Ini Pandangan Tsamara Amany Soal Pernikahan di Komunitas Hadhrami
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Depok, IDN Times – Politisi millenial yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia, Tsamara Amany Alatas turut hadir dan menjadi pembicara dalam Festival Hadhrami pada Kamis (26/4) di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
Dilihat dari nama belakang keluarganya, maka jelas kalau politisi berusia 20 tahun itu juga berasal dari etnis Hadhrami yang merujuk ke sebuah tempat di Hadramaut, Yaman. Dalam acara yang merupakan kerja sama FIB UI, Yayasan Lontar dan IDN Times ini, Tsamara berbicara soal pernikahan pada kelompok hadhrami yang mengharuskan untuk juga menikah dengan individu dari etnis tersebut.
Hal itu dilakukan oleh mereka yang berstatus sebagai golongan Sayyid atau lebih dikenal dengan sebutan 'Habib'. Di tempat asalnya di Hadramaut, golongan Sayyid atau Alawiyyin ini menempati kedudukan sosial yang tinggi karena berasal dari keturunan Ahlul Bait. Maka dari itu mereka mengembangkan tradisi yang disebut ‘Pernikahan Kafa’ah/Syarifah’.
Dalam tradisi ini, kaum Sayyid melarang anak-anak perempuan mereka (disebut Syarifah) untuk menikahi laki-laki yang bukan dari golongan Sayyid (dengan kata lain: pribumi). Hal ini dijustifikasi oleh mereka melalui dalil-dalil agama yang mengatakan kedudukan nasab (kafa’ah nasab) wanita Alawiyyin itu sangatlah tinggi dibandingkan laki-laki non-Sayyid.
Pasangan yang paling setara, menurut mereka, adalah laki-laki dari golongan Sayyid saja. Contohnya, Imam Syafi’i bahkan mengharamkan pernikahan Syarifah dengan non-Sayyid.
Lalu, apa lagi yang disampaikan oleh Tsamara dalam acara kemarin?
1. Tsamara singgung komunitas yang superior
Tsamara mengaku bukan hal mudah untuk menemukan seorang lelaki keturunan Hadhrami untuk dijadikan pasangan hidup. Apalagi memiliki pandangan yang sejalan, terutama soal akses terhadap pendidikan. Maka, tak heran kalau ia sedikit menyindir mengenai hal tersebut.
“Saya melihat banyak sekali laki-laki keturunan Arab yang kalau berbicara agama wah progresif banget, kalau berbicara soal politik pandangannya keren banget, Tapi ketika bicara soal perempuan mendadak menjadi tertutup,” ucap Tsamara di ruang auditorium Gedung I FIB UI yang mengundang tawa hadirin.
Baca juga: Festival Hadhrami: Ada Inflasi Gelar Habib
2. Pernikahan dengan sesama Komunitas Hadhrami adalah bentuk pendidikan
Editor’s picks
Saat ditanya oleh moderator, Saras Dewi soal pendapatnya mengenai pernikahan di luar Komunitas Hadhrami, Tsamara mengaku tidak menyarankannya. Mengapa? Menurutnya, ada unsur-unsur pendidikan yang berbeda. Nilai budaya pun juga bisa berbeda.
“Ada pendidikan dalam satu komunitas bahwa kita lebih superior, nah ketika ada rasis superioritas sehingga ga mau memiliki hubungan rumah tangga yang lebih superior dari kita,” kata Tsamara.
3. Tsamara anggap sah-sah saja menikah dengan komunitas tertentu
Salah satu co-founder Perempuan Politik itu mengaku tidak mempermasalahkan kalau diminta menikahi laki-laki keturunan Hadhrami. Menurutnya, opsi itu lebih baik, karena ia gak harus lagi mengenal budaya dari kelompok yang lain.
“Dari pada ribet, adatnya ribet, kulturnya berbeda, mending dengan (laki-laki dari keturunan yang sama),” ujar Tsamara.
Tsamara mengaku tidak mempermasalahkan tentang pernikahan sesama atau berbeda komunitas. Yang menjadi kepeduliannya yakni orang-orang tertentu yang cuma mau bersosialisasi dengan komunitasnya saja, sehingga menjadi eksklusif.
“Kemudian ketika mereka hidup di luar sana dengan cara pandang yang berbeda dengan komunitasnya, dengan mudahnya mereka menganggap bahwa itu salah dan menyimpang,” katanya lagi.
4. Tsamara mengajak Komunitas Hadhrami untuk tidak berpandangan fanatik
Poin penting yang digaris bawahi Tsamara mengenai sosialisasi dengan orang-orang dari komunitas luar yakni mencegah adanya pola pikir yang fanatik. Alhasil, mereka memiliki kesempatan untuk belajar mengenali komunitas lain.
“Jadi boleh aja menikah dengan satu komunitas tapi cobalah untuk hidup di luar komunitas itu, dan mengenali orang di luar komunitas. Supaya dia tidak fanatik dan buta dengan komunitasnya, karena dia tidak pernah keluar dari komunitasnya. Ini masuk ke semua model termasuk Komunitas Hadhrami,” kata Tsamara.
Baca juga: Mengungkap Peran Hadhrami dari Tradisi Ziarah di Indonesia