[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era Millennial

Mengajar itu seperti seni, harus banyak improvisasi

Jakarta, IDN Times - Menjadi dosen muda rupa-rupanya gak semudah yang dibayangkan. Itulah yang dirasakan Hanny Luvytasari, dosen muda lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan UPN Veteran Yogyakarta. Perempuan yang akrab disapa Ivy itu sudah menjadi asisten dosen sejak mahasiswa.

Lambat laun, para dosen mempercayainya untuk mengajar full di kelas. Ada beragam tantangan yang dihadapi Ivy di era millennial saat ini. Kemajuan teknologi dan informasi menuntutnya untuk selalu berkembang dan berimprovisasi saat mengajar.

Seperti apa sih tantangan jadi dosen muda di era millennial? Yuk, simak wawancara IDN Times bersama Hanny Luvytasari. Wawancara ini dilakukan dalam rangkaian Indonesia Millennial Report 2019 yang akan diluncurkan saat acara Indonesia Millennial Summit (IMS) 2019 tanggal 19 Januari mendatang. 

1. Ceritain dong gimana awal mula kariernya?

[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era MillennialIDN Times/Indiana Malia

Jadi awalnya itu waktu aku S1 kan kebetulan ngambil dua jurusan yang berbeda dan di dua kampus yang berbeda. Nah, yang pertama itu tahun 2010 ambil S1 jurusan Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta. Terus tahun 2011 aku ambil jurusan Sastra Indonesia, keterima SNMPTN di Fakultas Ilmu Budaya UGM, lalu dijalanin dua perkuliahan itu.

Tetapi, jujur saja lebih banyak waktu yang terfokus di UGM. Karena banyak terfokus waktu di situ jadi lebih maksimal. Ketika ada presentasi di semester tiga, ada dosen yang melihat ‘Wah, sepertinya anak ini bersemangat, atau ada potensi’. Lalu beliau itu mendekati dulu, kemudian setelah tanya-tanya dan akhirnya minta tolong ‘Bisa gak saya dibantu untuk kelas ini?'. Ya udah dari situ lah S1 semester tiga kira-kira tahun kedua, jadi sudah mulai bantu-bantu dosen jadi asisten dosen. Itu awal mulanya.

2. Sekarang mengajar di mana saja sih?

Jadi sebenarnya aku itu statusnya belum dosen tetap UGM, non-PNS. Kalau ada lowongan UGM kan statusnya dosen tetap non-PNS. Nah, aku itu belum karena memang harus melalui serangkaian proses seleksi. Misalnya, seleksi administrasi, TOEFL, TTA, micro teaching, dan lain-lain. Aku memang belum (ikut seleksi) karena waktu bukaan kemarin S2-ku belum selesai. Jadi sekarang statusnya itu tetap asisten dosen tapi sudah mengajar penuh.

Sekarang ngajarnya semester ini di Univerisitas Atma Jaya Fakultas FISIP, jurusan Ilmu Komunikasi itu dua kelas. Kalau di UGM ngajar BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Inculs UGM), itu semacam lembaga bahasa yang mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang-orang asing yang datang ke UGM. Selain itu pernah juga ngajar di S1 Fakultas Geografi UGM, D3 Fakultas Geografi UGM, S1 Psikologi UGM, dan D3 Agro Industri UGM.

3. Selama ini dukungan keluarga untuk jadi dosen gimana?

Dukungan keluarga untuk bekerja di lingkungan akademik itu sangat kuat yah karena kebetulan juga keluarga banyak yang akademisi. Orangtua, orang-orang terdekat, dan pakdeku juga guru besar jadi semua mendukung penuh.

4. Apa modal utama yang harus dimiliki untuk jadi dosen muda?

Modal yang utama menurut aku ini yah improvisasi. Aku tuh inginnya mahasiswa merasakan di kelas itu nyaman dan gak terpaksa masuk kuliah, trus seneng dengan mata kuliah.

Aku juga harus mengikuti perkembangan zaman, tahu slogan-slogan kekinian juga jadi gak kaku. Misalnya di setiap pertemuan itu dikasih quiz dan gak memaksa mereka belajar, tapi quiznya bukan quiz yang mengerikan. Jadi pertemuan sebelumnya udah dikasih tau 'eh besok kita ada quiz dari bagian ini sampai bagian'. Jadi mereka udah siap, udah belajar dulu sebelumnya.

Kemudian cara menyampaikan materi tayang Power Point-nya harus dibuat semenarik mungkin, kemudian tanya jawab juga harus lebih banyak biar mahasiswa itu aktif tidak hanya pasif mendengarkan.

5. Menurutmu tantangan apa yang dijalani sebagai pengajar muda?

Sebagai pengajar ya mungkin dari tahun ke tahun memang mahasiswanya. Maksudnya gini, selain bahan ngajar yang harus terus dikembangkan, tapi harus terus muktahir gitu. Misalnya, KBBI sekarang aja kan udah sampai KBBI 5 itu kan jelas pengajar harus tahu dong apalagi pengajar bahasa Indonesia mesti harus selalu tahu. Kemudian apa sih EYD terbaru? Kan sekarang jadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Jadi kan emang kita gak boleh puas dengan pengetahuan kita sekarang. Sebagai pengajar juga tetap harus dan terus belajar untuk bisa menyampaikan terbaik untuk mahasiswa.

Kemudian bagaimana menghadap masalah di kelas, misalnya ada mahasiswa ramai, nakal atau apa, kita harus tahu trik-trik cerdasnya bagaimana. Waktu di Atma Jaya tahun lalu itu aku pertemuan awal menentukan ketua kelas. Nah, aku biasanya pilih satu perempuan dan satu laki-laki. Aku pilih yang paling rajin, satunya lagi dipilih dari ketua geng nakal, jadi ambillah dua ketua kelas yang berlainan gitu biar bisa mengatur tanggung jawab.

Aku juga mendekatkan diri pada mahasiswa. Misalnya mereka itu ada UTS, nanti 5 orang nilai tertinggi nanti kupanggil maju. Kukasih hadiah kecil-kecil. Walaupun harganya gak seberapa, bukan nominal yang sangat luar biasa, tetapi perhatian dari dosen diapresisasi.

6. Menurutmu karakter mahasiswa saat ini seperti apa?

Karakter mahasiswa saat ini kritis. Mereka ikut kok berkontribusi, misalnya dalam pemilihan Ketua BEM di kampus. Mereka menurut saya sudah cukup aktif, bagus, kemudian untuk memilih presiden tentu mereka juga aktif. Tapi yang saya sayangkan itu masih ada demo-demo yang terprovokasi. Jadi bukan demo untuk kebaikan, tapi demo yang hanya disulut oleh beberapa orang saja. Itu sebenarnya 'kosong', bukan bener-bener ingin menyuarakan pendapat mahasiswa pada umumnya yang kritis politik demi pendidikan, tapi itu hanya diprovokasi isu tertentu. Aku sangat menyayangkan, apalagi demo anarkis.

 

7. Ngomongin prioritas, apa yang ingin dicapai 5-20 tahun ke depan ?

Kalau dari karier, yah semoga bisa diterima sebagai dosen tetap, aamiin. Aku juga ada cita-cita ingin mengajarkan bahasa Indonesia bagi penutur asing di luar negeri. Itu cita-cita bisa ditempuh melalui banyak jalan, salah satunya ada seleksi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kalau pingin ikut nanti tahun 2019, masih lama masa ngajarnya 5 tahun. Kemudian, kalau diterima menjadi dosen tetap nanti kan harus ada persetujuan untuk berkenan atau mau melakukan studi lanjut S3, ya kalau ntuk studi lanjutnya harus siap, mau gak masu sih, hehe.

8. Kamu punya bisnis sampingan selain menggeluti profesi sebagai pengajar?

Aku punya bisnis yang lagi aku jalanin. Pemasarannya lewat instagram. Ini bisnis editing sih, namanya Editor Bahasa Alzerina. Bisnis ini menyediakan suatu jasa untuk mengedit atau menyunting tata bahasa Indonesia pada naskah ilmiah, misalnya skripsi, tesis, esai, atau jurnal-jurnal lepas yang berbahasa Indonesia.

9. Pernah ikut komunitas gak? Atau hobi apa gitu?

[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era MillennialMarketwatch.com

Kalau komunitas gak ada, sih. Hobiku itu mengoleksi uang kuno. Ya karena seneng aja, kalau uang lembaran ada segepok gitu. Ada sih komunitas koleksi uang, tapi aku gak berani gabung. Malu, gak begitu aktif juga.

10. Kalau ngomongin soal politik saat ini, menurutmu apa masalah utama yang dihadapi bangsa?

[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era MillennialIDN Times/Helmi Shemi

Masalah utama tetap korupsi menurut aku. Sebenarnya susah kalau ditanya solusinya bagaimana, karena itu memberantasnya tidak bisa hanya dari satu aspek saja tapi harus benar-benar dari akar dan itu memang bisa dikatakan sulit sekali.

Tapi setidaknya marilah kita coba mulai dari pribadi sendiri, kemudian lingkungan keluarga. Perhatian ikatan keluarga itu harus kuat untuk bisa mencegah korupsi. Bisa juga misalnya pejabat yang tergiur korupsi tapi dia punya isteri yang dapat mengerem dia, itu juga sebenarnya salah satu cara ya, jadi harus cari isteri salehah begitu. Kalau dalam agama lain ya isteri yang taat sama Tuhan.

Kalau isu nasional, isu-isu terkini menurutku yang paling harus mendapatkan perhatian khusus itu hoaks ya. Berita hoaks di media sosial itu benar-benar parah. Sekarang itu orang pasti gak akan terlepas dari gawainya masing-masing, dari tua, muda, kecil, besar semua pasti punya gawai dan sangat terbuka akses kita. Hoaks di media sosial itu yang patut diwaspadai lah, dan itu bisa jadi alat propaganda politik yang mengerikan, bisa memecah belah negeri begitu.

Jadi harapannya anak-anak muda zaman sekarang lebih kritis lah, gak hanya serta-merta mencerna berita hoaks. Harus terus klarifikasi, mencari tahu dulu sebenarnya ini betul atau tidak. Jangan latah ikut menyebarkan pada orang-orang padahal belum klarifikasi. Menurut saya, gak perlulah menyebarkan berita yang gak jelas.

11. Tokoh politik favorit siapa nih?

[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era MillennialIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Kalau nasional saya memilih Jokowi. Tidak ada kata lain untuk Jokowi selain apresiasi saya terhadap kerja keras beliau dan kerja cerdas beliau. Itu saja sudah mewakili semuanya.

Kalau internasional, saya memilih Hillary Clinton karena dia seorang wanita yang perkasa. Dia cerdas luar biasa, berkarakter kuat, bisa mengimbangi antara karier dia dengan keluarganya.

Ketika tersandung kasus politik yang dulu kita tahu mantan Presiden Amrik tersandung kasus pornografi dengan sekretarisnya waktu itu. Hillary Clinton menghadapinya dengan tenang, tetap berkelas dan itu yang bikin salut. Jadi dia tidak melupakan peran dia sebagai wanita bagaimana dia harus bersikap anggun, tegas tapi mematikan. Silent killer.

Dia hebat dari perpolitikan, cerdas, dan mandiri. Dia dapat menyeimbangkan peran dia sebagai wanita, isteri, ibu dan karier dia di bidang politik.

12. Kalau tokoh inspiratif selain dari politik?

[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era Millennialcommons.wikimedia.org/Henri Manuel

Kalau internasional aku mengidolakan Marie Curie. Dia perempuan pertama yang dapat Nobel di dua bidang, fisika dan kimia.

Aku salut karena siapa pun yang menekuni bidang yang berbeda itu sangat sulit apalagi dia dapat sempurna, melakukan hal penelitian yang sempurna di dua bidang itu. Itu mengagumkan. Dia juga peneliti, perintis radiologi yang sampai zaman sekarang masih sangat dibutuhkan untuk ilmu kedokteran.

Baca Juga: [Wawancara Eksklusif] Lindswell Beberkan Alasan Berhenti dari Wushu

13. Kamu tertarik masuk politik gak?

Tidak. Aku tidak berminat sama sekali.

14. Lalu bagaimana optimisme terhadap kondisi Indonesia 5 tahun mendatang?

Insya Allah optimis kalau pemimpinnya itu amanah. Gak mungkin seorang pemimpin itu dapat membahagiakan 250 juta penduduk Indonesia, satu per satu keinginannya terturuti.

Namun, setidaknya memilih pemimpin yang benar, tentu memahami visi misinya ya. Mudah-mudahan keinginan sebagian masyarakat Indonesia ter-cover dengan baik. Jadi pilihlah pemimpin yang benar-benar gak korupsi, kerja keras, kerja kerja kerja untuk kepentingan masyarakat dan tidak memperkaya diri sendiri apalagi memperkaya turunan-turunannya.

15. Harapan politik ke depan?

Sama seperti itu. Semoga masyarakat Indonesia memilih dengan hati nurani. Sebenarnya pasti kita mengetahui siapa capres yang tulus bekerja untuk rakyat dari hati. Bekerja keras tanpa ingin memperkaya diri sendiri, tanpa menjatuhkan orang lain atau hanya sekadar haus kekuasaan. Kita bisa merasakannya kalau dari hati nurani.

Baca Juga: Anak Band Jadi Dosen ITB? Bisa Banget, Kenalin Nih Dina Dellyana

[WAWANCARA EKSKLUSIF] Tantangan Ivy, Jadi Dosen Muda di Era Millennial(Poster Indonesia Millennials Summit) Istimewa

Dalam IMS 2019, IDN Times meluncurkan Indonesia Millennial Report 2019.  Survei ini dikerjakan bersama oleh IDN Research Institute bekerjasama dengan Alvara Research Center. 

Melalui survei yang melibatkan 1400-an responden di 12 kota ini, IDN Times menggali aspirasi dan DNA millennial Indonesia. Simak hasilnya di IMS 2019, dan ikuti perkembangannya di situs kami ya.

Kunjungi juga situs ims.idntimes.com untuk mendapatkan tiket IMS 2019. Buruan, tiket terbatas!

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya