DPR Belum Setujui Usulan KPU Larang Napi Koruptor Maju di Pilkada

Kalau kamu setuju gak guys?

Jakarta, IDN Times - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) belum sepakat terkait narapidana atau napi koruptor dilarang mencalonkan diri menjadi kepala daerah, dalam rancangan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017.

"Kami belum bisa mengambil kesepahaman bersama, sehingga kami perlu melanjutkan lagi di (rapat) hari berikutnya," ujar Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia, usai menggelar rapat dengar pendapat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri, seperti dikutip dari Antara, Senin (4/11).

Baca Juga: Kena OTT KPK, Bupati Kudus Ternyata Eks Napi Koruptor

1. Aturan narapidana koruptor dilarang mancalonkan di pilkada pernah dibatalkan

DPR Belum Setujui Usulan KPU Larang Napi Koruptor Maju di PilkadaIDN Times/Helmi Shemi

Politikus Partai Golkar itu mengatakan peraturan mengenai terpidana tindak pidana korupsi dilarang mencalonkan diri dalam undang-undang, sudah pernah dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, Mahkamah Agung (MA) juga membatalkan aturan PKPU terkait pelarangan eks narapidana koruptor menjadi calon legislatif.

2. Komisi II masih akan melakukan pembahasan pekan depan

DPR Belum Setujui Usulan KPU Larang Napi Koruptor Maju di PilkadaIDN Times/Irfan Fathurohman

Komisi II DPR RI belum bisa mengambil kesimpulan dan akan melaksanakan rapat dengar pendapat berikutnya, pada Senin (11/11) depan.

Mereka juga akan mengundang Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil), untuk duduk bersama membahas evaluasi Pemilu 2019.

3. Komisi II menilai perlu adanya evaluasi terkait aturan tersebut

DPR Belum Setujui Usulan KPU Larang Napi Koruptor Maju di PilkadaIDN Times/Prayugo Utomo

Doli merasa perlu ada evaluasi dan penyempurnaan menyeluruh peraturan untuk pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif, maupun pemilihan presiden dan wakil presiden. Namun, kemungkinan penyempurnaan itu dilakukan setelah Pilkada 2020.

"Kita lihat perkembangannya nanti seperti apa. Mana (kekurangan) yang bisa ditutupi melalui PKPU, mana yang perlu revisi (Undang-Undang)," ujar dia.

Doli mengatakan sementara ini belum bisa melihat akan ada revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pemilihan Kepala Daerah yang sudah ada di depan mata dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Nanti kami mendahului ya, makanya sementara ini kita pakai saja dasar undang-undang yang berlaku itu," ujar Doli.

4. Alasan KPU masukkan kembali larangan napi koruptor maju jadi kepala daerah

DPR Belum Setujui Usulan KPU Larang Napi Koruptor Maju di PilkadaIDN Times/Helmi Shemi

Dalam rancangan perubahan PKPU Nomor 3 Tahun 2017, aturan mengenai pelarangan mantan terpidana kasus korupsi maju di Pilkada ada dalam Pasal 4 huruf h.

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap ingin memasukkan kembali aturan pelarangan narapidana koruptor mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah.

Ada dua alasan menurut Ketua KPU Arief Budiman. Pertama, KPU khawatir terpidana korupsi tidak bisa menjalankan amanat, karena mesti menjalani proses peradilan.

"Boleh saja orang bilang untuk menyerahkan saja kepada pemilih. Toh, pemilih nanti akan memilih yang terbaik," kata dia.

Tapi faktanya, menurut Arief, ada calon kepala daerah yang sudah ditangkap, ditahan, dan dia tidak akan bisa menggunakan hak pilih tapi dia menang pemilu.

Akhirnya, orang tersebut tidak bisa memimpin karena dirinya harus menjalani proses peradilan. Sehingga ditunjuk orang lain yang memimpin daerah tersebut.

Alasan kedua adalah karena KPU tidak ingin terpidana yang melakukan tindak pidana korupsi, terpilih lagi menjadi kepala daerah, sehingga ia melakukan tindak pidana korupsi lagi.

Baca Juga: Merinding, Ini yang Dialami Kalapas Usai Antar Terpidana Eksekusi Mati

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya