Cegah Radikalisme di Kampus, Medsos Mahasiswa akan Diawasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ancaman radikalisme kian memprihatinkan. Pasalnya, hal itu sudah menyasar semua jenjang pendidikan. Pasca penangkapan tiga terduga teroris di Universitas Riau, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melakukan beberapa langkah pencegahan penyebaran paham radikalisme.
1. Radikalisme menyasar semua jenjang pendidikan
"Apakah pendidikan tinggi kecolongan? Bukan kecolongan. Saya sudah berkali-kali cerita. Kasus ini kejadian sejak 1983, adanya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) sehingga kampus terjadi kekosongan dan diisi mereka. Ini berjalan sampai sekarang.
Bahkan tidak hanya di perguruan tinggi, tapi juga di SMA, SMP, SD terjadi hal sama. Guru terpapar, mahasiswa dan dosen terpapar," ujar Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir di Jakarta, Senin (4/6).
2. Mendorong bela negara dan wawasan kebangsaan
Editor’s picks
Menurut Nasir, cara mengendalikan paham radikalisme adalah menerapkan bela negara dan wawasan kebangsaan.
"Setelah keluar aturan pelarangan HTI, kami dorong lebih kuat lagi. Sekarang kami berkolaborasi dengan BNPT supaya dilakukan. Apa yang terjadi di Riau bisa saja muncul di mana-mana," tuturnya.
3. Monitoring dosen dan mahasiswa
Selain berkolaborasi dengan BNPT, kata Nasir, pihaknya juga melakukan monitoring para dosen dan mahasiswa berupa pendataan. Dosen harus mencatat nomor ponsel yang dimiliki. Begitu pula mahasiswa, akun-akun media sosialnya harus dicatat.
"Tujuannya agar mengetahui lalu lintas komunikasi seperti apa. Kami tidak mempermasalahkan kerahasiaan mereka, tapi kami tetap, masalah gangguan keamanan akan diserahkan kepada mereka (BNPT)," ujar Nasir.