1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di Parlemen

Komunikasi publik hingga masalah hukum jadi sorotan

Jakarta, IDN Times - Hari ini tepat setahun pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo-Ma’ruf Amin memimpin Indonesia. Kinerja kabinet Indonesia Maju pun menjadi sorotan. Bagaimana dengan pendapat oposisi? 

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menyebut secara umum kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di bawah standar. Kinerja yang ada sekarang jauh dari janji kampanye yang disampaikan kepada rakyat.

"Pemerintahan Jokowi di periode kedua ini ambyar. Hampir semua sektor kehidupan mengalami grafik penurunan. Yang naik hanya utang dan kasus penangkapan aktivis politik yang kritis terhadap pemerintah," ujar Mulyanto lewat keterangan tertulis, Selasa (30/10/2020).

Baca Juga: 1 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Ini 7 Aksi Kontroversial Menag Fachrul Razi

1. Buzzer pemerintah memecah masyarakat Indonesia

1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di ParlemenPresiden Jokowi pimpin rapat terbatas di Istana Merdeka pada Senin (19/10/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Secara sosial kemasyarakatan masyarakat Indonesia terbelah menjadi "cebong-kadrun". Pemerintah yang seharusnya mendamaikan, ternyata malah jadi sumber perpecahan. Hal ini ditandai dengan adanya kelompok influencer di media sosial yang digerakkan sebagai buzzer dan didanai langsung oleh negara.

Bahkan, tak tanggung-tanggung besaran dana untuk influencer dan buzzer ini lebih besar daripada anggaran riset vaksin virus corona.

“Pemerintah gagal membangun rasa kebersamaan masyarakat. Dengan segala sumber daya dan kewenangan yang dimiliki, pemerintah harus nya bisa mencegah keadaan ini agar jangan sampai meluas. Tapi sayangnya pemerintah terkesan lebih menikmati kondisi ini dari pada menyelesaikannya. Sehingga masyarakat kita rentan dari perpecahan," ujar Mulyanto.

Secara politik, Mulyanto berpendapat, pemerintah merasa terganggu oposisi, baik di parlemen maupun di luar parlemen. Pemerintah menganggap oposisi sebagai ancaman, sehingga perlu ditiadakan dengan segala cara.

Padahal, menurut dia, demokrasi itu mensyaratkan adanya oposisi sebagai penyeimbang kekuasaan. Dengan adanya oposisi maka pemerintah dapat dikontrol dan diawasi kinerjanya.

Menuru Mulyanto, jika di parlemen hampir semua kekuatan partai politik dirangkul menjadi koalisi pemerintah, harusnya oposisi di luar parlemen diberi ruang yang cukup untuk menyampaikan pendapat dan kritiknya. Jangan didiskreditkan sebagai ancaman negara.

“Makanya wajar jika kelompok oposisi, yang semula lebih bersifat keumatan, yang disimbolkan dengan tokoh Habib Rizieq Shihab, semakin melebar dengan dideklarasikannya oposisi yang lebih bersifat kebangsaan dalam gerakan KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), dengan tokoh sentralnya Profesor Din Syamsudin dan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo," ujar Mulyanto.

2. Praktik politik dinasti masih tumbuh subur

1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di ParlemenPresiden Jokowi memberikan keterangan pers soal UU Cipta Kerja (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Dalam setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Mulyanto juga menyoroti tumbuhnya politik dinasti, di mana anak-menantu Jokowi terjun dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada). Secara aturan mungkin pelibatan anak dan mantu dalam hajat pilkada tidak dilarang, tapi secara etika politik dinilai kurang pantas.

"Pada periode ini kita merasakan betul adanya praktik oligarki kekuasaan, di mana ada kerja sama terlarang antara penguasa dan pengusaha, dalam melahirkan kebijakan-kebijakan pihak tertentu. Hal ini dapat terlihat dari Undang-Undang Cipta Kerja yang mendukung para pemodal mengeksploitasi sebesar-besarnya kekayaan negara. Tentu hal ini menjadi warna yang tidak elok dan menyimpan ketidakadilan dalam wajah perpolitikan di satu tahun pemerintahan Jokowi," ujar Mulyanto.

3. Komunikasi publik pemerintah Jokowi buruk

1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di ParlemenPresiden Jokowi pimpin Upacara Peringatan HUT ke-75 TNI di Istana Negara (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Sementara, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menilai, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf masih belum maksimal dalam membangun komunikasi dengan pemerintahan daerah. Hal ini bisa dilihat pada masa awal pandemik terdapat beberapa perbedaan pendapat, serta kebijakan dalam menghadapi pandemik antara pemerintah pusat dan daerah.

Komunikasi yang kurang juga terjadi ketika UU Cipta Kerja disahkan, bahkan sejak masa pembahasan. Dinamika yang tersaji cukup membuat suasana demokrasi terhimpit dan banyak menyisakan pertanyaan di otak publik tentang nafsu besar pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.

“Kita juga masih ingat saat beliau menaikkan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres No 64 Tahun 2020, yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada akhir Februari lalu. Akan tetapi dua bulan kemudian, iuran BPJS kembali naik melalui Perpres No 64 Tahun 2020. Ini menunjukkan tendensi yang sangat tidak baik dilakukan oleh kepala negara, seakan tidak mematuhi keputusan hukum yang ada,” kata Hinca.

4. Kasus hukum masih menjadi sorotan

1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di ParlemenIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi memiliki catatan dalam bidang hukum, menurut dia, masih ada tantangan penegakan supremasi hukum. Awiek mencontohkan kasus buron kelas kakap, Joko Tjandra, yang melibatkan elite kejaksaan dan kepolisian telah mencoreng institusi penegak hukum.

Dalam sektor ekonomi, menurut Baidowi, perlu mendapatkan perhatian serius, apalagi saat ini Indonesia di ambang ancaman resesi akibat pandemik COVID-19.

"Memang ini gejala global yang juga terjadi di negara-negara lain, tapi setidaknya Indonesia memiliki antisipasi sendiri yang tidak sama dengan negara-negara lain," ujarnya dikutip dari ANTARA, Selasa.

Baidowi mengatakan dari sisi konsolidasi internal pemerintahan sempat ada persoalan ketika koordinasi antar kabinet tumpang tindih, bahkan beberapa kali terjadi miskomunikasi.

5. Moeldoko: Pandemik pengaruhi program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf

1 Tahun Jokowi-Ma’ruf, Ini Catatan dari Oposisi di ParlemenKepala Staf Kepresidenan, Moeldoko di Kantor Staf Presiden (Dok. IDN Times/Istimewa)

Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan laporan tahunan satu tahun perjalanan pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin selama lima tahun ke depan. Laporan tersebut disampaikan untuk memperlihatkan pencapaian program pemerintah sesuai dengan visi dan misi Presiden Jokowi.

Dalam laporan KSP tersebut, Kepala KSP Moeldoko mengatakan  pandemik COVID-19 yang saat ini melanda dunia, termasuk Indonesia, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi program dan rencana pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Pandemik ini turut memengaruhi berbagai rencana dan program. Kami beranggapan berbagai perubahan ini penting disampaikan, sehingga masyarakat dapat mendapatkan informasi yang lebih utuh, termasuk tantangan dan capaiannya," kata Moeldoko dalam laporan tahunan KSP tersebut, Selasa (20/10/2020).

Meskipun dilanda pandemik, Moeldoko menyebut, Jokowi-Ma'ruf tidak akan mengabaikan janjinya dan terus melanjutkan program-program prioritasnya yang disampaikan pada pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober 2019.

Adapun kelima program prioritas Jokowi antara lain, Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), Pembangunan Infrastruktur, Penyederhanaan Regulasi, Penyederhanaan Birokrasi, dan Transformasi Ekonomi.

"Refocusing dan realokasi anggaran memprioritaskan program dan penanganan di bidang kesehatan, pemulihan sosial dan ekonomi, terutama untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), serta koperasi. Namun lima arahan pembangunan tetap menjadi pilar bagi visi Indonesia 2045, demi memastikan Indonesia menjadi negara maju," kata Moeldoko.

Sejak pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (2014-2019), kata Moeldoko, laporan tahunan telah menjadi tradisi baru dalam menyampaikan berbagai program dan capaian pemerintah secara umum kepada publik.

Laporan KSP ini, lanjut dia, disebut memberikan kesempatan seluruh pemangku kepentingan yang ingin mendapatkan perspektif lebih utuh tentang program-program pemerintah yang berasal dari visi-misi presiden. Sehingga menjadi bagian dari rencana pembangunan nasional dan diimplementasikan oleh semua kementerian dan lembaga.

"Perspektif seperti itu tidak bisa diperoleh dari sumber lain, termasuk media massa, yang tentu memiliki keterbatasan akses, ruang, halaman, dan kemungkinan agenda setting-nya sendiri," ujar Moeldoko.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin, KSP memutuskan untuk terus melanjutkan tradisi laporan tahunan. Selain untuk tujuan diseminasi kinerja pemerintah kepada publik, juga sebagai sarana evaluasi tahunan yang memberikan perspektif perbandingan tentang apa yang telah tercapai dan apa yang harus dilakukan pemerintah pada tahun berikutnya.

"Laporan tahunan ini kami mulai dengan munculnya game changer dunia, pandemik COVID-19. Indonesia tidak terkecuali harus menghadapinya," tutur Moeldoko.

Baca Juga: Setahun Jokowi-Ma'ruf: 18 Lembaga Dibubarkan, 29 Ribu Eselon Dipangkas

Topik:

  • Rochmanudin
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya