CATAHU 2020: RI Masih Belum Jadi Negara yang Aman Bagi Perempuan

Tingkat kekerasan perempuan pada 2019 paling tinggi 12 tahun

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Catatan Komnas Perempuan merekam data kekerasan perempuan di tahun 2018 mencapai 406.178 kasus. Sedangkan, di tahun 2019, angka pelaporan kasusnya semakin meningkat menjadi 431.471 kasus. 

Hal tersebut dipaparkan secara langsung oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dalam acara Catatan Tahunan "CATAHU" Komnas Perempuan tahun 2020, yang digelar di salah satu hotel di kawasan Jakarta Pusat, pada Jumat (6/3). CATAHU 2020 menggambarkan kondisi kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan sepanjang tahun 2019 lalu. 

Catatan itu menandakan awal dimulainya kampanye hari perempuan internasional yang jatuh setiap tanggal (8/3). 

"Setiap tahunnya kami mengirimkan kuesioner ke berbagai lembaga, baik pemerintah maupun masyarakat (LSM). Sebanyak 672 kuesioner telah berhasil disebarkan," ujar Koordinator Suplem Pemantauan Dwi Ayu, ketika memaparkan CATAHU 2020 pada Jumat kemarin. 

Lalu, apa lagi hasil survei yang berhasil diungkap oleh Komnas Perempuan?

1. Jumlah kekerasan terhadap perempuan tahun 2019 paling tinggi dibanding 12 tahun terakhir

CATAHU 2020: RI Masih Belum Jadi Negara yang Aman Bagi PerempuanCATAHU 2020 (IDN Times/ Ileny

Berdasarkan data diagram dari Badilag dan data formulir kuesioner yang diterima oleh Komnas perempuan dari tahun ke tahun, jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2019 menduduki urutan tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Angkanya mencapai 431.471 kasus.

Analisa Komnas Perempuan menunjukkan dalam kurun waktu selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap kaum perempuan di Indonesia mengalami kenaikan sebanyak 8 kali lipat atau sebanyak 792%. Pada tahun 2008 misalnya, terdapat sebanyak 54.425 jumlah kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan. Kemudian, jumlah kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat hingga tahun pada 2015 yang mencapai 321.752 kasus.

Pada tahun 2016, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan dengan jumlah kasus sebanyak 259.150. Setelah itu, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan kembali meningkat, hingga pada tahun 2019 jumlah kekerasan tersebut mencapai angka 431.471 kasus.

Baca Juga: Inilah Jumlah Kekerasan pada Perempuan di Jatim, Sudah Peka Kah Kamu? 

2. Perempuan di Indonesia tidak aman dari tindak kekerasan

CATAHU 2020: RI Masih Belum Jadi Negara yang Aman Bagi PerempuanCATAHU 2020 (IDN Times/ Ileny

Lebih lanjut organisasi itu juga menyampaikan tingginya jumlah kasus tindak kekerasan yang dialami kaum perempuan menandakan Indonesia saat ini semakin jauh dari kata aman bagi perempuan. 

Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi lantaran kurangnya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan. Bahkan, bisa dikatakan adanya pembiaran kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan.

3. Kasus kekerasan seksual terhadap kaum perempuan disabilitas juga semakin meningkat

CATAHU 2020: RI Masih Belum Jadi Negara yang Aman Bagi Perempuan(Ilustrasi tindak kekerasan terhadap perempuan) IDN Times/Sukma Shakti

Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad juga mencatat kasus tindak kekerasan yang menimpa perempuan disabilitas semakin meningkat sebesar 47 persen apabila dibandingkan tahun 2018. Korban terbanyak adalah disabilitas intelektual. 

"Mayoritas pelaku tidak teridentifikasi. Dalam sistem pelaporan kasus, sering kali saudara-saudara disabilitas intelektual dianggap tidak cakap memberikan kesaksian," kata Bahrul. 

Data mengenai pengaduan soal cyber crime ke Komnas Perempuan juga mengalami kenaikan yang signifikan yakni mencapai 300 persen menjadi 281 kasus. Padahal di tahun 2018, jumlah pelaporan hanya 97 kasus. 

Sementara, anggota Komnas Perempuan Retty Ratnawati menilai tindak kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan seringkali terjadi ketika mereka menjalani relasi pacaran. Sebagian besar korban memiliki latar pendidikan paling tinggi SLTA. 

"Kondisi ini diakibatkan karena kurangnya pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif sehingga perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karenanya, pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas dalam kebijakan pendidikan di Indonesia sangatlah dibutuhkan," ungkap Retty. 

Baca Juga: Tekan Kekerasan Seksual, Anak dan Perempuan Harus Bergandeng Tangan

Topik:

Berita Terkini Lainnya