88,2 Persen Anak Muda Menolak Intoleransi, Tapi Mereka Tidak Konsisten

Yuk kita rawat sikap toleran!

Jakarta, IDN Times - Isu intoleransi dan radikalisme kian marak. Dalam beberapa pekan terakhir, misalnya, muncul berbagai kasus penyerangan terhadap tokoh agama maupun tempat ibadah.

Namun berdasarkan hasil riset International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada 2016, sebanyak 88,2 persen anak muda menolak kekerasan berbasis agama.

Survei tersebut dilakukan di 6 kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Pontianak, dan Surabaya. Lantas, bagaimana tanggapan generasi millennials terhadap maraknya isu intoleransi belakangan ini?

1. Banyak kaum toleran yang tak tegas dalam bersikap

88,2 Persen Anak Muda Menolak Intoleransi, Tapi Mereka Tidak KonsistenSukma Shakti/IDN Times

Kolumnis muda dan aktivis pluralisme Kalis Mardiasih mengatakan isu intoleransi, radikalisme, hingga ujaran kebencian di sosial media kian tak terkendali. Berdasarkan hasil riset yang ia lakukan bersama Jaringan Gusdurian, 90 persen anak-anak muda setuju dengan pancasila. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan sikap tegas penolakan intoleransi. 

"Gak semua orang yang toleran dalam pikiran bisa berpersepsi sejalan dengan pikirannya. Misalnya ada isu hits soal pelakor (perebut lelaki orang), saya yakin ibu-ibu muslim gak ada yang setuju suaminya poligami. Tetapi ketika banyak yang menyuarakan penentangan terhadap poligami, mereka justru bersikap sebaliknya," ujar Kalis di Jakarta, Rabu (21/2). 

Sikap yang tak tegas tersebut, imbuhnya, akan menjadi bom waktu. Ketika ada tragedi yang panas, sikapnya akan condong ke kanan dan tak berani menunjukkan toleransinya terhadap kelompok beda agama. 

"Tantangan terbesar saat ini adalah membuat orang-orang yang berlaku toleran bisa punya sikap yang sejalan dengan pikirannya," ungkap Kalis.

Baca juga: Intoleransi Semakin Marak, Ini Usulan Generasi Millennials kepada Pemerintah

2. Isu intoleransi dan kekerasan di media sosial tak terkendali 

88,2 Persen Anak Muda Menolak Intoleransi, Tapi Mereka Tidak KonsistenIDN Times/Sukma Shakti

Menurut Khalis, media sosial menjadi penyebab paling membahayakan dalam menebarkan benih intoleransi dan paham radikal. 

Terlebih lagi, paparan berita hoax dari internet kian merajalela. Kalis pun mengimbau generasi muda untuk tak mudah terpengaruh dengan informasi kontroversial yang bertebaran di internet. Ada baiknya mencari tahu kebenaran informasi dan mempertimbangkan aspek manfaat sebelum menyebarkannya.

3. Ciptakan kurikulum berbasis pancasila

88,2 Persen Anak Muda Menolak Intoleransi, Tapi Mereka Tidak KonsistenIDN Times/Sukma Shakti

Salah seorang peserta fellowship INFID, David, mengungkapkan kegelisahannya terhadap kondisi intoleransi di Indonesia. Menurut dia, Kemendikud harus bisa menciptakan kurikulum pendidikan berbasis pancasila, serta menumbuhkan semangat prularisme dan prinsip kemajemukan dalam pancasila.

"Kemendikbud dan Kemenag perlu kerja sama dalam memberikan wawasan agama yang toleran, khususnya pada guru agama," ujarnya. 

Baca juga: Polisi: Ada yang Sengaja Menebarkan Ketakutan

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya