Komnas Perempuan: Hukuman Mati Justru Memicu Terorisme Baru

Perempuan cenderung gak dicurigai, jadi celah teroris untuk memanfaatkan mereka

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta negara memberikan perlindungan pada perempuan dan anak-anak pasca peristiwa bom bunuh diri di Surabaya. Menurut Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny, perempuan dan anak-anak tak boleh dilibatkan dalam kegiatan terorisme.

1. Perempuan jadi strategi aksi terorisme

Komnas Perempuan: Hukuman Mati Justru Memicu Terorisme  BaruIlustrasi oleh Rappler Indonesia

"Perempuan kini dilihat sebagai strategi ideal oleh teroris. Dia cenderung gak dicurigai, apalagi sambil bawa anaknya. Ini jadi strategi baru terorisme yang menggunakan tubuh perempuan untuk membunuh," ujar Venny di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Minggu (20/5).

Baca juga: 20 Tahun Reformasi: Negara Masih Takut Ungkap Kasus 65

2. Lakukan pendidikan deradikalisasi

Komnas Perempuan: Hukuman Mati Justru Memicu Terorisme  BaruIDN Times/Indiana Malia

Komisioner Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menambahkan, hal terpenting adalah melakukan pendidikan deradikalisasi dan penyadaran bagi orang-orang yang menolak kebinekaan. Menurut dia, penghukuman yang menggunakan kekerasan juga tak lantas menyelesaikan masalah.

"Kasus-kasus terorisme kalau memakai penghukuman kekerasan--misalnya dalam kasus teroris Arozi yang dijatuhi hukuman mati--justru memicu terorisme baru. Kami mendorong negara untuk memberikan langkah tegas berupa pencegahan dan perlindungan kornan. Lalu hentikan pola-pola yang memicu rantai kekerasan," ujar Yuniyanti.

3. Pendekatan keamanan harus mengacu HAM

Komnas Perempuan: Hukuman Mati Justru Memicu Terorisme  BaruIDN Times/Sukma Shakti

Yuniyanti menambahkan, pendekatan keamanan harus mengacu pada hak asasi dan harus mencari peta akar masalah, termasuk soal penghakiman pelaku. Dalam kajian global, lanjutnya, ISIS memang menggunakan perempuan sebagai target.

"Ini pola yang sangat nyata. Kami memang belum punya simpulan khusus, tetap harus dikaji lebih jauh. Namun, perempuan dijadikan sasaran karena masyarakat masih menggunakan relasi gender yang timpang. Ada teologi kepatuhan yang didoktrinasi pada perempuan, juga teologi bahwa perempuan gak hanya follower, tapi aktor," kata Yuniyanti. 

Baca juga: 66 Jam Yang Menegangkan: Kronologi Jelang Soeharto Lengser

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya