Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag

Data stok beras antarlembaga tidak kompak

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Rieke Dyah Pitaloka menyayangkan wacana Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka impor beras 500 ribu ton dari Thailand dan Filipina. Menurut Dyah, landasan kebijakan Kemendag cukup semrawut lantaran tak ada koordinasi antarlembaga pemerintah. 

1. Kemendag akan dipanggil Komisi VI DPR

Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag Antara Foto/Rahmad

Dyah mengatakan pada 23 November 2017 Kementerian Pertanian menyatakan stok beras aman sampai bulan Mei 2017. Kemudian, pada 17 Desember 2017 Perum Bulog juga menyatakan stok beras aman sampai bulan April 2018.

Pada 10 Januari 2018, Fraksi PDIP bertemu Presiden Joko Widodo namun tak ada pembahasan terkait beras, hingga keesokan harinya pada 11 Januari 2018 Kemendag mengumumkan akan mengimpor 500 ribu ton beras dari Thailand dan Vietnam.

Pada mulanya Kemendag mengutus PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk impor beras, namun setelah diprotes Ombudsman RI dan KPPU wewenang tersebut diberikan pada Perum Bulog. 

"Janganlah persoalan ini ditarik ke siapa yang mengimpor, tetapi yang ditekankan adalah apakah harus mengimpor? Apa data stok beras sudah tepat? Sampai saat ini, kami gak tahu ada kebijakan ini. Mungkin besok ada pemanggilan Kemendag ke Komisi VI," kata Dyah dalam diskusi Dinamika Harga dan Impor Beras di Jakarta, Rabu (17/1).

Baca juga: Kemendag akan Impor Beras 500 Ton, Pengamat: Kenapa Buru-Buru?

2. Stok beras ada, namun tidak terserap

Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag Antara Foto/Asep Fathulrahman

Menurut Dyah, akar permasalahan bukanlah ketiadaan beras, melainkan beras yang tak terserap dengan baik. Serapan beras Bulog pada Januari-Desember 2017 sebesar 2,16 juta ton, turun 27 persen dibanding 2016.

April-Juni 2017 turun 34-62 persen, dan Agustus-November turun 18-60 persen. Pada saat panen raya bulan Februari-April 2017 idealnya beras terserap hingga 70 persen, namun realisasinya hanya 42 persen. 

"Jika Bulog mengatakan stok beras pas-pasan, pertanyaannya apakah karena memang di petani tak ada yang diserap atau memang Bulog menyerapnya sedikit?" Dyah mempertanyakan.

3. Citra Satelit Kementan mencatat potensi produksi beras aman hingga April 2017

Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag Antara Foto/Syifa Yulinnas

Citra Satelit Kementan mencatat, pada musim panen bulan Januari 2018, total luas panen sebesar 854,36 hektar dengan potensi produksi 4,2 juta ton beras. Pada bulan Februari 2018, luas panen 1,6 juta hektar dengan potensi produksi 8,5 juta ton beras. Pada bulan Maret 2018, luas panen 2,25 juta hektar dengan potensi produksi 11,8 juta ton beras. Pada bulan April 2018, luas panen 1,6 juta hektar dengan potensi 8,36 juta ton beras.

"Ini Citra Satelit Kementan loh yang ngomong. Mudah-mudahan jangan sampai (impor beras). Kalau data satelit itu salah, satelitnya ganti yang baru saja biar akurat. Kalau mau impor beras, realisasinya 1,5-2 bulan dilaksanakan. Faktanya, Januari saja petani sudah panen, Februari juga. Mau dikemanakan  hasil panen petani kita?" kata Dyah.

4. Kedaulatan pangan Indonesia harus diprioritaskan

Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag Antara Foto/Rahmad

"Tujuan kita bukanlah ketahanan pangan yang sekadar menghadirkan pangan di pasar tanpa peduli dari mana asalnya, tanpa peduli apakah petani sejahtera atau tidak, tetapi tujuan kita adalah kedaulatan pangan bagi Indonesia. Dari hulur hingga hilir, sampai didistribusikan kepada rakyat dengan aman, cepat dan murah bisa terwujud," kata Dyah.

Dyah menekankan, di tahun 2018 pemerintah tak perlu galau tingkat dewa lantaran takut inflasi. Bagaimana pun, setiap kebijakan yang diambil haruslah berbasis riset dan data yang ilmiah, melibatkan seluruh stakeholder terutama rakyat yang ada di dalamnya. 

"Jadi tak bisa berdasarkan asumsi belaka, basisnya bukan perasaan khawatir personal, tapi data yang harus dipertanggung jawabkan, apakah harus mengambil kebijakan impor atau tidak," imbuhnya.

5. Pemerintah dan lembaga dituntut menyusun data tunggal

Polemik Impor Beras 500 Ribu Ton, Komisi VI DPR Akan Panggil Kemendag Antara Foto/Aditiya Pradana Putra

Dyah menyerukan kementerian dan lembaga terkait untuk tidak berlomba-lomba memberikan statement masing-masing dan menimbulkan kegaduhan, melainkan memberikan data yang jelas. Dyah sangat menyayangkan adanya perbedaan data antarkementerian dan lembaga terkait ketersediaan beras. 

"Kami gak bisa menerima data bermacam-macam karena pada dasarnya kementerian dan lembaga ada dalam satu pemerintahan. Kalau data yang diberikan berbeda, harus ada evaluasi yang serius, apalagi isu beras dapat dipolitisasi," kata Dyah. 

Dyah menambahkan, Satgas Pangan juga harus bergerak mendata ketersediaan beras bersama kementerian dan lembaga terkait dengan melibatkan semua kepala daerah. 

"Ini sangat menyakitkan hati petani kita. Tolak impor beras karena tak sesuai kondisi dan kebutuhan rakyat. Argumen yang diberikan tidak clear, tak berbasis data real, tak sesuai kebutuhan. Tolong berikan satu data pada publik dan presiden. Kalau tak bisa, jangan digiring untuk menyetujui impor beras dari PPI atau Bulog," kata Dyah.

Baca juga: Polemik 500 Ribu Ton Beras Impor, KPPU Pertanyakan Manajemen Stok

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya