Memprihatinkan: Ada 720 Kasus Pernikahan Anak di Indonesia Selama 2018

Punya banyak dampak negatif nih

Jakarta, IDN Times – Kasus pernikahan anak terus terjadi di Indonesia. Agustus lalu di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, seorang anak lelaki yang baru lulus Sekolah Dasar (SD) mempersunting remaja perempuan berusia 17 tahun.

Berita itu memperpanjang daftar pernikahan anak yang terungkap ke publik. Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan sepanjang Januari-Agustus tahun ini sudah ada 720 kasus pernikahan anak.

Sebenarnya seberapa parah kasus pernikahan anak di Indonesia ini?

1. Angka pernikahan anak di Sulsel paling tinggi

Memprihatinkan: Ada 720 Kasus Pernikahan Anak di Indonesia Selama 2018@nurul_komarisari

Dalam laporan "Perkawinan Usia Anak di Indonesia" yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada Januari 2017, mencatat Sulsel termasuk salah satu provinsi yang memiliki angka pernikahan anak tertinggi di Indonesia.

Laporan itu juga menyebut di antara perempuan pernah kawin usia 20-24 tahun, 22,82 persen menikah sebelum usia 18 tahun. Angka tersebut diperoleh dari Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS pada 2015.

Baca Juga: Tradisi Jadi Alasan Pernikahan Dini di Sinjai, KPAI: Harus Berpihak pada Anak

2. Selain Sulsel, angka pernikahan anak tertinggi ada di 5 wilayah provinsi ini

Memprihatinkan: Ada 720 Kasus Pernikahan Anak di Indonesia Selama 2018http://suarapamekasan.com/spfm/wp-content/uploads/2017/03/KELERENG-Dwi-Hartato.jpg

Perkawinan usia anak ini tak hanya terjadi di daerah tertentu saja. Praktiknya terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan usia anak yang lebih tinggi dibanding angka nasional (22,82 persen).

Lima provinsi dengan angka prevelensi terbesar yakni Sulawesi Barat (34,22 persen), Kalimantan Selatan (33,68 persen), Kalimantan Tengah (33,56 persen), Kalimantan Barat (33,21 persen), dan Sulawesi Tengah (31,91 persen).

3. Kekhawatiran akan kasus pernikahan anak

Memprihatinkan: Ada 720 Kasus Pernikahan Anak di Indonesia Selama 2018pexels.com/ freestockpro.com

Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indry Oktaviani menyatakan tren perkawinan anak semakin menguat dengan semakin terbukanya praktek perkawinan anak di masyarakat.

"Upaya masyarakat mempertahankan perkawinan anak ketika negara menolak untuk memberikan legitimasi juga mempertinggi tren tersebut," ujar Indry melalui keterangan persnya yang diterima IDN Times.

4. Dampak dari kasus pernikahan anak

Memprihatinkan: Ada 720 Kasus Pernikahan Anak di Indonesia Selama 2018IDN Times/Sukma Shakti

Dewan Pengawas International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Zumrotin K. Susilo mengatakan pernikahan anak berdampak pada kemiskinan, kematian ibu juga kualitas bayi yang dilahirkan.

Disamping itu pernikahan anak membuat kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga rentan terjadi sekaligus merenggut hak anak, merujuk Undang-undang tentang Perlindungan Anak No 23 tahun 2002.

"Anak yang menikah dini juga akan putus sekolah sehingga wajib belajar 12 tahun tak terpenuhi," kata Zumrotin.

5.Upaya pencegahan kasus pernikahan anak

Memprihatinkan: Ada 720 Kasus Pernikahan Anak di Indonesia Selama 2018Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Penghapusan pernikahan anak harus menjadi komitmen berbagai kementerian antara lain Kemenkes, Kemen PPPA, Kemendiknas, BKKOS Kemensos dan Kementerian Agama.

"Selama ini pernikahan anak hanya dianggap urusan Kementerian Agama," ujar Zumrotin.

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan memastikan bahwa anak-anak perempuan dapat mengejar pendidikan tinggi dan keterampilan kejuruan, dan menyiapkan peluang masa depan untuk memperoleh penghasilan.

Guna mendorong adanya kolaborasi para pihak, INFID akan menyelenggarakan Seminar Nasional SDGs di Jakarta pada tanggal 20 September 2018 yang akan dihadiri oleh 200 orang peserta dari berbagai daerah di Indonesia.

Tema seminar nasional adalah Konsolidasi Pemangku Kepentingan dalam Pelaksanaan dan Pencapaian SDGs di Indonesia. Melalui Seminar Nasional, diharapkan terjadi pertukaran informasi dan pembelajaran para pihak untuk pencapaian SDGs yang inklusif dan partisipatif.

Baca Juga: Kenapa Orang Jepang Anti Pernikahan Dini? Inilah 5 Alasannya

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya