Survei: 40 Persen Perusahaan Ojek Daring Tak Mendeteksi Order Fiktif

Go-Jek paling banyak terjadi order fiktif

Jakarta, IDN Times - Perusahaan aplikasi ojek daring diminta untuk meningkatkan sistem keamanan. Sebab, tak sedikit mitra pengemudi yang dirugikan akibat maraknya order fiktif. Hal itu menimbulkan persaingan tak sehat di antara para mitra pengemudi.

1. Sebanyak 39 persen pengemudi daring percaya perusahaan aplikasi tak mendeteksi order fiktif

Survei: 40 Persen Perusahaan Ojek Daring Tak Mendeteksi Order FiktifIDN Times/Sukma Shakti

Direktur Program Institute for Development of Economics and finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan, 4 dari 10 mitra pengemudi atau 39 persen percaya, perusahaan aplikasi tidak mendeteksi fenomena order fiktif di lapangan.

"Tanggung jawab harusnya diemban oleh penyedia aplikasi ride-hailing, untuk memberlakukan sistem keamanan yang lebih ketat untuk melawan tindakan curang. Para mitra pengemudi juga sependapat," ujar Berly di Jakarta, Kamis (7/6).

2. Aplikasi Go-Jek menghasilkan order fiktif terbanyak

Survei: 40 Persen Perusahaan Ojek Daring Tak Mendeteksi Order FiktifIDN Times/Sukma Shakti

Ketika dijabarkan berdasarkan perusahaan aplikasi, lanjut Berly, mitra pengemudi Go-Jek menunjukkan tingkat kepercayaan lebih rendah kepada platform tempat mereka bernaung.

Sebab, hampir setengah dari mitra pengemudi Go-Jek (46 persen) menyatakan perusahaan tidak mengetahui atau mengetahui, tetapi membiarkan praktik tindakan curang. Sementara, angka ketidakpercayaan untuk Grab juga cukup tinggi yaitu 30 persen dari mitra pengemudi.

"Hasil survei Indef juga menunjukkan 42 persen mitra pengemudi percaya bahwa Go-Jek adalah platform dengan order fiktif paling banyak terjadi. Sementara, 28 persen mitra pengemudi mengatakan bahwa di Grab lah order fiktif lebih banyak terjadi," kata Berly.

3. Perusahaan aplikasi harus melawan tindakan curang

Survei: 40 Persen Perusahaan Ojek Daring Tak Mendeteksi Order FiktifIDN Times/Sukma Shakti

Menurut Berly, sangat krusial bagi mitra pengemudi dan perusahaan ojek daring untuk bekerja sama dalam melawan tindakan curang ini.

"Perusahaan harus mengembangkan teknologi yang dapat mendeteksi tindakan curang secara real-time. Perusahaan juga harus menjatuhkan hukuman seberat-beratnya untuk mitra pengemudi yang ketahuan melakukan tindakan curang," kata dia.

Berly menilai, tindak curang dan kriminalitas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ekonomi digital di segala sektor, seperti click farms di teknologi periklanan (ads), dan sektor teknologi yang terjangkit masalah keamanan.

Namun, kata dia, tindakan curang di sektor ride-hailing sangat jarang disorot. Padahal, sektor ekonomi digital tersebut paling pesat perkembangannya.

Atas dasar itulah, Indef melakukan survei terkait order fiktif aplikasi ojek daring. Survei tersebut melibatkan 516 mitra pengemudi (roda dua dan roda empat) dua perusahaan ride-hailing terbesar, Go-Jek dan Grab pada 16 April-16 Mei 2018 di Jakarta, Bogor, Semarang, Bandung, dan Yogyakarta. Metode survei yang digunakan adalah non-probability atau convinient sampling.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya