Survei SPI, 3 Instansi Pemerintahan Ini Rawan Markup Anggaran
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Markup anggaran masih rawan terjadi di lembaga pemerintahan. Dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tercatat tiga daerah dengan persepsi markup anggaran tertinggi. Survei tersebut dilakukan pada 36 kementerian lembaga, 15 pemerintah provinsi, dan 15 pemerintah kabupaten/kota.
"35 persen responden pegawai Pemprov Sumatera Utara, Papua Barat, dan Kota Palangkaraya percaya terdapat markup anggaran di instansinya," ungkap Direktur Litbang KPK, Wawan Wardiana di Gedung Penunjang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (21/11).
1. Daftar 10 daerah dengan persepsi markup anggaran tertinggi
Baca Juga: Disebut di Survei KPK Memiliki Integritas yang Rendah, Ini Kata Polri
Selain ketiga daerah tersebut, kata Wawan, masih ada tujuh daerah lain dengan persepsi markup anggaran tertinggi. Ketujuh daerah tersebut adalah Pemprov Banten (30 persen), Pemprov Riau (26 persen), Pemkot Bengkulu (26 persen), Pemprov Kepulauan Riau (25 persen), Pemprov Sulteng (25 persen), Pemprov Papua (25 persen), dan Pemkab Klaten (25 persen).
2. Penyelewengan perjalanan dinas tertinggi di Pemprov Riau
Terkait perjalanan dinas, lanjut Wawan, Pemprov Riau menjadi daerah dengan tingkat penyelewengan tertinggi.
"26 persen responden pegawai Pemprov Riau pernah melihat atau mendengar pegawai di unit kerja melakukan perjalanan dinas, kuitansi hotel, dan biaya transportasi fiktif," ungkap Wawan.
Sementara, sembilan daerah lain dengan kasus yang sama adalah Pemprov Papua (25 persen), Pemprov Kepulauan Riau (23 persen), Pemprov Sumut (18 persen), Pemprov Sulteng (16 persen), Pemprov Papua Barat (15 persen), Pemprov Banten (13 persen), Pemprov Maluku Utara (11 persen), Pemprov Jambi (10 persen), dan Pemprov Aceh (8 persen).
3. Pelapor korupsi cenderung dikucilkan
Editor’s picks
Terkait sistem anti-korupsi, lanjutnya, 2 dari 10 pengguna layanan cenderung tidak percaya bahwa pegawai yang melakukan korupsi akan mendapatkan hukuman. Sebab, 2 dari 10 pegawai juga menyaksikan pelapor praktik korupsi cenderung dikucilkan. Pelapor diberi sanksi, kariernya dihambat, dan sejenisnya dalam 12 tahun terakhir.
"38 persen responden pegawai Pemprov Sulteng cenderung tidak percaya bahwa setiap pegawai yang melaporkan adanya korupsi tidak akan dikucilkan, tidak akan diberi sanksi, kariernya tidak akan dihambat, dan sejenisnya," kata Wawan.
Selain Pemprov Sulteng, daerah lain dengan persepsi yang sama adalah Pemprov Riau (33 persen), Pemprov Kepulauan Riau (33 persen), Pemprov Maluku Utara (33 persen), Pemprov Bengkulu (31 persen), Pemkab Deli Serdang (31 persen), Pemprov Sumut (30 persen), Pemprov Papua Barat (30 persen), Pemprov Banten (28 persen), dan Pemkot Bengkulu (26 persen).
4. Transparansi anggaran jadi fokus pencegahan korupsi
Wawan menjelaskan, 17 persen pegawai percaya bahwa terjadi penggelembungan anggaran di instansinya. Sementara, 5,90 persen responden mendengar atau melihat keberadaan penyelewengan anggaran. Risiko tersebut muncul di 80 persen instansi peserta survei.
"Ini mengindikasikan kebutuhan untuk mendorong pengelolaan anggaran yang lebih transparan sebagai salah satu fokus utama pencegahan korupsi," ujar Wawan.
5. Nepotisme dan calo paling sering ditemui di lembaga pemerintahan
Secara umum, indeks integritas tahun 2017 berkisar antara 52,91 persen hingga 77,39 persen. Permasalahan integritas internal yang masih sering ditemui adalah nepotisme dalam penerimaan pegawai (20,11 persen) dan keberadaan calo (17,61 persen).
Selain itu, terdapat pemerasan pegawai yang meminta uang di luar ketentuan saat mengakses layanan (6,77 persen), serta masih ada yang memberikan sesuatu kepada petugas untuk mempermudah pelayanan (5,60 persen).
Baca Juga: Dalami Kasus Korupsi Kemah, Polisi Panggil Dahnil Anzar Hari Ini