"Hari ini, saya tetapkan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional dan dituangkan dalam Peraturan Presiden," kicau Presiden melalui akun Twitter resminya, @SBYudhoyono, Senin, 29 Juli 2013.
Rencana ini sebelumnya pernah disampaikan SBY ketika menerima pimpinan konfederasi dan serikat pekerja di Istana Negara, Jakarta, Senin 29 April 2013. Presiden saat itu didampingi Wakil Presiden Boediono dan para menteri.
Baca juga: Ini Pengalihan Lalu Lintas saat May Day di Jakarta