Fahmi Idris: Gangguan Jiwa Ditanggung BPJS Kesehatan

Manfaat layanan tetap ditentukan oleh Kemenkes

Jakarta, IDN Times - Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris memastikan, biaya pengobatan penyakit gangguan jiwa ditanggung pemerintah. Hal itu diungkapkan dalam Open House IDN Media HQ di Jakarta Selatan, Selasa (29/10).

"Ada misleading bahwa BPJS gak menanggung gangguan jiwa. Kami sudah lama meng-cover kasus-kasus (gangguan jiwa), untuk kelompok diagnosisnya memang harus dikembangkan. Kami terbuka dengan semua itu, tapi yang menentukan manfaat layanan itu Kemenkes (Kementerian Kesehatan) dengan mempertimbangkan berbagai hal," ujar Fahmi.

Baca Juga: Iuran BPJS Naik, Menkes: Harapan Saya Itu Mampu Menutup Defisit

1. BPJS Kesehatan gunakan konsep pembayaran prospective payment system

Fahmi Idris: Gangguan Jiwa Ditanggung BPJS Kesehatan(Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Fahmi menjelaskan, konsep pembayaran BPJS Kesehatan adalah prospective payment system yaitu sistem pembayaran pada  pelayanan kesehatan dengan cara reimburse atau klaim. Pihak rumah sakit harus melakukan tindakan sesuai dengan clinical pathway. Selain menjaga kualitas, biaya pelayanan juga terkendali.

"Kualitas layanan dijaga. Kalau dulu, misal infus gak masuk harus ganti jarum, itu ditanggung pasien. Kalau sekarang risiko ditanggung rumah sakit, termasuk biaya konsul, termasuk kaitannya penyakit gangguan jiwa," kata Fahmi.

2. Pemanfaatan pelayanan kesehatan rata-rata 640.822 per hari

Fahmi Idris: Gangguan Jiwa Ditanggung BPJS Kesehatan(Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Berdasarkan data BPJS Kesehatan, pemanfaatan pelayanan kesehatan selama 5 tahun di seluruh tingkat pelayanan sebanyak 874,1 juta pemanfaatan. Rata-rata pemanfaatan tahun 2018 adalah 640.822 per hari kalender.

"Rata-rata ada 445 orang per menit (yang memanfaatkan layanan kesehatan)," jelasnya.

Pada 2014, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp1,9 triliun. Pada 2015, defisit meningkat menjadi Rp9,4 triliun. Pada 2016, defisit sempat turun menjadi Rp6,7 triliun. Pada 2018, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp13,8 triliun.

3. Jokowi sudah meneken kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019

Fahmi Idris: Gangguan Jiwa Ditanggung BPJS Kesehatan(Presiden Jokowi meninjau posko pengungsian di Desa Tulehu, Maluku Tengah) ANTARA/Hanni Sofia

Saat ini pemerintah telah menaikkan besaran iuran kepesertaan jaminan kesehatan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid tersebut diteken Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 24 Oktober 2019.

Dalam Perpres tersebut, iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan. Kenaikan juga terjadi pada kelompok peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Untuk kelas I, iuran naik dua kali lipat dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Untuk peserta mandiri kelas II meningkat dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan. Sementara, untuk kelas III, iuran peserta naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.

https://www.youtube.com/embed/GgPUSlIk5Mg

Baca Juga: Ini 4 Fakta Terkait Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Sebesar 100 Persen

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya