Budaya Merari dan Faktor Sosial Ancam Kekerasan Seksual Anak di NTB

Tercatat 2018, 20 anak jadi korban kekerasan seksual di NTB

Jakarta, IDN Times - Kekerasan seksual anak oleh keluarga dekat jadi ancaman yang mengkhawatirkan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari data yang tercatat di Rumah Perlindungan Sosial Anak (RSPA) Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Paramitha Mataram, angka anak korban kekerasan seksual–khususnya dari keluarga dekat, cukup tinggi.

"Pada 2016, angka kekerasan seksual dari ayah kandung mencapai 27 kasus. Pelaku lain adalah dari ayah tiri, sepupu, paman, atau kakak adik," kata Ketua RSPA dan Kepala Seksi BRSAMPK Paramita Mataram Agnes Rosalia, Senin malam (22/10).

Baca Juga: Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Dorong Sekolah Ramah Anak

1. Tahun 2018 tercatat 20 anak jadi korban kekerasan seksual di NTB

Budaya Merari dan Faktor Sosial Ancam Kekerasan Seksual Anak di NTBIDN Times/Sukma Shakti

Tahun 2018, tercatat delapan anak menjadi korban inses dengan ayah kandung. Sementara, jumlah total korban kekerasan seksual anak dengan keluarga dekat sekitar 20 anak. Dari jumlah tersebut, lima anak di antaranya hamil.

"Yang termuda usia 12 tahun. Anak ini ditinggal ibunya bekerja sebagai tenaga kerja asing, lalu ayahnya melakukan kekerasan,” ujar Agnes.

2. Budaya lokal Merari di NTB memengaruhi angka kekerasan seksual

Budaya Merari dan Faktor Sosial Ancam Kekerasan Seksual Anak di NTBIDN Times/Sukma Shakti

Menurut Agnes, budaya lokal Merari dari masyarakat setempat berpengaruh terhadap kasus kekerasan seksual. Dalam budaya tersebut, jika ada pasangan muda yang saling suka lalu si laki-laki melarikan sang anak perempuan, konsekuensinya adalah menikah.

"Nah, sebaiknya ada kesadaran pada masyarakat agar tidak dinikahkan. Jadi ini tugas budayawan untuk membangun pemahaman,” kata dia.

3. Faktor sosial paling dominan memengaruhi kasus kekerasan seksual

Budaya Merari dan Faktor Sosial Ancam Kekerasan Seksual Anak di NTB

Menurut Agnes, faktor yang dominan dari kasus-kasus kekerasan seksual di NTB adalah faktor sosial. Faktor lain adalah terpapar pornografi dari internet, faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. 

"Sejauh ini, RSPA sudah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak termasuk dengan pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat, untuk menekan angka kekerasan seksual pada anak," ujar dia.

4. Jumlah korban kekerasan seksual 2016 mendekati angka 200

Budaya Merari dan Faktor Sosial Ancam Kekerasan Seksual Anak di NTBIDN Times/Sukma Shakti

Agnes menyebutkan, angka anak sebagai korban yang mendapat penanganan RSPA jumlahnya bervariasi setiap tahun. Paling tinggi pada 2016, yakni mendekati angka 200.

"Dari jumlah ini, 90 persen adalah korban kekerasan seksual," ungkap dia.

5. Kekerasan seksual anak seperti fenomena gunung es

Budaya Merari dan Faktor Sosial Ancam Kekerasan Seksual Anak di NTBIDN Times/Sukma Shakti

Sementara, pada 2017 angka kekerasan seksual anak bergerak turun sedikit mencapai 150-anak. Namun, Agnes tidak memiliki data faktor penyebab terjadi penurunan angka tersebut, apakah tidak terlaporkan atau apakah karena kasusnya memang menurun. Hingga Oktober 2018, angka kekerasan seksual mencapai 85 orang. 

"Statistik ini yang terlaporkan kepada kami. Angka sesungguhnya bisa jadi lebih besar karena ini seperti fenomena gunung es,” kata dia. 

Semoga kasus-kasus kekerasan seksual pada anak di NTB berkurang ya guys

Baca Juga: KPAI: Mediasi Bukan Solusi Atasi Kekerasan Seksual Anak  

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya