Kajian INDEF: PSBB Efektif Kurangi Kasus COVID-19, Perlu Dipertahankan

Efektivitas PSBB berbeda di tiap provinsi

Jakarta, IDN Times - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Media Wahyudi Askar, Muhammad Zulfikar Rakhmat, dan Isnawati Hidayah menilai ada plus minus kebijakan pemerintah mengatur Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dalam kajian berjudul 'Maju Mundur PSBB: Perketat atau Longgarkan' yang dirilis pada 23 Mei 2020, membahas efektivitas PSBB dan dampaknya terhadap mobilitas masyarakat serta angka kasus COVID-19.

"Kami juga menghitung dampak dari berbagai skenario PSBB, baik diperketat atau dilonggarkan terhadap penyebaran virus selama 1 bulan ke depan," kata Wahyudi dalam keterangan tertulisnya yang dilansir, Senin (25/5)

Baca Juga: Jokowi Minta Evaluasi Perbandingan Daerah Non-PSBB dan PSBB

1. Kebijakan pemerintah yang efektif dan tidak efektif

Kajian INDEF: PSBB Efektif Kurangi Kasus COVID-19, Perlu DipertahankanDok. Biro Pers Kepresidenan

Laporan itu menilai ada 3 kebijakan yang efektif. Pertama, penetapan status bencana nasional 14 Maret 2020. Kedua, larangan mudik 21 April 2020, dan ketiga adalah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa provinsi.

"Beberapa intervensi pemerintah cukup efektif memaksa masyarakat agar tetap berada di rumah," kata Wahyudi.

Namun, kebijakan pelonggaran transportasi pada tanggal 7 Mei menghasilkan efek sebaliknya. Pelonggaran transportasi dinilai turut berdampak signifikan pada pertumbuhan angka kasus COVID-19.

2. Efektivitas PSBB berbeda di tiap provinsi

Kajian INDEF: PSBB Efektif Kurangi Kasus COVID-19, Perlu DipertahankanSejumlah pengendara mengalami kemacetan lalu lintas di Tol Dalam Kota dan Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta, Senin (18/5/2020) (ANTARA FOTO/Rifki N)

Temuan lainnya adalah efektivitas PSBB terhadap pembatasan pergerakan masyarakat sangat berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya. Kondisi ini turut mempengaruhi tren penyebaran virus di wilayah tersebut.

Sukses tidaknya PSBB dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti besarnya pekerja di sektor informal, akses masyarakat kepada sanitasi layak, dan provinsi di Pulau Jawa/non-Jawa.

"Sementara faktor-faktor lain seperti angka kemiskinan dan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pola pergerakan masyarakat, dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Jokowi-Ma’ruf tidak mempengaruhi pola pergerakan masyarakat," ujar Wahyudi.

3. PSBB perlu dipertahankan untuk mengurangi kasus virus corona

Kajian INDEF: PSBB Efektif Kurangi Kasus COVID-19, Perlu DipertahankanANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Kajian tersebut menyatakan, anggapan bahwa PSBB tidak mengurangi jumlah kasus COVID-19 adalah tidak benar. Dengan skenario PSBB lebih diperketat, akan terjadi penurunan angka kasus positif COVID-19 dan berbagai provinsi di Indonesia akan turun jumlah kasus kematian secara signifikan dalam kurun waktu satu bulan ke depan.

"Sedangkan sebaliknya, pelonggaran PSBB akan menyebabkan peningkatan jumlah kematian hingga 61 persen dalam 1 bulan ke depan," kata Wahyudi.

4. Kekurangan kajian ini

Kajian INDEF: PSBB Efektif Kurangi Kasus COVID-19, Perlu DipertahankanSuasana sepi di Jalan Sudirman, Jakarta pada Kamis (9/4/2020). (IDN Times/Herka Yanis)

Meski demikian, laporan tersebut mengakui ada kekurangan dalam metodenya. Model yang digunakan saat ini bersifat konservatif, dan angka pertumbuhan kasus yang lebih besar dapat saja terjadi dipengaruhi oleh faktor-faktor transmisi lainnya, seperti kasus impor dari luar negeri, atau kemungkinan pasien yang telah negatif COVID-19 terjangkit kembali.

"Di sisi lain, ketersediaan alat tes COVID-19 yang belum merata serta efektivitas contact tracing yang dilakukan turut mempengaruhi angka penyebaran kasus ke depan, yang tidak bisa ditangkap oleh model. Studi ke depannya akan berupaya memasukkan faktor-faktor tersebut jika data telah tersedia," demikian tertulis dalam laporan tersebut.

Baca Juga: [Update] Terus Bertambah, Kasus Positif Virus Corona di Dunia 5,4 Juta

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya