Miris, Belanja Rokok Tiga Kali Lipat Lebih Besar daripada Telur!

Harga rokok dituntut naik

Jakarta, IDN Times - Ratusan anak melakukan deklarasi rokok harus mahal di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Cibesut, Jakarta Timur. Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, deklarasi tersebut sebagai salah satu upaya menurunkan tingkat konsumsi rokok.

"Ini adalah bentuk kritik sosial terhadap murahnya harga rokok di Indonesia," ujar Lisda saat ditemui IDN Times, Minggu (29/7).

1. Harga rokok di Indonesia terlalu murah

Miris, Belanja Rokok Tiga Kali Lipat Lebih Besar daripada Telur!IDN Times/Indiana Malia

Dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, harga rokok di Indonesia termasuk sangat murah. Bahkan, Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) 2017 tidak membuat harga rokok menjadi mahal.

"Anak-anak masih bisa beli rokok seharga seribuan sampe Rp2 ribuan per batang. Ini jauh lebih murah dibandingkan harga telur per butir yang gak sampai Rp2 ribu," kata Lisda.

2. Telur adalah sumber protein

Miris, Belanja Rokok Tiga Kali Lipat Lebih Besar daripada Telur!IDN Times/Indiana Malia

Berdasarkan riset yang dilakukan, Lisda menjelaskan, belanja rokok terbesar kedua setelah beras. Hal ini sangat miris mengingat masih banyak anak yang kekurangan gizi hingga mengalami stunting. Menurut Lisda, telur dijadikan simbol deklarasi rokok harus mahal karena mudah ditemukan.

"Telur adalah sumber protein yang mudah didapat, kandungan gizinya baik. Harganya juga gak jauh lebih murah daripada rokok," ujar Lisda.

Dalam pengamatan Yayasan Lentera Anak di 19 kota, harga rokok pada awal 2019 mencapai Rp1 ribu-Rp2 ribu per batang. Sementara, harga telur Rp1 ribu-Rp1,3 ribu per butir.

"Data tersebut juga menunjukkan pengeluaran orang miskin jauh lebib banyak untuk rokok daripada susu," ujarnya.

3. Harga rokok harus mahal

Miris, Belanja Rokok Tiga Kali Lipat Lebih Besar daripada Telur!Dok. IDN Times

Menurut Lisda, pemerintah harus menaikkan harga rokok agar sulit dijangkau, terutama oleh anak-anak.

"Warga miskin akan berpikir ulang. Orang akan berhenti merokok. Harga rokok bisa dinaikka, kan kita punya undang-undang, ada peraturannya," kata Lisda.

Belanja rokok yang lebih banyak daripada untuk telur dan susu, sambungnya, akan berdampak tidak terpenuhinya nutrisi anak dan berujung pada fenomena stunting. Berdasarkan penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKSJ-UI), anak-anak yang tinggal dengan orangtua perokok memiliki probabilitas anak-anak pendek.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya