YLBHI Sebut Kebakaran Lapas Tangerang Buntut Lemahnya Sistem 

YLBHI juga kritik tidak SOP terkait keselamatan para napi

Jakarta, IDN Times - Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) menilai kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang terjadi karena lemahnya sistem. Kelemahan sistem itu akhirnya berbuntut pada petugas atau penjaga lapas yang tidak bisa mengantisipasi evakuasi dalam kejadian kebakaran.

"Saya juga agak curiga ada kelemahan sistem. Kelemahan ini membuat siapa pun yang bertugas itu tidak akan bisa mengantisipasi terjadinya kematian korban jiwa," kata Ketua Pengembangan Organisasi Febi Yonesta kepada IDN Times, Rabu (8/9/2021).

Baca Juga: Lapas Tangerang Over Kapasitas, ICJR Minta Pemerintah Tanggung Jawab

1. Bukan hanya soal karena kapasitas lapas yang berlebih

YLBHI Sebut Kebakaran Lapas Tangerang Buntut Lemahnya Sistem Kebakaran Lapas Tangerang (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia menyebut kapasitas lapas yang berlebihan memang menjadi salah satu faktor masalah. Namun, menurut pria yang akrab disapa Mayong ini, kapasitas berlebih tidak akan langsung berdampak pada persoalan keselamatan jika sistemnya baik.

"Overcapacity mungkin kita tetap bisa mengantisipasi jatuhnya korban jiwa meski. Tapi yang perlu ditelusuri adalah bagaimana sistem keselamatan dan keamanan di lapas. Itu yang juga penting," kata Mayong.

2. Berbagai unsur dalam sistem lapas dipertanyakan YLBHI

YLBHI Sebut Kebakaran Lapas Tangerang Buntut Lemahnya Sistem Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). ANTARA FOTO/Handout/Bal.

Mayong mempertanyakan bagaimana infarstruktur gedung, alat pemadam kebakaran, jalur evakuasi, dan respons cepat petugas dalam menangani kebakaran yang terjadi.

"Itu kan kebakaran berlangsung 2 jam. Itu bagaimana sistem deteksi kebakaran? Berarti gak ada sampai 2 jam berlangsung terus? Dan bisa dibayangkan selama 2 jam orang terkurung di dalam sel. Pertanyaannya apakah pihak lapas baru mengetahui setelah jam ke berapa? Kan berarti tidak ada deteksi kebakarannya, parah tuh," kata Mayong memaparkan.

Ia menambahkan, jika memang secara sumber daya manusia (SDM) di lapas kurang, namun sistemnya bagus, maka kebakaran yang menimbulkan korban jiwa bisa diantisipasi.

 

Baca Juga: [BREAKING] Yasonna: Kebakaran Lapas Tangerang Diduga Karena Korsleting Listrik

3. Tidak ada SOP keselamatan dalam regulasi lapas

YLBHI Sebut Kebakaran Lapas Tangerang Buntut Lemahnya Sistem Infografis over kapasitas Lapas di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

Mayong juga mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dilakukan petugas saat terjadi kebakaran. Jika ada SOP keselamatan, menurutnya, harus ada SOP evakuasi, apa yang harus dilakukan, di mana titik kumpul dan lain-lain.

"Ini kita gak tahu sebaiknya pihak permasyarakatan, bukan hany pihak lapas Tangerang tapi Dirjen Permasyarakatan Kemenkumham itu menyampaikan secara transparan apakah lapas punya SOP tentang keselamatan," katanya.

Mayong menyesalkan tidak adanya regulasi lapas yang mengatur masalah keselamatan bagi para napi dalam keadaaan darurat seperti kebakaran atau peristiwa alam. Tragedi kebakaran yang terjadi di Lapas Kelas IA Tangerang menewaskan 41 warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang menghuni blok C2.

"Saya coba cek-cek di regulasi atau peraturan tentang lembaga permasayarakatan tidak ada satu pun ketentuan yang membahas soal keselamatan. Padahal kita tahu kebakaran di lapas bukan kali pertama terjadi," katanya.

Bukan hanya soal kebakaran dan peristiwa alam, menurut Mayong, keselamatan napi juga tidak terjamin karena acap kali di lapas terjadi. "Tapi mengapa di regulasinya faktor keselamatan tidak menjadi perhatian dari pemerintah dan pembuat kebijakan?" kritik Mayong.

4. Padahal ada aturan untuk menghormati napi

YLBHI Sebut Kebakaran Lapas Tangerang Buntut Lemahnya Sistem Ilustrasi Napi (IDN Times/Arief Rahmat)

Mayong mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. Pada UU tersebut tidak ada satupun istilah keselamatan. Yang ada adalah keamanan dan ketertiban.

"Jadi memang perspeketif di UU ini persepektif keamanan. Jadi melihat bahwa para napi sebagai faktor gangguan keamanan, tapi tidak ada 1 pun pasal yang mengatur kesalamatan para napi," ujarnya.

Padahal pada pasal 5 UU tersebut, lanjut Mayong, ada azas-azas sistem pembinaan permasyarakatan yang salah satu poinnya adalah penghormatan harkat dan martabat manusia.

"Itu harusnya mendudukkan napi sebagai manusia juga yang harus dilindungi dan dijamin keselamatan. Tapi kenapa tidak ada aturan opersional mengatur soal keselamatan," katanya menjelaskan.

Baca Juga: Menkumham: Over Kapasitas Lapas Masalah Klasik

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya