Ahli Hukum Nilai Jiwasraya Merugi Bukan Akibat Perbuatan Benny Tjokro

Keuangan Jiwasraya disebut-sebut sudah buruk sejak 2002

Jakarta, IDN Times - Praktisi hukum, Ricky Vinando membela terdakwa dalam dugaan perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro. Dalam pandangannya, Ricky menilai permasalahan di Jiwasraya telah muncul sejak 2002 lalu. 

"Padahal kalau mau jujur, sejak tahun 2002 keuangan Jiwasraya sudah membuat Jiwasraya pusing tujuh keliling," kata Ricky dalam keterangan tertulisnya Sabtu (27/6).

Namun, bukan kah Benny turut menangguk untung dari perkara korupsi perusahaan asuransi pelat merah itu?

1. Permasalahan keuangan Jiwasraya sudah terjadi sejak 2002

Ahli Hukum Nilai Jiwasraya Merugi Bukan Akibat Perbuatan Benny TjokroANTARA FOTO/Galih Pradipta

Menurut catatannya, Ricky melihat pada 2002, Jiwasraya sudah mengalami cadangan lebih kecil dari seharusnya yakni Rp2,9 triliun. Kemudian temuan itu dilaporkan kepada pemegang saham, yakni Kementerian BUMN. Lalu, pada 2004 terjadi gagal bayar hingga mencapai Rp2,769 triliun.

Masalah berlanjut pada 2006, ekuitas perusahaan negatif Rp3,29 triliun dan aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban.

“Kemudian BPK memberikan opini disclaimer atau tidak menyatakan pendapat untuk laporan keuangan tahun 2006-2007 dikarenakan penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya,” kata Ricky.

Pada 2008, defisit perusahaan membengkak menjadi Rp5,7 triliun. “Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan/Bapepam-LK meminta perusahaan menyampaikan alternatif penyelesaian komprehensif dan fundamental jangka pendek,” sambung Ricky.

Baca Juga: Jaksa: Dana Korupsi Jiwasraya Juga Digunakan untuk Bayar Judi Kasino

2. Program JS Saving Plan diklaim sebagai biang kerok Jiwasraya merugi

Ahli Hukum Nilai Jiwasraya Merugi Bukan Akibat Perbuatan Benny TjokroDok. Humas BUMN

Pada tahun 2012, tepatnya 18 Desember, Bapepam-LK memberikan izin penerbitan produk JS Saving Plan, produk bancassurance (layanan asuransi yang ditawarkan melalui bank) dengan BTN, KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim dan BPD DIY. Produk ini memiliki guaranteed return 12 persen per tahun dan diyakini Ricky sebagai biang kerok utama gagal bayar Jiwasraya.

Per 31 Desember 2012 dengan skema financial re-asuransi, Jiwasraya masih mencatat surplus Rp1,6 triliun, namun tanpa skema re-asuransi, Jiwasraya mengalami defisit sebesar Rp3,2 triliun.

“Dari fakta tersebut jelas Jiwasraya sudah mengalami masalah keuangan sejak 2002 dan masalah makin menjadi-jadi sejak JS Saving Plan diluncurkan dengan bunga yang tinggi melebihi bunga deposito. Itu semua kan dosa Jiwasraya sendiri, jangan ada dusta lah buka saja semuanya” kata Ricky memaparkan.

3. JS Saving Plan dinilai cara gali lubang tutup lubang

Ahli Hukum Nilai Jiwasraya Merugi Bukan Akibat Perbuatan Benny Tjokro(Gedung Asuransi Jiwa Jiwasraya, Cikini, Jakarta) IDN Times/Irfan Fathurohman

Penerbitan JS Saving Plan ini dinilai Ricky sebagai cara Jiwasraya agar mendapat uang dengan skema gali lubang tutup lubang. Dengan kata lain, uang yang baru masuk dipakai untuk kepentingan Jiwasraya terhadap nasabah lama yang klaimnya telah jatuh tempo setiap tahun. “Kan ini semua yang gagal bayar belasan triliun itu soal bunga JS Saving Plan. Jadi, Benny Tjokro benar-benar sama sekali tidak ada keterlibatan dalam kasus Jiwasraya,” ucapnya membela.

Ia mengkritik kenapa penyidikan kasus Jiwasraya tidak memperhitungkan lebih dalam kejadian sejak 2002 tersebut.

“Kalau mau fair Kejagung berani tidak buka semuanya dari 2002 termasuk yang Jiwasraya beli saham grup besar satu itu yang kini tinggal gocap saja harganya. Buka semuanya. Jangan ada dusta lah. Jangan menegakkan hukum dengan cara mengorbankan orang yang tak bersalah seperti Benny Tjokro. Nanti, investor takut lihat gaya penegakkan hukum seperti itu," katanya.

Ricky menyebut pemerintah harus berhati-hati dalam penegakan hukum karena turut dipantau oleh investor asing. 

Baca Juga: Nasabah Jiwasraya: Kalau Bukan karena Kita, Jiwasraya Bangkrut!

Topik:

Berita Terkini Lainnya