Tempat Sampah Rp 9,6 Miliar, Ini 3 Poin yang Perlu Kamu Tahu

Biar kamu gak gagal paham sama harganya yang mahal

Jakarta, IDN Times – Beberapa hari terakhir warganet diributkan dengan postingan e-katalog yang beredar di media sosial terkait pembelian alat kebersihan berupa tempat sampah senilai Rp 9,6 miliar oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.

Polemik lain yakni adanya ongkos kirim senilai Rp 79 juta yang terbilang sangat mahal untuk 2.640 unit tempat sampah merek Jerman berukuran 660 liter itu.

IDN Times mencoba menghubungi Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji yang kemudian memberikan pemaparan bagaimana awal mula pengadaan tempat sampah itu.

1. Berawal dari era Ahok

Tempat Sampah Rp 9,6 Miliar, Ini 3 Poin yang Perlu Kamu TahuIstimewa

Pada tahun 2016, penanganan sampah di Jakarta saat itu masih banyak dikelola pihak swasta. Pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama kemudian menginisiasi penanganan sampah mandiri atau swakelola.

“Sejak jaman Pak Ahok saya ditantang, saya beli lebih dari 1000 truk untuk meremajakan truk sampah kita, jadi kita udah swakelola. Gak bergantung sama swasta,” kata Isnawa kepada IDN Times melalui sambungan telepon, Selasa (5/6).

Saat itu truk sampah yang dibeli masih menggunakan model yang terbuka. Pada tahun yang sama, lanjut Isnawa, DKI membeli 91 truk sampah jenis compactor.

“Akhirnya kita mulai beralih ke compactor, yang tertutup dan bisa ngepres itu. 2016 kita beli 91 truk, 2017 beli 75 truk,” ujarnya.

2. Beli tempat sampah merek China dan tidak bagus

Tempat Sampah Rp 9,6 Miliar, Ini 3 Poin yang Perlu Kamu TahuIstimewa

Sebelum menggunakan tempat sampah merek Weber yang diproduksi di Jerman, pada tahun 2016 DKI Jakarta sempat membeli tempat sampah beroda (dust bin) made in China sebanyak 296 unit. Alasan pembelian tempat sampah ini karena merupakan pasangan dari truk compactor dan agar lebih memudahkan pembuangan sampah ke truk.

“Sebelum Weber ini kita beli produk China di 2016 pada masa Pak Ahok. Kita beli dust bin ini karena pasangannya truk compactor,” ucapnya.

Namun saat dibeli, Isnawa mengaku sering mendapat keluhan terkait tempat sampah tersebut. “Jujur aja yang merek China ini tidak bersertifikasi, akhirnya kondisinya waktu itu meletat-letot, cepet rusak,” keluh Isnawa.

3. Membeli merek Weber pada 2017 dan adanya perbedaan harga

Tempat Sampah Rp 9,6 Miliar, Ini 3 Poin yang Perlu Kamu TahuIstimewa

Dengan kualitas tempat sampah yang memprihatinkan itu, pada 2017 Pemprov DKI menggantinya dengan merek Weber yang di produksi di Jeman. Saat itu Pemprov DKI membeli 1500 tempat sampah dengan rincian 500 unit untuk kapasitas 120-140 liter dan 1000 unit untuk kapasitas 660 liter.

“2017 kita beli 1500 dust bin dari Jerman, merek Weber yang 500, kapasitas 120-140 liter. Yang 1000 yg 660 liter,” ungkap Isnawa.

Pada tahun 2018, Pemprov DKI melalui Dinas Lingkungan Hidup membeli 2640 unit dust bin. Melalui APBD tercatat anggaran senilai Rp 12,6 miliar. Isnawa juga menjelaskan kenapa ada perbedaan harga antara APBD dengan e-katalog.

Dalam menyusun (anggaran) kata Isnawa, perlu adanya antisipasi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang asing serta inflasi.

“Kita kan gak tahu kalau nyusun sesuatu yang mau kita beli tahun depan, kita gak tahu apa yang terjadi di tahun depan. Hasil hitung-hitungan e-compponent pembahasan tapi ada berbagai macam pembahasan, ada di Bappeda, tim anggaran dan DPRD, kan gitu. Jadi melalui proses,” jelasnya.

Setelah muncul e-katalog yang diterbitkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), muncul harga Rp 9,6 miliar, hasil perhitungan dari harga dust bin yang 1 unitnya Rp 3,6 juta.

“Tim LKPP kan mengepres harga, gak boleh orang untungnya gila-gilan. Itu tujuan LKPP gitu, menjaga kita juga biar gak ada mark up dan lain-lain. Dapet harga Rp 3,5 juta hampir Rp 3,6 juta per unit. Kalau dikalikan Rp 9,6 miliar. Jadi ada efisiensi yang sisanya kita balikin ke kas daerah,” pungkas Isnawa.

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya