Duh! 9,8 Persen Balita Menderita Stunting

Asupan gizi anak harus diperhatikan

Jakarta, IDN Times - Stunting merupakan manifestasi kegagalan pertumbuhan (growth faltering) yang dimulai sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Anung Sugihantono mengatakan, stunting menjadi prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa.

Sebab itu, pencegahan dan penanggulangan stunting harus dimulai secara tepat sebelum kelahiran dan berlanjut sampai anak berusia dua tahun.

1. Sebanyak 9,8 persen balita menderita stunting

Duh! 9,8 Persen Balita Menderita Stunting Antara Foto/Maulana Surya

Kemenkes mencatat, sepanjang tahun 2017 berdasarkan tinggi badan dan usia, dari 170 ribu balita berusia 0-59 bulan di 514 kota di Tanah Air, terdapat balita sangat pendek sebanyak 9,8 persen, balita pendek sebesar 19,8 persen, dan balita normal sebesar 70,4 persen.

Sementara itu, pada bayi dua tahun, terdapat prevalensi sangat pendek sebesar 6,9 persen, pendek 13,2 persen, dan normal sebesar 79,9 persen. 

"Angka ini tidak bisa disamakan dengan Riskesdas ya, karena metode samplingnya berbeda," kata Anung dalam acara Hari Gizi Nasional ke 58 di Gedung Kemenkes RI, Jakarta, Kamis (25/1).

Baca juga: Ibu Ini Diusir karena Menyusui Bayinya di Restoran

2. 3,8 persen balita menderita gizi buruk

Duh! 9,8 Persen Balita Menderita Stunting Antara Foto

Kemenkes mencatat, prevalensi gizi buruk sebesar 3,8 persen, gizi kurang sebesar 14,0 persen, gizi normal sebesar 80,4 persen, serta obesitas 1,8 persen.

Di tingkat nasional, secara proporsional terdapat provinsi yang kasus gizi buruknya tinggi, ada 14 persen, 19 persen, dan gizi kurang sampai 20 persen.

"Secara umum permasalahan gizi memang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, baik gizi buruk, gizi kurang atau gizi lebih," imbuh Anung.

3. Hanya 33,3 persen ibu hamil yang mengonsumsi tablet tambah darah

Duh! 9,8 Persen Balita Menderita Stunting Antara Foto/Maulana Surya

Menurut Anung, masalah gizi anak yang berdampak pada stunting dan masalah gizi ibu seringkali tidak disadari sebagai sebuah masalah yang harus dicegah dan diselesaikan. Dari 89,1 persen perempuan hamil yang mendapatkan tablet tambah darah, hanya 33,3 persen persen yang mengonsumsi tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan (Data Riskesdas, 2013). 

Selain itu, belum semua anak usia 0-5 bulan mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif. Data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016 menyebutkan hanya 54 persen yang menerima ASI ekslusif.

 "Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat, khususnya keluarga, membutuhkan pelayanan konseling ASI ekslusif dan praktik-praktik pemberian makan serta pola asuh bayi dan anak yang tepat agar tercukupi kebutuhan gizinya. Selain itu juga memberikan dukungan kepada ibu dan ayah untuk memberikan makanan yang tepat bagi buah hatinya," kata Anung.

Baca juga: Tekan Angka Kematian, Pemkot Surabaya Luncurkan Ambulan Khusus Bayi

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya