Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!

Yuk belajar dari para ahli yang sudah membuktikannya

Jakarta, IDN Times -Merintis bisnis keluarga punya tantangan tersendiri. Seperti yang disrasakan COO PT Djarum Victor R Hartono, CEO PT Indofood Axton Salim, dan General Manager Ciputra Group Cipta Ciputra Harun. Mereka adalah generasi ketiga dari usaha yang dibangun oleh kakek mereka puluhan tahun lalu.

Hadir sebagai pembicara di Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019 yang diselenggarakan IDN Times pada Sabtu 19 Januari 2019 lalu, ketiganya banyak memberikan pelajaran dan pengalaman bagaimana mengelola bisnis hingga 3 turunan atau generasi.

Yuk simak pelajaran apa saja yang bisa kita dapat dari mereka bertiga!

1. Berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengelola bisnis keluarga turunan

Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!Dok. IDN Times

Berdiri sejak 1981, Cipta mengatakan dirinya ‘takut’ untuk banyak mengubah perusahaan kakeknya. Ia memuji apa yang dilakukan sang kakek sudah sangat baik.

My family did a amazing job, right. And we have amazing professionals who actually works for the company and I respect them very highly and they set up a culture,” katanya.

Budaya dan nilai perusahaan di Ciputra Group yang paling penting baginya adalah integritas. Ia bertekad untuk mempertahankan nilai tersebut alih-alih memberikan banyak perubahaan bagi perusahaan.

“Keluarga saya sudah buat foundation yang sangat amazing. Jadi saya masuk itu merasa there’s not much I have to do. Justru saya takut masuk dengan banyak ide dan buat perusahaan jadi gimana gitu. Jadi saya mau maintenance hal tersebut,” akunya.

Tidak jauh berbeda dengan Cipta, Axton juga mengaku nilai-nilai perusahaan yang dibangun kakeknya harus diterapkan seiring dengan perkembangan teknologi dan zaman.

“Gimana kita bisa bawa itu ke perusahaan baru dan moving forward juga dan bagaimana kita belajar dari yang muda untuk drive dan lebih new technology dan new way of thinking itu semua bisa di merge bareng jadi satu untuk moving forward,” ujar Axton.

Pandangan berbeda diberikan Victor. Baginya adaptasi menjadi tantangan terbesarnya meneruskan usaha keluarganya. Pasalnya keinginan konsumen terus berubah yang dipengaruhi oleh pesaing.

“Ini kayak punya saingan di hutan, kita sama-sama pemakan kijang atau apa, itu sama-sama punya kemampauan yang makin lama, makin baik, dan kompetitor kita juga punya tawaran yang lebih inovatif, jadi kita harus inovasi terus,” papar Victor.

2. Bisnis rokok bisa gulung tikar, apa langkah PT Djarum?

Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!Pixabay/klimkin

Berbicara inovasi, Victor memiliki pandangan pesimis akan usaha rokoknya. Ia mengatakan sudah tidak ada lagi inovasi di bisnis rokok selain filter. Bahkan Victor menyebut bisnis rokok bisa pumah pada suatu saat.

“Kita bilang di industri, ini inovasi terakhir kita kayaknya filter nih. Ya flavor breeze segala macam itu gimmick aja. Tapi kalau breakthrough gak banyak,” kata Victor tersenyum.

Victor menambahkan, dalam bisnis sejatinya tidak ada perusahaan yang akan kekal. Merujuk pada bisnis mercon keluarganya pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sebelum beralih ke tembakau.

“Yang pasti kita tahu, gak ada industri kekal. Itu bisnis mercon karena pakai mesiu, tahun 1942, Jepang mau masuk, itu perusahaan kita ditutup sama Belanda. Karena Belanda gak mau mesiu yang ada di kita sampai di tangan Jepang. Sejak saat itu sampai hari ini, industri mercon ilegal di Nusantara,” kisahnya.

“Kita mengerti bahwa ini industri bisa kapan-kapan mundur atau hilang. Makanya di tempat kita sangat aktif di business development. Bisnis cycle-nya dari yang sekarang udah ada, kita terus investasi di BCA, Blibli dan Tiket.com, Polytron, itu karena kekhawatiran,” imbuhnya.

Meski pesimis akan inovasi, Victor mengatakan PT Djarum terus mengawasi langkah-langkah kompetitor dan melakukan banyak riset tentang konsumen yang mungkin belum dipenuhi.

“Jadi kita mesti punya tawaran yang pas dan terus tim kita pintar eksekusi. Ini gak gampang. Karena kita kerja sama ribuan orang dan 80 cabang di seluruh provinsi Indonesia dan untuk mengorganisir dan meyakinkan dan tim kita punya skill yang cukup gak semua orang bisa,” jelasnya.

3. Inovasi produk makanan oleh PT Indofood hingga terkenal hingga luar negeri

Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!IDN Times/Indomie

Inovasi pada bidang makanan, seperti Indomie banyak dilakukan melalui penambahan gizi pada produk makanan atau fortifikasi. Fortifikasi dipelajari Axton melalui ayahnya saat di Nusa Tenggara Timur pada 2009 di mana ia menemukan permasalah stunting yang kini marak dibicarakan.

“Kita punya Indomie dan noodle-noodle itu ada fortifikasinya. Ada vitamin dan mineral yang penting-penting. Itu (saat di NTT) pertama kali saya dengar isu-isu tentang nutrisi dan tentang stunting. Sekarang stunting di mana-mana udah luas dan pengertiannya luas. Tapi 2009 orang gak tau itu apa. Dari situ kita pelajari untuk cari solusi,” kata Axton.

Beragam varian rasa dikeluarkan oleh Indomie yang kini laris manis di mancanegara. Bahkan dalam sesi IMS 2019, Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi menyebut Indomie diklaim sebagai salah satu produk dari Senegal.

Lutfi yang kala itu ditugaskan menjadi duta besar Indonesia untuk Jepang bertemu dengan salah satu duta besar Senegal untuk Jepang yang juga merangkap untuk Indonesia. Dubes Senegal itu kerap bertemu Menteri Luar Negeri Indonesia dengan bantuan Lutfi. Hingga suatu ketika ia memberikan oleh-oleh kepada Lutfi yang disebutnya sebagai produk dari negaranya yang ia beli di Indonesia.

“Suatu ketika dia bawa satu kotak isinya Indofood indomie, dia bilang sama saya ‘Saya surprise luar biasa yang mulia’. Saya bingung kan, ‘Kenapa?‘. ‘Karena produk Senegal di Indonesia’,” kisah Lutfi menceritakan percakapannya yang sontak membuat penonton  tertawa lepas.

“Indomie. Saya kan bingung ya. Mau bilang ‘Lu bodoh banget, namanya juga indomie kali’. Tapi gak bisa ngomong. Dia datang dengan bangga dan bilang bahwa itu produk Senegal,” kisah Lutfi.

Axton membenarkan hal itu karena banyaknya warga negara asing yang suka dengan Indomie dan investasi di beberapa negara hingga pembuatan pabrik di luar negeri.

“Kita investasi di luar negeri udah lama banget. Di Afrika 30 tahun lalu. Mungkin itu kenapa orang-orang Afrika itu dia punya. Kalau di Indonesia aja tahun kemarin jualan udah lebih dari 10 miliar, total noodle-nya Indofood. Jadi kalau mau ekspor lagi susah. Mending kita afford market kita buka di sana,” papar Axton.

4. Peran media sosial dalam kesuksesan Indomie

Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!Pixabay.com/LoboStudioHamburg

Axton mengklaim produknya punya fans loyal terhadap Indomie. Ia bersyukur dengan kehadiran media sosial kini perusahannya dapat langsung berinteraksi dengan konsumen. Kalau dibandingkan 10 tahun lalu ketika belum ada media sosial, sekarang percakapan dengan konsumen jauh lebih mudah.

Ia juga mengaku senang tiap kali ada konsumen yang menge-tag atau mention Indomie atau Indofood di media sosial. Ia sering ditandai oleh postingan warganet dengan ragam kreasi dari Indomie.

We have very crazy loyal fans juga sih. Tetapi sekarang dengan sosial media, one thing we can really do as brand is we can have proper conversation with our consumer. That is something that is not we able to do 5 to 10 years ago. Saya senang kalau teman-teman pada tagging, jadi ada new entrepreneur baru yang pakai Indomie sebagai raw material, onigiri, birthday cake. Dan itu I mean we able to support entrepreneur juga,” ujarnya tersenyum.

Fungsi lain dari media sosial yang digunakan PT Indofood adalah memantau tren di masyarakat. Salah satu contohnya adalah ayam geprek. Axton mengaku mendapat insporasi dari sana untuk membuat rasa baru Indomie.

“Kalau lagi tren ayam geprek, jadi kita pakai insight itu untuk bikin flavor baru untuk Indomie. How we do get close to customer, how we do have proper conversation. That's the key to our brand,” imbuh Axton.

5. Sulitnya mengelola bisnis properti karena ketidakpastian

Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!pexels/pixabay

Hingga saat ini Ciputra Group telah membangun perumahan, apartemen, pusat perbelanjaan, hotel, lapangan golf, rumah sakit dan perkantoran yang tersebar di lebih dari 33 kota besar di seluruh Indonesia.

Cipta mengeluhkan berbagai proses yang lama dalam bisnis properti. Mulai dari perizinan, pembebasan lahan, hingga merekrut tenaga kerja. Karena proses yang lama, masalah selanjutnya pun muncul. Cipta mengatakan bisnis properti seringkali harus jeli menebak arah infrastruktur Indonesia seperti apa.

“Kalau di real estate itu salah satu masalahnya, kita cycle banyak sekali. Proses dari beli tanah sampai lunching sebuah produk waktunya 2-3 tahun. Kita mau jualan, ini market ini yang cocok, yang mana. Dan itu kita harus prediksi itu 2-3 tahun sebelumnya. Kadang salah kadang bener, tapi kita terima aja karena itu udah sejak dari pertama cara kerja kita begitu,” ujarnya.

Di tengah ketidakpastian ia mengaku harus sibuk memprediksi arah infrastruktur Indonesia. Akibatnya, bisnis properti juga mengeluarkan banyak dana untuk merekrut tenaga kerja. Cipta mengaku pasrah dengan kondisi tersebut. Ia menganggap hal itu sebagai tantangan dalam dunia properti.

Namun, ia juga berharap pemerintah bisa menanggapi proses perizinan yang lama dan panjang ini. “Jujur rasanya kita gak mau tebak-tebak. Karena proses itu sulit akhirnya kita mengeluarkan banyak kapital untuk tebak-tebak,” ujar Cipta.

6. Tips agar bisnis bisa sampai 3 turunan

Mengelola Bisnis hingga 3 Turunan? Siapa Takut!Dok. IDN Times

Baik Axton, Cipta dan Victor memiliki saran yang berbeda bagaimana cara mereka mempertahankan bisnis hingga generasi ketiga. Axton mengatakan perlunya understanding marketing, understanding customer, understanding selling tool, understand what the market is doing.

Cipta berpendapat peranan ego sangat penting dalam mempertahankan bisnis. Baginya share holder perusahaan lebih penting dibanding apapun dalam membuat suatu bisnis bertahan lama.

“Masalahnya itu kebanyakan generasi ketiga dan keempat ingin make certain influence ya, certain jabatan. Tapi kalau kita bisa mementingkan shareholder value, mementingkan itu, saya jabatan apa aja oke, influence apa saja oke. Asal share holder naik, asal kepentingan perusahaan dan kepentigan pribadi dalam posisi yang sangat bagus. Itu yang paling bahaya, ego,” jelas Cipta.

Saran yang agak nyeleneh diberikan oleh Victor yang menanggapi Cipta. Bagi dia, ego bisa tercipta karena berbagai faktor, salah satunya istri dan anak.

“Pada satu kelas di Hong Kong ada pembahasan, chapter 1 gimana cara diterusin lebih dari generasi ketiga, istri satu aja dan anak jangan banyak-banyak. Kenapa ego itu kejadian, sorry biasanya orang Tionghoa istrinya lima, ya jelas aja ego kejadian, anaknya banyak,” celetuk Victor.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya