Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?

Gizi buruk terus terjadi setiap tahun

Jakarta, IDN Times - Busung lapar atau kekurangan gizi masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Indonesia. Sebab, masalah kesehatan juga dinilai berkaitan erat dengan faktor kemiskinan.

Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sementara Kementerian Sosial telah menjalankan Program Keluarga Harapan (PKH) beserta pemberian bantuan sosial (bansos) lainnya untuk mengentaskan kemiskinan.

Lantas, bagaimana dampak program-program tersebut terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan sosial?

Baca Juga: Anggaran Bansos Naik, Mensos: Perlu Data Kredibel agar Tak Menyimpang

1. Kasus kekurangan gizi masih terjadi

Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?IDN Times/Imam Rosidin

Kendati angka kemiskinan dinyatakan turun dan intervensi kesehatan telah dilakukan, namun kasus kekurangan gizi masih terjadi. Tak hanya di daerah terpencil, kota besar pun tak luput dari kasus kekurangan gizi.

Sejak 2015 hingga 2016, Dinas Kesehatan Kota Bekasi mencatat sebanyak 194 balita didiagnosa medis menderita gizi buruk. Selain disebabkan pola pengasuhan yang salah, gizi buruk juga terjadi akibat infeksi penyakit dan minimnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga.

Pada awal 2018, Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi Buruk dan Campak Suku Asmat Papua menjadi sorotan. Sebab, tercatat korban meninggal sebanyak 72 anak. Dari jumlah tersebut, 66 meninggal karena campak dan 6 lainnya karena gizi buruk.

Berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI Anung Sugihantono, KLB dipicu oleh minimnya aksesibilitas kesehatan dan pangan, minimnya pengetahuan masyarakat soal gizi, dan buruknya masalah sanitasi.

Selain itu, kendala utama penanganan wabah adalah kondisi medan yang sangat berat. Sulitnya akses jalan dan jarak tempuh menjadikan penanganan terkesan lambat.

Pada Agustus 2018, di Pulau Seram tercatat 170 jiwa yang dalam kondisi terancam kelaparan akibat gagal panen. Mereka terdiri dari 75 orang dewasa, 60 orang usia lanjut, dan 35 balita.

Kemudian di Asmat, Papua, sedikitnya 60 warga meninggal karena gizi kronis dan terserang penyakit campak.

Baru-baru ini, Intan Zahar (4), dilaporkan mengidap gizi buruk akut (marasmus) di Desa Kuala Keureto, Kecamatan Lapang, Kabupaten Aceh Utara. Ia pun dilarikan ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

2. Ada 3,8 persen balita di Indonesia mengalami gizi buruk

Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, prevalensi balita Indonesia yang mengalami gizi buruk sebesar 3,8 persen. Selain itu, balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 14,0 persen. Sementara, gizi baik pada balita sebanyak 80,4 persen dan obesitas 1,8 persen. Data PSG tersebut diperoleh berdasarkan sampling terhadap 170 ribu balita di 514 kabupaten/kota.

Sebagai perbandingan, data PSG tahun 2016 yang juga dilakukan di 514 kabupaten/kota menyatakan 3,4 persen balita mengalami gizi buruk dan 14,4 persen mengalami gizi kurang. Kemudian, 23,4 persen balita berpotensi akan mengalami kegemukan dan gizi baik balita sebanyak 61,1 persen.

Namun, data Riskesdas 2018 menunjukkan adanya perbaikan status gizi pada balita di Indonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2 persen (Riskesdas 2013) menjadi 30,8 persen. Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6 persen (Riskesdas 2013) menjadi 17,7 persen.

3. Ibu hamil dan balita masuk komponen PKH

Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Guna menanggulangi masalah gizi buruk, Kementerian Sosial telah memasukkan ibu hamil dan anak di bawah lima tahun (balita) sebagai salah satu komponen bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH). Sasaran tersebut diberikan agar ibu hamil dan balita bisa mendapatkan asupan gizi mencukupi.

"Nominal intervensi yang diberikan pemerintah sejumlah Rp 1.890.000 yang diberikan dalam empat tahap selama satu tahun. Bantuan disalurkan secara nontunai," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat.

Bantuan tersebut tidak diberikan secara cuma-cuma, melainkan dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Harry menerangkan, Ibu-ibu hamil peserta PKH harus memenuhi kewajiban memeriksakan kehamilan minimal empat kali selama masa kehamilan.

"Pemeriksaan ini adalah upaya yang dilakukan pemerintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi, termasuk didalamnya bayi stunting. Tujuannya agar ibu hamil dan bayi yang lahir nantinya sehat," kata Harry. 

Sedangkan terhadap balita, imbuhnya, bertujuan agar si balita memperoleh imunisasi dan nutrisi yang sehat sebagai bekal tumbuh kembang anak.

4. Masih banyak kelompok adat terpencil belum diberdayakan

Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?ANTARA Foto/Olha Mulalinda

Untuk masyarakat di daerah terpencil, Kemensos melakukan pemberdayaan melalui program Komunitas Adat Terpencil (KAT). Sesuai Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 Pasal 9 yang menyebut pemberdayaan sosial terhadap KAT meliputi bidang permukiman, administrasi kependudukan, kehidupan beragama, kesehatan, pendidikan, ketahanan pangan, penyediaan akses, kesempatan kerja, penyediaan akses jalan, advokasi dan bantuan hukum, pelayanan sosial dan/atau lingkungan hidup, serta bidang lainnya sesuai kebutuhan KAT yang diselenggarakan oleh kementerian/lembaga terkait sesuai tugas dan fungsi.

Berdasarkan data dari Direktorat KAT, persebaran Warga KAT Tahun 2015--2019 adalah 150.192 KK, dengan Lokasi Habitat di dataran tinggi (daerah pegunungan), dataran rendah (rawa), pedalaman (daerah perbatasan), dan di atas pohon atau pemukiman berpencar.

Dari jumlah data persebaran tersebut, sebanyak 6.288 KK Warga KAT telah diberdayakan, dan 141.775 KK Warga KAT belum diberdayakan. Target pemberdayaan Warga KAT pada tahun 2018 sebanyak 2.099 KK yang berada di 22 Provinsi, 51 Kabupaten, 65 Kecamatan, 74 Desa, dan 92 Lokasi.

5. Pemerintah masih terkendala anggaran untuk pemberdayaan KAT

Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?Dok. BNPB

Kasubdit Kerjasama Kelembagaan Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Komunitas Adat Terpencil (KAT) Kemensos Laode Taufik Nuryadin menambahkan, target pemberdayaan KAT di Indonesia setiap tahun ada di 90 lokasi, namun anggaran yang tersedia hanya cukup untuk merekrut 20 pendamping KAT setiap tahun.

"Anggaran pemerintah tidak cukup untuk merekrut pendamping ke-90 lokasi itu, jadi bertahap. Tahun berikutnya kalau ada perkembangan bagus, kami akan coba lebih luas lagi," ujar Taufik kepada IDN Times.

Taufik menjelaskan, total APBN yang disediakan untuk pemberdayaan KAT 2018 sebesar Rp127 miliar. Sebanyak 80 persen digelontorkan ke pemerintah dalam bentuk tugas pembantuan.

"Dua puluh persennya ada di pemerintah pusat dan provinsi, itu untuk kegiatan yang sifatnya non fisik seperti rapat, pembekalan pendamping KAT,  monitoring, dan sebagainya," tutur Taufik.

6. Anggaran PKH naik Rp34,4 triliun

Gizi Buruk Masih Terjadi, Bagaimana Peran Pemerintah?ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Namun demikian, pemerintah saat ini meningkatkan alokasi anggaran Program Keluarga Harapan (PKH), dari semula Rp19,2 trilliun pada tahun 2018, menjadi Rp34,4 trilliun pada 2019.

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, data yang diperbarui secara aktif dan kredibel sangat membantu ketepatan penyaluran bantuan sosial kepada target yang ditentukan. Hal itu akan memperkecil peluang terjadinya penyimpangan.

“Karena sejak awal memang sudah baik. Apalagi sekarang (indeks bantuan) PKH sudah nonflat sehingga tidak bisa dibikin-bikin," tuturnya.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat mengatakan, penyaluran bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) telah disesuaikan dengan arahan presiden yang semula setiap Februari menjadi Januari. Dengan demikian, tahap kedua akan disalurkan pada bulan April. Harry juga melaporkan realisasi penyaluran bansos PKH yang sudah mencapai 99,99 persen.

“Kami juga laporkan dampak PKH terhadap peningkatan pendapatan per kapita sampai 10 persen, meningkatkan konsumsi makan berprotein sampai 8 persen, mengurangi stunting sampai 27 persen, dan meningkatkan partisipasi sekolah sampai 98 persen,” kata Harry.

Baca Juga: Kemensos Dorong Dinas Sosial Lebih Efektif Menyalurkan Bansos

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya