Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Dorong Sekolah Ramah Anak

Sekolah Ramah Anak belum memenuhi standar

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), Kemdikbud dan Kemenag RI untuk bersinergi menciptakan sekolah aman dan nyaman bagi warga sekolah melalui program Sekolah Ramah Anak (SRA).

Percepatan SRA mendesak dilakukan lantaran angka kekerasan anak di lingkungan sekolah terbilang tinggi.

1. SRA tak sekadar zero kekerasan

Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Dorong Sekolah Ramah AnakANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan, SRA tidak sekadar zero kekerasan, tetapi sekolah yang mendeklarasikan sebagai Sekolah Ramah Anak harus memiliki kantin yang sehat.

Baca juga: Viral Bocah Disiram Oli Karena Dituduh Mencuri, Begini Kronologisnya

"Selama ini jajanan di sekolah didominasi oleh karbohidrat, makanan yang mengadung pemanis, penyedap, dan pengawet. Jarang kantin sekolah menyediakan buah dan sayur. Padahal anak dalam tumbuh kembangnya sangat membutuhkan makanan yang sehat dan gizi yang seimbang," ungkap Retno dalam keterangan tertulis kepada IDN Times, Rabu (2/5).

2. SRA wajib menciptakan lingkungan yang aman

Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Dorong Sekolah Ramah AnakANTARA FOTO/Idhad Zakaria

Selain itu, sekolah yang mengikrarkan diri sebagai SRA juga wajib menciptakan lingkungan sekolah yang aman secara fisik, asri dan hijau, memiliki jalur evakuasi bencana, bebas asap rokok, bebas narkoba, dan memiliki nomor pengaduan jika siswa mengalami kekerasan dan ketidaknyamanan lain saat berada di sekolah.

Program SRA selama ini diartikan keliru, seolah hanya untuk kepentingan anak, padahal kondisi sekolah yang aman, nyaman, asri, sehat dan nir kekerasan adalah situasi dan kondisi yang yang akan berdampak positif bagi seluruh warga sekolah, termasuk kepala sekolah, guru dan petugas sekolah lainnya.

"Oleh karena, para guru di berbagai sekolah seharusnya dibekali psikologi anak agar dapat memahami tumbuh kembang anak sesuai usianya. Mereka harus diberi pelatihan manajemen kelas sehingga dapat mengatasi anak-anak yang memiliki kecenderungan agresif, dan membangun disiplin positif dalam proses pembelajaran. Karena masih banyak guru yang cenderung mendisiplikan siswa dengan kekerasan, bukan dengan disiplin positif," imbuh Retno.

3. Permendikbud No. 82 Tahun 2015 belum terimplementasi dengan baik

Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Dorong Sekolah Ramah Anak

Selain itu, Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan ternyata belum dipahami oleh para pendidik maupun para birokrat pendidikan, padahal isi Permendikbud ini sangat rinci dalam mendefiniskan jenis-jenis kekerasan dan sanksinya, upaya pencegahan dan penanganan kekerasannya jelas.

"Untuk itu, Kemdikbud harus lebih masif lagi dalam mensosialisasikan ke jajarannya, para guru dan para birokrat pendidikan," tandas Retno.

Berdasarkan data KPAI dalam tri semester pertama tahun 2018, pengaduan di KPAI juga didominasi oleh kekerasan fisik dan anak korban kebijakan (72 persen), kekerasan psikis (9 persen), kekerasan finansial atau pemerasan (4 persen) dan kekerasan seksual (2 persen). Selain itu, kasus kekerasan seksual oknum guru terhadap peserta didik yang viral di media, meski tidak dilaporkan langsung ke KPAI, tetapi KPAI tetap melakukan pengawasan langsung mencapai 13 persen kasus.  

Baca juga: Viral Polisi Tampar Wanita di Depan Balita

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya