Beratnya Perjuangan Menjadi Petugas KPPS yang Mengawal Pemilu 2019

Ini adalah kisah ayahku yang menjadi petugas KPPS

Jakarta, IDN Times - Sebuah unggahan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong membuat aku merenung malam ini.

Dalam unggahan di Twitter-nya, Tom, sapaan akrabnya menuliskan, "...bahkan nyawa! Innalillahi wainnaillahi rojiun... even their lives! May they Rest In Peace...," yang disertai 6 judul berita media daring tentang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KKPS) yang meninggal dunia.

Aku berpikir, mungkin hal itu bisa saja menimpa ayahku, Taufik Lesmana (58) yang menjadi petugas KPPS. Beberapa hari sebelum penyoblosan, ia terlihat masih rapat hingga larut malam, sekitar jam 01.00 WIB dini hari.

"Ya karena banyak yang belum selesai, banyak masalah, gak mungkin kan ditinggal. Tinggal beberapa hari lagi," kata ayahku beberapa hari sebelum pencoblosan berlangsung.

1. Rapat hingga larut malam

Beratnya Perjuangan Menjadi Petugas KPPS yang Mengawal Pemilu 2019pexels.com/rawpixel

Awalnya, ayahku sempat menolak ketika diminta tolong Ketua RT, namun ia merasa iba karena Ketua RT itu dekat dan memercayai ayahku.

"Sempat nolak, tapi karena Pak RT minta tolong dan saya gak tega ya dibantu," kata ayahku yang akhirnya ditunjuk menjadi wakil ketua.

Ayahku menjadi petugas KPPU untuk TPS 19, Cipadu, Larangan, Tangerang. Seminggu jelang pencoblosan, ia bersama 7 orang lainnya mengadakan rapat sebanyak 2 kali yang diadakan di rumahku pukul 21.00 WIB.

Waktu tersebut dipilih karena dinilai cukup adil dengan segala aktivitas para anggota pada siang harinya.

"2 hari rapat sama 1 hari persiapan tenda dan lain-lain," ujar ayahku.

Rapat persiapan pertama membahas data pemilih dan surat undangan penyoblosan. Sementara rapat kedua membahas pengisian daftar pemilih tetap.

Kedua rapat itu digelar hingga pukul 01.00 WIB dini hari. Pagi harinya, ayahku sudah kembali bekerja.

Baca Juga: Ketua KPPS di Purwakarta Meninggal Dunia Saat Jalankan Tugas

2. Masalah jelang pencoblosan

Beratnya Perjuangan Menjadi Petugas KPPS yang Mengawal Pemilu 2019Dok.IDN Times/Istimewa

Rapat yang memakan waktu lama itu banyak menyinggung masalah logistik yang datang mendadak. Hal lain yang menurut ayahku cukup membuat pusing adalah perubahan daftar pemilih.

"Daftar pemilih ada perubahan dari kelompok keluarga jadi abjad. Dulu dari keluarga sekarang abjad, itu membuat sulit cari rumahnya," katanya.

Ayahku dan anggota lainnya akhirnya mengelompokkan daftar pemilih berdasarkan keluarga agar memudahkan dalam pengiriman undangan pencoblosan.

"Karena gak mudah kalau abjad, kadi kami susun dulu berdasarkan, 'Oh ini anaknya ini, ini di sini', begitu," ujar ayahku.

3. Pemilu yang ribet dan tidak efisien

Beratnya Perjuangan Menjadi Petugas KPPS yang Mengawal Pemilu 2019IDN Times / Shemi

Rabu (17/4), ayahku sudah berangkat menuju TPS pukul 06.30 WIB pagi. Memakai seragam batik, ia bersama rekannya menyiapkan logistik pencoblosan agar pukul 07.00 WIB siap digunakan.

"Harus siap, ya karena kan mulai jam 7. Ya jam 7 lewat sedikit sudah ada yang datang," katanya.

Dari 260 pemilih di TPS 19 Cipadu, tidak semua menggunakan hak pilihnya. Hal itu karena banyak daftar pemilih tetap (DPT) yang bermasalah. Masalah lain saat pencoblosan ada surat suara yang sobek.

Menurut ayahku, hal itu karena permasalahan formulir yang tidak efisien dan kurang sistematis karena banyaknya surat suara yang harus dicoblos.

"Permasalahan formulir njelimet. Kayak main TTS (teka-teki silang). Masalah surat suara akhirnya orang gak nyoblos. Karena bingung, kurang simpel. Ukuran bilik suara yang kecil tidak diimbangi sama surat suara, akhirnya orang jadi kagok," jelas ayahku.

Dari 260 pemilih, saat rekapitulasi dinyatakan terdapat 210 surat suara yang sah.

"Ada warga yang dibuka terus dilipat lagi. Ada yang langsung coblos begitu aja tanpa dibuka surat suaranya," katanya.

4. Beratnya rekapitulasi data

Beratnya Perjuangan Menjadi Petugas KPPS yang Mengawal Pemilu 2019Denisa/IDNTimes

Bagi petugas KPPS, bagian rekapitulasi menjadi tugas yang paling berat. Di banyak tempat, rekapitulasi dilakukan hingga dini hari, dan bahkan hingga pagi hari. Hal yang sama dialami oleh ayahku.

Ia baru tiba di rumah Kamis (18/4) pukul 4.30 WIB dini hari.

"Jam 3 ke kelurahan. Ambil dokumen surat suara yang belum lengkap dan kurang. Masih banyak yang belum selesai di kelurahan, banyak yang antre," kisahnya.

Permasalahan yang dialami ayahku dan rekannya adalah salinan formulir untuk pemilihan presiden. "Karena gak dikasih formulir. Jadi minta lagi ke kelurahan," ujarnya.

5. Ibuku yang menunggu ayah hingga pagi

Beratnya Perjuangan Menjadi Petugas KPPS yang Mengawal Pemilu 2019pexels.com/Kaboompics.com

Ibuku adalah orang yang tidak akan tenang jika ada anggota yang belum pulang atau tidak ada kabar. Ia mendukung ayahku menjadi anggota KPPS, di hari itu ia tidak bisa tidur dengan tenang karena mengkhawatirkan kondisi fisik ayahku yang seharian penuh telah bekerja.

"Itu sudah mau subuh, sudah hampir jam 4.30, mana bisa sih (tidur) nyenyak kalau (ayahku) belum pulang, ya ditungguin," kata ibuku.

Baca Juga: 10 Petugas KPPS di Jabar Meninggal saat Mengawal Proses Pemilu 2019

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Elfida

Berita Terkini Lainnya